Friday, September 11, 2009

Filsafat bersilat Lidah (bag. 2)

Beberapa Contoh Filsafat Yang Masyhur

Materialisme
Suatu pandangan hidup yang mendasarkan segala sesuatu pada materi (benda). Yang paling asasi dalam kehidupan ini adalah materi. Pandangan ini menolak dan mengabaikan semua yang tidak bersifat materi. Dari pandangan hidup materialisme ini lahirlah dua falsafah ekonomi global yaitu Kapitalisme dan Komunisme. Meskipun kedua falsafah tersebut sangat bertolak belakang dan bahkan bermusuhan tetapi keduanya lahir dari induk yang sama yaitu materialisme. Dari Komunisme lahirlah paham Marxisme yang benar-benar anti Tuhan dan mengingkari semua agama. Pandangan hidup Marxisme ini kemudian menyebar ke negeri-negeri Islam seperti Indonesia, Yaman Selatan, Irak, Suriah, dan lain-lain. Di Indonesia, pada tahun lima puluhan Partai Komunis Indonesia (PKI) pernah menjadi partai terbesar dan didukung oleh jutaan massa. Di Yaman Selatan, sebelum terjadi perang penyatuan Yaman, Partai Komunis pernah menguasai negeri ini. Sedangkan di Irak, sebelum diinvasi oleh Amerika, Partai Ba’ats yang berhaluan komunis memerintah negeri ini. Adapun di Suriah, maka sampai saat ini Partai Ba’ats masih berkuasa. Demikianlah, sekitar ribuan bahkan jutaan putera-puteri kaum muslimin menjadi murtad karena tecemar oleh paham ini. Allahul Musta’an.

Liberalisme
Suatu filsafat yang menyerukan kebebasan bagi manusia. Filsafat ini berpendapat bahwa kebebasan adalah hak manusia yang paling asasi, oleh karena itu setiap pembatasan atau pengekangan terhadap pendapat, kreatifitas dan gagasan adalah suatu kezhaliman. Dewasa ini, paham liberalisme hampir mewarnai semua sisi kehidupan masyarakat dunia. Dalam bidang politik, mereka menyerukan demokratisasi. Dalam bidang ekonomi, mereka menyerukan pasar bebas. Dalam hubungan antar negara, mereka menyerukan persaingan bebas. Dalam bidang sosial, mereka menyerukan pergaulan bebas. Bahkan sampai dalam bidang agama pun mereka menyerukan ijtihad bebas. JIL adalah salah satu sekte yang terwarnai oleh filsafat ini. Sebenarnya mereka di luar Islam, akan tetapi masih masih menyandang nama Islam. Inilah salah satu kehebatan filsafat, bisa membuat manusia tersesat tapi tidak sadar bila telah tersesat. Jadi ibarat sihir atau hipnotis.

Sekulerisme
Filsafat ini mncul untuk pertama kalinya di benua Eropa sebagai suatu reaksi atas kediktatoran gereja. Setelah terjadi masa pencerahan, para ilmuan Eropa banyak yang berontak pada gereja karena sikapnya yang memberangus aktifitas ilmiah. Tidak sedikit hasil-hasil penelitian dan penemuan ilmiah yang bertentangan dengan nash-nash Injil. Inilah yang merupakan salah satu faktor utama munculnya filsafat yang memisahkan antara agama dan dunia. Di dunia Islam, filsafat ini pertama kali diserukan oleh Musthafa Kamal Ataturk, seorang munafik dari keturunan Yahudi yang berhasil menggeser kekhalifahan Islam di Turki. Dari Turki kemudian menyebar ke Mesir, negeri-negeri Syam, India, Indonesia dan lain-lain. Kini, hampir tidak ada satu negeri Islam yang tidak menerapkan sekulerisme.

Hedonisme
Suatu pandangan hidup yang menganggap bahwa kesenangan dan kenikmatan adalah tujuan utama dalam hidup. (Tentang filsafat Hedonisme ini telah dibahas panjang pada Ummatie edisi 02/2007).

Rasionalisme
Suatu filsafat yang menganggap bahwa pikiran dan akal merupakan satu-satunya dasar untuk mencari kebenaran atau memecahkan permasalahan. Filsafat ini menempatkan akal sebagai sumber pengetahuan sejati. Bagi mereka, akal memiliki sifat aksiomatik dan komprehensif. Aksiomatik artinya akal memiliki kebenaran mutlak , sedangkan komprehensif artinya akal memiliki kebenaran yang tidak dibatasi oleh waktu. Mereka meyakini bahwa setiap argumen-argumen yang rasional adalah pasti benar dan tepat. Sehingga, setiap argumen (hujjah) yang tidak sejalan dengan argumen rasional adalah keliru. Muhammad Abduh (mantan Rektor al-Azhar) termasuk salah satu tokoh yang sedikit banyak terpengaruh oleh filsafat ini. Demikian pula Sir Ahmad Khan (tokoh pembaharu India) dan Harun Nasution (mantan Rektor IAIN Syarif Hidayatullah)

Pluralisme
Suatu pandangan hidup yang menyakini bahwa kebenaran itu tidak hanya satu, tetapi bisa saja ada berbagai macam pendapat yang berbeda-beda dan semuanya benar. Ini adalah sebuah filsafat nyeleneh yang diusung oleh JIL dan sebagian rektor UIN (IAIN). Para pemikir dan intelektual muslim tidak sedikit yang terkontaminasi oleh filsafat di atas. Tidak jarang kita baca di koran-koran nasional tulisan-tulisan dan opini yang menyuarakan pendekatan antar agama dan kecaman terhadap kaum muslimin yang menyakini bahwa agama yang benar hanyalah Islam.

Idealisme Subyektif
Suatu filsafat yang mengatakan bahwa wujud adalah persepsi (al-idraak). Artinya, sesuatu ada jika ia dapat dipersepsi (digambarkan). Persepsi artinya proses mengetahui sesuatu melalui panca indera. Sesuatu yang dapat dipersepsi berarti ia memiliki esensi. Sebaliknya, segala sesuatu yang tidak dapat dipersepsi berarti ia tidak ada dan hanya angan-angan kosong. Paham ini bisa menolak segala sesuatu yang ghaib dalam agama. Karena, perkara ghaib tidak bisa dipersepsi dengan akal atau panca indera manusia. Kalaupun bisa dipersepsi, maka persepsi itu tidak sempurna karena keterbatasan akal dan perbedaan persepsi masing-masing manusia. Padahal Islam menegaskan bahwa salah satu ciri orang yang bertaqwa adalah mengimani perkara-perkara yang ghaib. Sedangkan perkara yang ghaib hanya bisa diketahui melalui wahyu, baik al-Qur’an atau as-Sunnah.

Antara Filsafat dan Tasawuf
Para peneliti kajian filsafat menyebutkan bahwa tasawuf adalah bagian dari filsafat. Ajaran Neo-Platonisme dijadikan rujukan penting dalam pembahasan ilmu tasawuf, bahkan menjadi referensi pertama bagi tokoh-tokoh sufi yang meyakini wihdatul wujud (menyatunya Dzat Tuhan dengan makhluk-Nya. Sebagian tokoh-tokoh sufi telah mencampuradukkan ajaran mereka dengan pendapat-pendapat neo-Platonisme, Aristoteles, dan para filosof Yunani lainnya.

Keyakinan wihdatul wujud adalah suatu konsep dan pemikiran yang sangat tidak dikenal dalam Islam. Mereka mengambil pemikiran itu dari teori-teori filsafat dan memadukannya dengan kepercayaan agama lain, seperti Kristen, Budha dan lain sebagainya. Plato pernah berkata, “Seringkali terjadi, aku naik ke luar badanku dalam arti aku masuk ke dalam jiwaku. Ketika itu, aku hidup dan berhasil menyatu dengan Tuhan.”

Siapapun yang mencermati kehidupan tokoh sufi seperti al-Hallaj dan Ibnu Arabi, pasti melihat bahwa tokoh-tokoh itu telah terkontaminasi oleh filsafat Plato dan Aristoteles. Sebagai contoh, Ibnu ‘Arabi mengatakan bahwa semua makhluk adalah pancaran dari cahaya Allah, sedangkan Nabi Muhammad Sw adalah pancaran cahaya-Nya yang pertama. Kepercayaan ini diserap dari filsafat illuminisme yang mengatakan bahwa Tuhan adalah puncak sinar yang menerangi semua jiwa, akal, dan badan. Konsep dan pemikiran ini berasal dari Platonisme yang ditafsirkan dengan filsafat Yahudi dan Kristen.

Akhir Perjalanan Filsafat
Filsafat tidak pernah menawarkan kepuasan yang hakiki dalam mengungkap kebenaran. Ia tidak lain adalah jalan yang mengantarkan kepada kehampaan jiwa dan kegersangan iman. Kita sering menyaksikan banyak problematika dan koflik kejiwaan pada mereka yang mendalami filsafat dan mendewakannya. Masyarakat Barat yang selama ini menjadi teladan bagi para filosof dunia, telah mencerminkan peradaban yang banyak menimbulkan kerusakan. Sebagai contoh, masyarakat di sana sudah tidak memiliki norma lagi ketika bicara soal Tuhan. Kajian theologi dan perdebatan tentang wujud serta hakikat Tuhan telah menjadi pembahasan sehari-hari. Bahkan, menertawakan dan menghina Tuhan pun sudah tidak dianggap sebagai pelanggaran atau penghinaan agama. Karena, mereka menjadikan Tuhan dan agama sebagai objek untuk dikaji, diperdebatkan, dan dikritisi sesuai hawa nafsu mereka.

Ijtihad tentang Tuhan terbuka lebar untuk semua. Siapapun boleh bertanya dan berbicara apa saja. Sosiolog, psikolog, sejarawan, filosof, saintis dan bahkan orang awam pun berhak bicara tentang Tuhan dan Kitab Suci. Namun anehnya, di kalangan kaum muslimin ada yang ikut-ikutan mengkritisi hakikat Allah dan ajaran Islam. Syariat Islam diacak-acak dan dipahami semau mereka dengan mengatasnamakan filsafat. Hati kita sungguh terperanjat ketika membaca suatu berita bahwa di salah satu sudut perguruan tinggi Islam (IAIN) terpampang sebuah spanduk dengan tulisan besar, “Kawasan Bebas Tuhan.” Inikah manfaat dari kajian filsafat?

Filsafat bersilat Lidah (bag. 1)

Kajian filsafat selalu menjadi sorotan bagi para cendikiawan di seluruh dunia. Dari sejak masa Yunani kuno sampai saat ini, filsafat tidak pernah surut melahirkan tokoh-tokoh ternama dan orientasi pemikiran yang bermacam-macam. Bahkan, ilmu yang dianggap sebagai induk semua ilmu ini amat diminati oleh kalangan muda muslim di beberapa perguruan tinggi. Padahal, filsafat tidak lain adalah ilmu yang meracuni umat.

Kata filsafat berasal dari bahasa Yunani. Tersusun dari dua kata, fila yang berarti mengutamakan atau mencintai, dan sophia yang berarti ilmu atau hikmah. Jadi, filsafat artinya mencintai ilmu. Sedangkan filosof artinya orang yang mengutamakan hikmah (ilmu). Definisi filsafat menurut Dr. Taufiq Thawil ialah: Penalaran akal yang terbebas dari semua ikatan atau pengaruh dari luar dan penyebarluasan hasil penalaran tersebut, meskipun sangat berbeda dengan ‘uruf (tradisi) yang berlaku dan kepercayaan agama. (Al-Mausu’ah al-Muyassarah, Dr. Mani’ bin Hammad al-Juhani, jilid 2, hlm. 1119).

Salah seorang tokoh filsafat Yunani, Aristoteles, mengartikan bahwa definisi filsafat sama dengan hikmah, karena ia membahas tentang sebab dan awal sesuatu. Adapun tujuan dari filsafat tersebut adalah mencari kebenaran. Dengan pengertian ini, berfilsafat adalah upaya mengerahkan kemampuan akal dan nalar logika yang didorong oleh perasaan ingin tahu untuk menghasilkan kepuasan rasional dalam menyingkap hakikat segala sesuatu. Hal ini tidak didasari oleh wahyu atau doktrin agama sehingga filsafat dianggap lebih kuat dan terpercaya daripada dalil-dalil agama. Dengan makna seperti itu, filsafat telah menjadi suatu thaghut yang paling berbahaya dan paling memusuhi agama dengan menggunakan manthiq (logika) sebagai senjatanya. Dengan senjata tersebut para ahli filsafat bisa membuat rancu pemikiran umat dengan dalih logika, penafsiran akal, dan lain-lain.

Asal Usul Filsafat
Istilah filsafat tidak pernah dikenal sebelumnya. Menurut sebagian ahli, kata ini pertama kali digunakan oleh salah seorang Yunani yang bernama Socrates. Socrates menuturkan bahwa ilmu filsafat tidak ditujukan untuk mencari materi belaka. Ia mengabdikan seluruh hidupnya untuk menelusuri hakikat dari segala sesuatu dan meluruskan segala bentuk kesalahan atau prasangka. Ia sangat berkeinginan untuk mengetahui segala sesuatu yang sebelumnya tidak diketahui.

Filsafat tidak hanya terdapat di Yunani, tetapi di bangsa-bangsa yang memiliki sejarah klasik juga terdapat filsafat, seperti di India, Persia, China, dan Mesir Kuno. Akan tetapi bangsa yang paling maju dan berpengaruh kajian filsafatnya adalah Yunani. Filsafat mulai masuk dan meyelinap ke tubuh umat Islam sejak zaman Harun ar-Rasyid, seorang penguasa dari kalangan ‘Abbasiyah. Akan tetapi kajian filsafat yang berkembang ketika itu tidak sampai menyentuh masalah-masalah theologi (aqidah). Harun ar-Rasyid memang berupaya untuk mentransfer ilmu-ilmu filsafat yang terkait dengan ketabiban (kedokteran), astronomi, hisab (matematika), dan ilmu-ilmu eksak lainnya yang memang bermanfaat bagi kaum muslimin. Inilah yang dilakukan olehnya. Sepeninggal beliau, ketika kekuasaan berada di tangan al-Makmun (abad sembilan Miladi), dia berusaha keras untuk menransfer filsafat Yunani ke tengah-tengah umat Islam. Mulailah dia menginstruksikan gerakan penerjemahan kitab-kitab Yunani ke dalam bahasa Arab. Sejak itulah filsafat mulai dikaji oleh para ilmuwan muslim.

Akibat dari penerjemahan kitab-kitab tersebut muncullah di tengah-tengah umat Islam berbagai macam firqah-firqah (sekte-sekte) yang menyuarakan pendapat-pendapat ilmu kalam (theologi). Di antaranya ialah:

• Qadariyah, sekte kalam yang mengingkari takdir Allah St. Mereka berpendapat bahwa manusia menentukan sendiri pilihannya dan perbuatannya tanpa ada keterlibatan takdir.
• Jabariyah, sekte yang muncul sebagai reaksi atas pemikiran Qadariyah.
• Mu’tazilah, sekte yang sangat terpengaruh dengan filsafat. Di antara prinsipnya ialah mendahulukan akal (logika) daripada nash-nash al-Qur'an.
• Mu’aththilah, sekte yang menafikan bahwa Allah St memiliki sifat-sifat.
• Asy’ariyah, sekte yang men-ta’wil-kan sifat-sifat Allah yang dianggap menyerupai makhluk-Nya.

Di masa al-Makmun tersebut menyebar suatu pendapat yang meyakini bahwa al-Qur'an adalah makhluk (ciptaan) Allah, bukan kalam (perkataan)-Nya. Lebih parah lagi, al-Makmun cenderung dengan pendapat tersebut sehingga dia menggunakan kekuasaannya untuk menyebarkan pemahaman itu. Bahkan dia mewajibkan seluruh rakyat untuk menerima pemahaman yang sesat itu dan menyiksa siapa saja yang menolaknya. Akan tetapi para ulama Ahlus Sunnah tidak tinggal diam, mereka dengan gigih menentang kesesatan berpikir tersebut. Yang paling keras menentang pendapat al-Makmun ketika itu ialah Imam Ahmad bin Hambal.

Seiring berjalannya waktu, Mu’tazilah sebagai suatu sekte (firqah), telah lenyap ditelan sejarah. Akan tetapi beberapa pemikiran mereka masih diadopsi oleh sebagian umat Islam. Sampai saat ini, filsafat Yunani masih memberikan andil dan meninggalkan jejak-jejaknya dalam semua aliran pemikiran Barat, baik yang klasik maupun modern. Bahkan sebagian besar sekte-sekte kalam di kalangan umat Islam juga terpengaruh dengan filsafat tersebut, sampai detik ini. Namun, sebagai suatu kurikulum resmi, filsafat tidak pernah diajarkan di perguruan-perguruan tinggi Islam kecuali di masa Musthafa Abdur Razzaq menjadi rektor al-Azhar. Dialah yang pertama kali memasukkan mata kuliah Filsafat Islam sebagai salah satu mata kuliah resmi di samping ilmu-ilmu untuk syari’at lainnya. Ini beliau lakukan sebagai reaksi atas hujatan Barat terhadap Islam yang dianggapnya miskin dan kosong dari filsafat . Padahal sebenarnya filsafat adalah suatu barang asing yang menyusup ke tengah-tengah kaum muslimin. Dalam Islam tidak ada filsafat, dan filsafat bukan bagian dari Islam. Oleh karena itu, istilah Filsafat Islam adalah suatu penamaan yang rancu dan menyesatkan.

Di beberapa universitas, seperti IAIN terdapat beberapa kurikulum filsafat yang diajarkan ada pula mata kuliah Kajian Orientalisme terhadap al-Qur'an dan Hadits yang diajarkan di fakultas Ushuluddin. Kajian ini memang terkesan ilmiah dan kritis, didukung dengan fakta-fakta yang konon ‘ilmiah. Namun, sesungguhnya kajian ini adalah proses penyesatan umat Islam, sehingga para mahasiswa muslim bisa terpedaya dengan syubhat-syubhat orientalis dan berbalik meragu-ragukan al-Qur'an dan Hadits.

Thursday, September 3, 2009

Islam, Syamil wa Kamil

Islam adalah agama yang syamil dan kamil. Syamil berarti menyeluruh sedangkan kamil berarti sempurna. Ini menunjukkan bahwa Islam adalah agama yang mengajarkan dan mendidik seluruh sendi-sendi kehidupan manusia. Barangsiapa yang menilai bahwa Islam itu hanyalah ajaran yang bergerak di balik tembok-tembok masjid dan majelis taklim serta bukan ajaran yang mengatur permasalahan ekonomi ummat, perpolitikan, dan undang-undang negara, maka ia telah salah besar. Aturan Islam mengikat sehari-hari dan tidak terbatas oleh ruang dimanapun serta tidak pula disekat dengan waktu kapanpun. Peraturan yang mengikat itu bukanlah penjara yang mengekang hingga mematikan fitrah manusia. Namun, ia adalah lampu penerang yang menyinari perjalanan sang makhluk menuju kebahagiaan.

Kamil, sifat yang melekat kuat dalam agama Islam. Definisi tersebut berarti menandakan bahwa Islam ialah agama yang sempurna. Kesempurnaannya jauh dari noda-noda hitam yang kotor dan terhindar dari analogi-analogi manusia yang bodoh atau terkecoh. Dia berfirman: "Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agamamu. (al-Maaidah: 3).

Allah menjelaskan kepada kita bahwa agama-Nya telah Ia sempurnakan. Rasulullah Sw telah menyampaikan risalah Allah ini dengan sepenuhnya tanpa ada yang disembunyikan. Sempurna itu tidak lain berarti jauh dari kekurangan dan kelebihan. Arti lainnya, ajaran Islam tidak bisa dikurang-kurang atau diminimalisir dengan alasan apapun. Begitupun sebaliknya, ajaran Islam tidak bisa ditambah-tambah dengan ajaran baru manapun.

Mengurang-ngurangi ajaran Islam berarti menganggap bahwa Islam tidak sempurna lagi dan secara tidak langsung ia telah menganggap bahwa Allah hanya menyempurnakan agama-Nya di saat Nabi hidup, serta menganggap bahwa Rasulullah Sw berlebih-lebihan dalam menyampaikan risalahnya, sehingga ajaran Islam harus dikurangi. Begitupun dengan menambah-nambah ajaran Islam dengan syariat-syariat baru berarti ia menganggap bahwa Islam belum sempurna dan secara tidak langsung pula ia telah menganggap bahwa Allah belum menyempurnakan agama-Nya serta menganggap bahwa Rasulullah Sw menyembunyikan risalahnya, sehingga harus ada yang ditambah.

Untuk itulah, kita meyakini bahwa tidak ada jalan menuju kemuliaan dan kebahagiaan selain Islam. Baik kemuliaan dan kebahagiaan dalam beribadah, bermuamalah, dan bersiyasah. Dan, kita pun wajib untuk menjaga kemurnian agama Islam. Menjaga agar praktik-praktik ibadah itu senantiasa bersandar pada pemahaman Rasulullah dan para sahabatnya, yaitu manhaj (metodologi) Ahlus Sunnah wal Jama'ah. Wallahu'alam...

Gemerlap Hedonisme

Gaya hidup yang serba glamour sudah kian diburu oleh sang pencari kenikmataan sesaat. Segala yang dimiliki akan dikorbankan demi nafsu yang terus menggelora. Bagi mereka, dunia adalah segalanya. Sedangkan akhirat hanyalah impian kosong yang menjadi racun kenikmatan dunia. Inilah fenomena yang sangat menjamur di tengah-tegah panasnya kehidupan.

Sejarah dan paham Hedonisme
Hedonisme dikembangkan oleh dua orang filosof Yunani, Epicurus (341-270 SM) dan Aristippus of Cyrine (435-366 SM). Mereka berdualah yang dikenal sebagai perintis paham Hedonisme. Sebenarnya, dua filosof ini menganut aliran yang berbeda. Bila Aristippus lebih menekankan kepada kesenangan badani atau jasad seperti makan, minum, seksualitas, maka Epicurus lebih menekankan kepada kesenangan rohani seperti bebas dari rasa takut, bahagia, tenang batin, dan lain sebagainya. Namun, kedua-duanya berpendapat sama yaitu kesenangan yang diraih adalah kesenangan yang bersifat privat atau pribadi.

Paham hedonisme sendiri berarti suatu pemikiran yang menjadikan tujuan hidupnya adalah kesenangan materi. Kesenangan yang memuaskan jiwa dan batin setiap manusia. Epicurus berpendapat bahwa kenikmatan materi adalah tujuan utama dalam hidup. Filsafatnya menitikberatkan pada etika yang memberikan ketenangan batin. Hedone (kenikmatan atau kesenangan) diperoleh dengan memuaskan keinginannya. Manusia harus bisa memilih keinginannya agar dapat mencapai kepuasan yang mendalam. Hedonisme yang hanya mencari kenikmatan materi demi kepuasan jiwa tidaklah sempurna sampai seseorang terjauh dari kehidupan spiritual yang dianggap mengekang manusias.

Filosof Aristippus mengatakan bahwa kesenangan merupakan rasa dari watak yang lema lembut dan tujuan kehidupan yang sebenarnya. Semua kesenangan nilainya sama akan tetapi berbeda dalam tingkat lamanya. Sebenarnya, tokoh-tokoh filsafat yang mendukung hedonisme tidak sedikit. Akan tetapi, mereka berdualah yang paling vokal dalam menyampaikan ide-ide hedonisme sehingga menyebar ke seluruh penjuru dunia. Inti dari pemikiran mereka adalah kenikmatan yang menjadi tujuan sejati dari kehidupan manusia. Kenikmatan tersebut haruslah membawa kepuasan jiwa dan batin seseorang. Tidak peduli apakah kenikmatan itu bertentangan dengan nilai-nilai moral dan agama atau tidak. Yang pasti, kenikmatan adalah segala-galanya.

Akar dari filsafat ini adalah keadaan setiap manusia yang memiliki nafsu dan penilaian mereka bahwa manusia adalah homo ludens (makhluk yang senantiasa bermain-main). Setiap manusia yang hidup dikaruniai nafsu. Nafsu itulah yang mendorong manusia untuk mencapai kepuasan. Dengan kata lain, keinginan manusia untuk mencapai kepuasan adalah hal yang wajar karena hal ini sudah menjadi bagian dari kehidupan. Menurut paham hedonisme, keberadaan nafsu tidak bisa dikendalikan dengan cara apapun. Oleh karena itu, menghalalkan segala cara untuk memuasakan nafsu adalah cara yang sah.

Pengaruh Hedonisme di Eropa dan dunia
Eropa menjadi tempat yang subur bagi perkembangan Hedonisme. Paham ini tumbuh pesat di kawasan Eropa karena moral masyarakat Eropa yang rendah. Hedonisme sangat mempengaruhi gaya hidup masyarakat Eropa. Pengaruh paham ini sangat berdampak jelas. Terlihat dari tingkah laku mereka dalam kehidupan sehari-hari. Mereka sangat menggemari musik (baik musik klasik maupun musik kontemporer), mereka juga menghalalkan free sex (seks bebas) selama hal itu dilakukan suka sama suka. Perkawinan bagi mereka hanyalah topeng bahwa mereka taat pada nilai-nilai moral. Pada hakikatnya, kenikmatan seks hanya mereka dapati dari para pelacur dan hal itu sudah dimaklumi oleh masing-masing pasangan. Jika para suami berselingkuh maka ia pun harus mengizinkan istrinya berbuat serong dengan lelaki lain.

Bukan itu saja, masyarakat Eropa sudah terbiasa dengan minuman keras dan narkoba. Mereka menggunakan itu ketika dirundung masalah. Tidak ada tempat pelarian bagi mereka selain miras (minuman keras) dan narkoba. Minuman keras dan narkoba dianggap sebagai sebuah kenikmatan yang mampu menghilangkan kesedihan. Itulah sebagian potret dari pengaruh Hedonisme di Eropa. Bukan saja di negara-negara Barat, belahan dunia manapun menjadi sasaran empuk bagi penyebaran budaya hedonisme. Setiap negara-negara di penjuru dunia hampir terjangkiti pemikiran dan gaya hidup ini. Hedonisme membentang dari belahan bumi timur sampai barat dan merambah dari belahan bumi utara sampai selatan. Entah mengapa hedonisme begitu cepat dan mudah untuk dikonsumsi oleh masyarakat dunia. Namun itulah kenyataan yang terjadi.

Dampak dari Paham Hedonisme
Paham hedonisme ternyata banyak membawa dampak buruk. Di antaranya adalah pada bidang-bidang berikut ini:

Bidang Aqidah
Tidak bisa dipungkiri lagi bahwa budaya hedonisme sangat membahayakan aqidah seorang muslim. Aqidah seorang muslim akan terancam apabila ia tersusupi oleh budaya hedonisme. Sebagaimana telah kita ketahui bahwa hedonisme mengajarkan kita akan kenikmatan dunia sebagai tujuan hidup dan kesenangan akhirat hanyalah impian kosong. Jika hal ini sudah diyakini, maka seseorang bisa menjadi ingkar pada kehidupan surga dan neraka. Mereka yang terpengaruh pada pemikiran hedonisme terancam menjadi orang-orang yang kafir akan keberadaan akhirat.

Surga akan menjadi khayalan belaka dan neraka tidak akan menjadi cambuk bagi setiap perbuatan manusia. Baginya, kesenangan surga itu bisa didapat di dunia dan azab neraka itu hanyalah dusta. Neraka dipandang sebagai sosok yang hanya menakut-nakuti manusia untuk bersenang-senang.

Bidang Prilaku
Tingkah laku seseorang biasanya ditentukan dari pola pikir dan keimanan yang ia miliki. Sebagai contoh, orang yang percaya akan adanya dosa bagi setiap perbuatan tercela maka ia akan bersikap hati-hati dalam tingkah laku. Sebaliknya, orang yang sama sekali tidak meyakini akan adanya dosa maka ia senantiasa berbuat sekehendak dirinya. Tentu, hedonisme akan menjadikan setiap manusia berbuat sesuka hati dan bertingkah laku sekehendak nafsu. Segala apapun akan ia perbuat demi keinginan syahwatnya. Jika ia butuh uang namun ia tidak bekerja maka mencuri bisa menjadi jalan pintas. Sedangkan jika sudah mendapatkan jabatan maka korupsi menjadi solusi singkat untuk merauk keuntungan berlipat. Jika nafsu birahinya menggelora namun ia enggan menikah maka pelacur bisa ia jadikan alat pemuas seketika. Sedangkan jika sudah berkeluarga maka selingkuh menjadi penyelewengan yang sah.

Musik dan suara hingar bingar lainnya menjadi bagian rutinitas yang harus ia lewati. Ia dengarkan lagu-lagu demi kepuasan jiwanya terhadap musik. Jika dirasa tidak memuaskan maka ia akan membesarkan volume suranya agar menggema di setiap ruang. Tak peduli apakah ada orang yang merasa terganggu dengan suara bising tersebut. Yang pasti, dengan volume suara yang besar, ia seakan menikmati konser musik yang memuaskan.

Selain itu, tentu kita bisa menilai bahwa pemikiran dan gaya hidup hedonisme ini adalah kotoran yang menodai kehormatan seseorang. Ya, nilai dan jati diri seorang manusia menjadi terhina dina. Seks bebas telah menghancurkan nilai-nilai kehormatan manusia. Busana-busana wanita yang jauh dari tradisi Islam telah menjatuhkan martabat kaum hawa ke dalam derajat yang rendah. Ketika hijab dianggap kuno maka rasa malu telah hilang dan lenyap dalam kehidupan bermasyarakat. Namun, kebanyakan para wanita tidak peduli dengan permasalahan ini. Mayoritas dari mereka sudah termakan dengan gaya hidup seks bebas yang dianggap modern serta pengaruh fashion yang dianggap sebagai bentuk kemajuan zaman.

Ini hanya sebagian contoh kecil yang terjadi akibat pemikiran dan gaya hidup hedonisme. Ia hanya membentuk karakter manusia yang terbuai dan terlena, malas dalam mengerjakan tugas, menghacurkan norma-norma kesopanan dan kesusilaan, selalu tidak pernah bersyukur atas segala yang dikaruniakan, dan melemahkan mental seseorang.

Bidang Ekonomi
Sudah barang tentu, kita mengenal Kapitalis sebagai sistem yang berkembang pesat di hampir negara-negara dunia. Baik negara miskin, berkembang, maupun negara maju, semuanya menganut sistem Kapitalisme sebagai dasar pijakan dari bidang ekonomi di negara mereka. Pilar-pilar kapitalisme mendorong setiap individu untuk meraih keuntungan sebanyak-banyaknnya. Dalam prinsip ini, modal yang kuat akan mampu menguasai pasar. Memonopoli pasar menjadi hal yang bisa terjadi bagi mereka yang memiliki modal besar. Orang yang miskin dan tidak memiliki modal kuat akan tersisihkan oleh para pemegang modal. Sehingga di beberapa dunia, negara-negara miskin tetaplah miskin karena mereka kalah saing dengan negara-negara maju.

Keadaan ekonomi suatu negara akan berpengaruh pada keadaan politik negara tersebut. Dominasi suatu negara asing terhadap negara tertentu dalam mengelola pasar akan menjadikan penjajahan baru yang berbentuk non-fisik. Sebagai contoh, kekuatan modal yang dimiliki Amerika mampu mendominasi pasar di hampir seluruh negara-negara dunia, baik negara muslim maupun negara kafir. Akibatnya, setiap kebijakan-kebijakan politik yang dikeluarkan oleh negara-negara tersebut tidak boleh bertentangan dengan kepentingan Amerika.

Jika salah satu negara-negara itu mengeluarkan kebijakan yang ditentang oleh Amerika maka sangsinya adalah boikot dari Amerika dan para sekutunya. Boikot ini secara tidak langsung akan melemahkan negara tersebut. Inilah bukti bahwa sistem ekonomi Amerika adalah sistem keserakahan yang berawal dari paham hedonisme yang mereka gemari. Tidak hanya Amerika, negara-negara Eropa lainnya bahkan negara-negara yang masuk kategori negara miskin pun selalu ingin mencoba untuk melakukan apa yang telah dilakukan oleh Amerika. Mereka mengadopsi kapitalisme di berbagai sudut kehidupan ekonomi di negaranya.

Hal ini terlihat jelas dari adanya pengrusakan sumber daya alam yang dimiliki. Sebenarnya, negara-negara maju seperti Amerika dan negara-negara Eropa, mereka tidak memiliki sumber daya alam yang besar. Sebaliknya, negara-negara berkembang dan miskin, mereka memiliki sumber daya alam yang kaya dan melimpah. Salah satu contoh yang terjadi di Indonesia adalah kasus Mega Proyek Ladia Galaksa yang merusak lingkungan dengan menerobos hutan lindung di kawasan Ekosistem Leuser. Pada awal tahun 2002, proyek ini tidak dilengkapi oleh AMDAL (Analisis mengenai Dampak Lingkungan Hidup). Padahal, AMDAL adalah syarat mutlak yang harus dipenuhi bagi setiap proyek yang memiliki dampak besar dan penting bagi kehidupan lingkungan.

Hal ini jelas merupakan pelanggaran terhadap ketentuan perundang-undangan Lingkungan Hidup, yakni Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 mengenai Pengelolaan lingkungan Hidup, Peraturan Pemerintah No.27 tahun 1999 mengenai AMDAL. Berawal dari sini, hedonisme menjiwai para pengusaha lokal yang hidup di beberapa negara miskin. Mereka meraih keuntungan yang banyak dengan cara menggali sumber daya alam tanpa batas. Tangan-tangan merekalah yang telah menggunduli hutan, mengotori sungai, mencemari ekosistem laut, dan penebar racun di udara. Para pengusaha lokal tersebut memperkaya diri mereka demi sebuah kesenangan hidup. Padahal secara tidak langsung, mereka telah menghancurkan keseimbangan alam dan menghilangkan mata pencaharian bagi orang-orang yang bergantung pada alam.

Bidang Politik
Hampir di setiap negara-negara dunia, demokrasi menjadi sistem politik yang berkembang. Sistem demokrasi dianggap memberikan kebebasan yang lebih baik bagi setiap warganya. Hal ini karena demokrasi berdasarkan pada prinsip liberalisme dan humanisme. Acuan dalam berdemokrasi adalah suara rakyat. Artinya, kepentingan rakyat adalah segalanya. Kepentingan tersebut akan dianggap sah dan legal selama kepentingan itu berasal dari suara mayoritas. Tidak menjadi soal apakah kepentingan itu bertentangan dengan nilai-nilai agama atau tidak. Karena, agama sama sekali tidak berperan dalam sistem demokrasi.

Prinsip yang terkandung dalam sistem demokrasi ini mengarah pada nilai-nilai kebebasan tanpa batas. Kebebasan tanpa batas itulah yang menjadi landasan pemahaman hedonisme. Dengan kata lain, setiap sistem politik harus mengedepankan nilai-nilai kebebasan tanpa batas. Jika ada sistem politik yang dirasa mengekang kebebasan publik maka sistem politik tersebut harus ditiadakan.

Bidang keamanan sosial
Setiap jiwa manusia diselimuti oleh nafsu. Hal itu sudah menjadi naluri kehidupan. Islam menjelaskan bahwa nafsu itu selalu mengajak pada perbuatan yang buruk. Di sisi lain, kita sebagai manusia harus menjalin hidup bermasyarakat. Artinya, satu sama lain harus saling menjaga, melindungi, dan menghormati. Kehidupan masyarakat akan menjadi kacau jika setiap individu selalu mementingkan keinginan pribadi. Jika keinginan pribadi tersebut bertentangan dengan norma-norma bermasyarakat maka hal ini menjurus pada tindakan kriminalitas.

Misalnya, seorang RT yang serakah dan tamak akan harta, bisa saja dia melakukan tindak korupsi dan menipu warganya. Seorang warga mencuri harta tetangganya demi meraih beberapa kekayaan yang diinginkannya. Atau, seorang remaja memperkosa gadis di kampungnya sendiri demi memuaskan hasratnya. Bukankah hal ini menandakan bahwa hedonisme yang merasuk setiap individu akan membawa petaka bagi kelangsungan hidup bermasyarakat?

Bidang kesehatan
Hedonisme tidak pernah terlepas dengan dunia hiburan dan hura-hura. Seks bebas, zat-zat adiktif, musik, dan minuman keras, acapkali menjadi teman bagi kaum pencari kenikmatan semu. Padahal, itulah yang sebenarnya membahayakan jiwa mereka. Namun, jarang di antara mereka yang tersadar walaupun begitu banyak nyawa yang sudah melayang karena gaya hidup yang mereka tempuh.

1. Menyebarnya HIV dan AIDS
Akhir-akhir ini kita sering mendengar istilah AIDS. Ia adalah salah satu dari penyakit-penyakit mematikan yang diakibatkan oleh gaya hidup seks bebas. AIDS adalah kependekan dari Acquired Immune Deficiency Syndrome (Gejala lumpuhnya sistem kekebalan tubuh). AIDS merupakan kumpulan berbagai gejala dan infeksi sebagai akibat dari hilangnya sistem kekebalan tubuh karena terinfeksi oleh virus HIV (Human Immunodeficiency Virus). Sampai sekarang, meskipun telah dilakukan serangkaian penelitian, akan tetapi obat penangkal penyakit ini belum juga ditemukan.

AIDS pertama kali menyebar di Amerika pada abad ke-20 dan sekarang telah menjadi wabah global. Organisasi kesehatan dunia WHO memperkirakan 2,8 - 3,5 juta jiwa meninggal dunia karena AIDS pada tahun 2004 saja. Penularan AIDS yang paling sering terjadi ialah karena melakukan hubungan seks bebas. Hubungan seks bebas sangat rentan terhadap penularan virus HIV karena seringnya berganti pasangan. Jalur lain yang menjadi jalan mudah penularan HIV AIDS adalah jarum suntik bagi para pemakai narkoba. HIV ini bisa ditemukan pada air liur, air mata, air keringat, air tajin, dan sperma orang yang terinfeksi. Di Asia, wabah HIV disebabkan oleh para pengguna obat penenang lewat jarum suntik, hubungan seks sejenis (homo) maupun dengan lawan jenis, baik dengan pekerja seks komersial (PSK) atau pasangan mereka.

2. Bahaya Narkoba
Istilah narkoba adalah kependekan dari narkotika dan obat-obatan berbahaya. Narkotika sendiri berasal dari bahasa Yunani narkotikos, yang berarti 'menggigil'. Ditemukan pertama kali berasal dari substansi-substansi yang dapat membantu orang untuk tidur.Sejak dahulu kala, masyarakat sudah mengenal istilah madat sebagai sebutan untuk candu atau opium, yaitu suatu golongan narkotika yang berasal dari getah kuncup bunga tanaman Poppy yang banyak tumbuh di sekitar Thailand, Myanmar dan Laos (The Golden Triangle) serta di beberapa wilayah Pakistan dan Afganistan. Sejak Afghanistan diduduki oleh Amerika, Afghanistan menjadi produsen opium terbesar di dunia. Padahal, pada era Thaliban ladang-ladang opium tersebut telah dimusnahkan sebagian besarnya.

Selain Narkoba, istilah lain yang juga diperkenalkan, khususnya oleh Departemen Kesehatan RI, adalah NAPZA yaitu singkatan dari Narkotika, Pasikotropika dan Zat adiktif lainnya. Semua istilah ini sebenarnya mengacu pada sekelompok zat yang umumnya mempunyai risiko kecanduan (adiksi). Narkoba atau NAPZA merupakan bahan atau zat yang bila masuk ke dalam tubuh akan mempengaruhi tubuh terutama susunan syaraf pusat atau otak. Sehingga, jika disalahgunakan bisa menyebabkan gangguan fisik, psikis, dan fungsi sosial. Zat adiktif lainnya adalah alkohol atau metanol, tembakau (yang menjadi bahan dasar rokok), gas yang dihirup (inhalansia) maupun zat pelarut (solven). Pemakaian rokok dan alkohol cenderung menjadi pintu masuk penyalahgunaan Narkoba lainnya yang lebih berbahaya.

Efek narkoba itu sangat banyak sekali. Diantaranya adalah:
• Denyut nadi melambat.
• Tekanan darah menurun.
• Otot-otot menjadi lemas.
• Diafragma mata (pupil) mengecil (pin point).
• Mengurangi bahkan menghilangkan kepercayaan diri.
• Ketergantungan dapat terjadi dalam beberapa hari.
• Efek samping juga menimbulkan kesulitan dorongan seksual (disfungsi sexual), kesulitan membuang hajat besar, jantung berdebar-debar, kemerahan-merahan dan gatal di sekitar hidung, serta timbul gangguan tidur.
• Mulut kering dan warna muka berubah.
• Mata berair dan tangan gemetar.
• Menimbulkan euforia (rasa takut).

3. Minuman Keras
Minuman beralkohol adalah minuman yang mengandung etanol. Etanol adalah bahan psikoaktif dan bisa menyebabkan penurunan kesadaran. Bila dikonsumsi, minuman beralkohol dapat menimbulkan ganggguan mental organik (GMO), yaitu gangguan dalam fungsi berpikir, merasakan, dan berprilaku. Timbulnya GMO itu disebabkan reaksi langsung alkohol pada sel-sel saraf pusat. Karena sifat adiktif (kecanduan) alkohol itu, orang yang meminumnya akan menambah takaran sampai pada dosis keracunan atau mabuk. Mereka yang terkena GMO biasanya mengalami perubahan perilaku, seperti ingin berkelahi atau melakukan tindakan kekerasan lainnya, tidak mampu menilai realitas, terganggunya fungsi sosial, dan terganggu pekerjaannya. Perubahan fisiologis juga terjadi, seperti cara berjalan yang tidak tegak, muka merah, atau mata juling. Perubahan psikologis yang dialami oleh konsumen misalnya mudah tersinggung, bicara tidak jelas, atau kehilangan konsentrasi. Mereka yang sudah ketagihan biasanya mengalami suatu gejala yang disebut sindrom putus alkohol, yaitu rasa takut jika berhenti mengkonsumsi alkohol. Mereka akan sering gemetar dan jantung berdebar-debar, cemas, gelisah, murung, dan banyak ber-halusinasi.

Contoh-contoh prilaku Hedonisme
Kami akan paparkan beberapa contoh yang sangat lekat dengan gaya hidup hedonisme. Beberapa di antaranya adalah:

Pesta Tahun Baru
Pesta yang hingar bingar dan penuh dengan alunan-alunan musik menjadi suasana yang pasti dalam sebuah pesta tahun baru. Suara-suara terompet dan tabuhan alat-alat perkusi memeriahkan perhelatan yang senantiasa diadakan setiap tahun. Itulah pesta tahun baru yang selalu dinanti dan dimeriahkan. Seakan menjadi kewajiban bagi setiap manusia untuk merayakan upacara pergantian tahun itu. Terkadang acara pesta tahun baru selalu didanai oleh pemerintah. Negara tidak pernah absen untuk mengeluarkan uang yang tidak sedikit hanya untuk memeriahkan pesta. Jika acara dirasa kurang menarik, ini menandakan bahwa uang negara sedang pas-pasan. Kalau sudah demikian, citra sebuah negara akan buruk di mata internasional. Tapi, negara mana yang rela mendapatkan citra buruk di mata dunia? Walau keadaan negara sedang kacau, penuh hutang, rakyat menderita, pesta tahun baru harus dilaksanakan.

Sebagai contoh di Indonesia, kita bisa saksikan betapa morat-maritnya keadaan ekonomi bangsa ini, kemiskinan semakin tak terbendung, harga sembako kian melambung, pengangguran terus bertambah, dunia pendidikan masih perlu biaya. Namun, semua itu seakan terlupakan dan uang berhamburan demi sebuah pesta tahun baru. Kita masih ingat bahwa seorang mantan gubernur DKI pernah mengeluarkan dana seratus juta rupiah dari kas negara hanya untuk membeli kembang api bagi pesta tahun baru. Tidak tanggung-tanggung, kembang api tersebut didesain oleh para desainer Jepang. Begitulah dampak budaya hedonisme yang menimpas masyarakat di negeri seribu satu masalah ini.

Ulang Tahun
Tidak sedikit uang yang dikeluarkan untuk mengadakan pesta ulang tahun. Biaya dikeluarkan untuk pendanaan konsumsi, kue ulang tahun, baju pesta, dekorasi ruang, dan surat undangan. Biaya akan lebih besar jika acara dilakukan di gedung mewah, sewa badut untuk menghibur para tamu undangan, dan tampilan dari para pemain musik seperti band dan orkes tunggal. Acara ulang tahun selalu dimeriahkan oleh acara-acara menarik, nyanyian dari orang yang berulang tahun ataupun dari para tamu undangan. Mereka yang datang memberikan berbagai macam hadiah sebagai tanda selamat bagi yang berulang tahun. Bahkan, para tamu undangan pun terkadang mengenakan kostum-kostum yang menarik perhatian, seperti pakaian ala badut dan hantu.

Mungkin itu hanyalah sekelumit rangkaian biaya yang mesti dikeluarkan untuk acara ulang tahun. Padahal, acara ulang tahun adalah budaya orang-orang kafir yang ditiru oleh kebanyakan kaum muslimin. Sudah barang tentu bahwa perayaan tersebut adalah bentuk tasyabuh (meniru-niru kaum kafir). Selain itu, yang kita cermati saat ini adalah biaya yang tidak sedikit untuk merayakan pesta ulang tahun. Perayaan ini begitu menjamur di semua kalangan masyarakat. Nuansa hedonisme begitu kental dalam pesta ini. Kemewahan ditampilkan di tengah-tengah keadaan yang memprihatinkan. Belum tentu mereka yang merayakan ulang tahun adalah orang yang mampu mengadakannya. Banyak di antara mereka yang berani berhutang demi sebuah acara ulang tahun.

Penyalahgunaan narkoba
Narkotika dan obat-obatan berbahaya atau yang kita kenal dengan narkoba, tidak lain adalah bom waktu yang siap menghancurkan generasi-generasi penerus. Hal ini terbukti dari beberapa informasi yang menyatakan bahwa para siswa SD pun sudah mengkonsumsi zat haram tersebut. Lalu bagaimana nasib masyarakat kita nantinya jika para generasi muda telah mengalami ketergantungan pada narkoba? Namun, tidak hanya kalangan para pelajar saja yang mengalami hal demikian. Narkoba memang sudah menjadi gaya hidup bagi kebanyakan orang. Dari mulai kalangan pejabat, pengusaha, artis, seniman, dan pengangguran.

Tidak lain dan tidak bukan bahwa alasan mereka mengkonsumi barang itu adalah untuk mencari kenikmataan dan kesenangan. Narkoba menjadi barang pelarian dari setiap masalah yang mereka hadapi. Tujuannya agar mereka tidak dirundung kesedihan dan akhirnya diliputi dengan susana senang dan nikmat. Berapapun uang yang akan mereka keluarkan untuk membeli narkoba, hal itu bukan masalah yang berarti. Jika tak punya duit maka mencuri menjadi cara cepat untuk mendapatkannya. Segala cara menjadi halal selama jalan itu menuju kenikmatan dan kesenangan.

Musik dan Seni
Dunia sepertinya sepi tanpa musik dan kehidupan seakan hampa tanpa seni. Itulah beberapa ungkapan para musisi dan seniman serta para penikmatnya. Konser-konser musik digelar di setiap kota. Tak jarang, setiap konser musik berlangsung, banyak korban yang berjatuhan karena berdesak-desakan saat mereka asyik menikmati alunan musik sang idola. Banyak di antara korban itu yang meninggal dunia. Namun, peristiwa demi peristiwa tersebut tidak membuat mereka sadar akan kematian. Sebaliknya, konser terus digelar walaupun bahaya maut menjadi taruhan. Ya, musik dan seni sudah menjadi hal yang penting dalam kehidupan para hedonis. Jiwa dan perasaan mereka akan semakin nikmat dan 'melayang' jika mendengarkan musik. Pahatan-pahatan patung menjadi alat untuk dinikmati. Padahal, boleh jadi patung-patung itu adalah tokoh kaum kafir atau setidaknya menonjolkan unsur pornografi.

Manusia telanjang dan aktivitas-aktivitas seksual ditampilkan dalam sejumlah karya seni paleolitik, seperti patung Venus. Ada juga sejumlah lukisan porno di tembok-tembok reruntuhan bangunan Romawi di Pompeii. Salah satu contoh yang menonjol adalah gambar tentang sebuah bordil yang mengiklankan berbagai pelayanan seksual pada dinding di atas masing-masing pintu. Di Pompeii, orang pun dapat menjumpai beberapa gambar porno yang ditoreh di sisi jalan untuk menunju wilayah pelacuran. Sudah tidak jarang lagi kita melihat lukisan-lukisan telanjang yang terpampang namun mereka anggap sebagai karya seni yang patut dihargai. Memang, batasan pornografi dalam sebuah karya seni tidak jelas aturannya.

Kita masih ingat kasus Miss Universe dan kasus Majalah Playboy. Indonesia mengirimkan perwakilannya untuk berlomba di ajang Ratu Sejagat tersebut. Akan tetapi, banyak masyarakat (terutama kaum muslimin) yang memprotes perhelatan itu dan menolak pengiriman wakil Indonesia dalam mengikuti lomba yang diikuti oleh hampir seluruh negara. Alasan masyarakat sangat jelas bahwa ajang tersebut hanya untuk memamerkan aurat wanita dan ini justru merendahkan posisi kaum hawa. Selain itu, majalah Playboy juga diprotes sebagian besar masyarakat karena sarat dengan nilai-nilai pornografi. Namun, protes-protes tersebut dihadang oleh beberapa seniman, budayawan, artis, dan lain sebagainya dengan argumen bahwa itu adalah bagian dari apresiasi seni yang patut dibanggakan.

Seks bebas
Prinsip hedonisme telah menjadi semacam ‘alat massal penghancur moral' yang meluluhlantakkan tataran publik hingga kelapisan privat. Pornografi, seks bebas, dan penyimpangan seksual menjadi ritual baru umat manusia. Di Eropa, Denmark adalah Negara yang dengan terbuka memproklamirkan diri sebagai sentra pornografi dan prostitusi, dan Covenhagen sebagai ibu kota Negara, merangkap pusat akivitas seks bebas. Copenhagen dijuluki pusat pornografi, prostitusi, serta hiburan seks live di Eropa. Diperkirakan sekitar 1500 pekerja seks ‘beraksi’ setiap hari.

Pada kasus seks bebas lainnya, remaja di Kanada dan Amerika menduduki peringkat paling muda dalam melakukan hubungan seks, yakni pada usia 15 tahun. Selanjutnya adalah Inggris, Jerman, dan Perancis pada usia 16 tahun. Jangan salah, Indonesia pun terbilang Negara yang bebas membuat dan mengkomsumsi pornografi serta seks bebas. Rata-rata, para remaja Indonesia mengaku pernah melakukan hubungan seks pranikah pada usia SMU. Bahkan, para remaja tersebut tidak segan-segan merekam adegan itu dan menyebarkannya.

Menurut KUHP, perzinaan bukan termasuk tindakan asusila yang layak diganjar hukuman. Hanya tiga keadaan yang dapat menyeret pelaku zina masuk ke dalam bui. Pertama, dilakukan dengan paksaan atau tindak pemerkosaan. Kedua, dilakukan dengan anak di bawah umur. Ketiga, dilakukan di muka umum. Sebagai contoh, para ‘pemain’ VCD Bandung Lautan Asmara yang menghebohkan pada tahun yang lalu, ternyata tidak bisa disentuh oleh hukum karena bukan termasuk kategori perzinaan.

Pariwisata
Salah satu upaya untuk menyalurkan kesenangan ialah dengan berwisata. Pada dasarnya, seseorang boleh-boleh saja berwisata selama aktivitas tersebut tidak melanggar nilai-nilai syar'i. Adapun yang menjadi pembahasan saat ini adalah tempat-tempat wisata serta aktifitasnya yang senantiasa menjurus kepada kemaksiatan. Banyak tempat-tempat prostitusi yang tersebar luas di kawasan wisata. Tidak hanya itu, tempat wisata terkadang menjadi area yang pas untuk pesta narkoba dan miras. Biasanya, mereka melakukan hal ini di tempat-tempat penginapan. Mulai dari motel yang bertarif murah sampai hotel-hotel mewah, ditawarkan untuk memberikan pelayanan kepada para pengungjung untuk bebas melakukan apapun.

Misalnya, kawasan Bali yang dikenal luas oleh dalam dan luar negeri sebagai tempat wisata. Di Bali, angka tindak kejahatan seperti pencurian dan perampokan, serta praktek prostitusi meningkat drastis. Ini terjadi karena banyaknya permintaan terhadap prostitusi yang harus disikapi dengan meningkatkan persediaan pelayanan seks bebas. Praktek prostitusi dapat dilihat di berbagai tempat pariwisata di Bali seperti kawasan Kuta dan Sanur. Mereka yang sering melakukan hubungan seks adalah para pekerja industri pariwisata, sopir, wisatawan lokal, wisatawan asing dan orang asing yang berbisnis serta tinggal di Bali. Biasanya, para pekerja seks tersebut menyamar sebagai pemandu wisata illegal, pedagang asongan, pegawai salon kecantikan, penyewa papan selancar, dan penjual makanan serta minuman.

Perfileman
Acara-acara yang disuguhkan kepada masyarakat kerap tidak pernah terlepas dari prilaku hedonis. Tidak hanya di layar kaca, kehidupan para selebritis pun sangat kental dengan budaya hedonisme. Kehidupan glamour dan figuritas senantiasa melekat dalam keseharian para bintang film. Selain menampilkan gaya hidup yang serba mewah, perfileman juga selalu menampilkan unsur-unsur pornografi.

Di Amerika, sebuah pengamatan dan penelitian terhadap tiga saluran televisi terbesar yaitu CBS, NBC dan ABC, telah tercatat bahwa ketiganya menayangkan 113 adegan pelecehan seksual setiap minggunya. Angka-angka statistik lainnya juga menunjukkan bahwa masyarakat AS setiap harinya menghabiskan waktu dengan program-program televisi yang menayangkan adegan kekerasan dan pelecehan seksual. Penayangan tindakan kekerasan dan seksual di media-media massa AS, khususnya televisi, telah menyebabkan masyarakat negeri ini dilanda gelombang kejahatan. Majalah mingguan Inggris Sunday Times menulis, “Meskipun AS memiliki 440 ribu polisi fendral, setiap jam terjadi dua kali pembunuhan, 194 kali pencurian bersenjata, 10 kali pemerkosaan terhadap wanita dan anak-anak, dan 600 kali pencurian di rumah-rumah.” Dalam kondisi masyarakat seperti ini, Hollywood berarti cikal bakal timbulnya kebudayaan seks dan kekerasan di AS. Kondisi yang memprihatinkan ini tidak saja membahayakan bangsa AS sendiri, namun juga membahayakan masyarakat dunia mengingat besarnya penyebaran film-film produksi AS di seluruh dunia.

Industri perfileman merupakan bisnis yang paling menguntungkan. Hal ini terjadi karena budaya konsumtif masyarakat terhadap film semakin meningkat. Tidak hanya itu, sisi-sisi kehidupan sang bintang yang glamour selalu menjadi perhatian publik yang acapkali ditiru. Dengan kata lain, film dan acara-acara televisi yang ditayangkan adalah jalan yang sangat mulus dalam upaya penyebaran budaya hedonisme dan kebebasan.

Kesimpulan
Hedonisme tidak hanya sebuah gaya hidup yang serba bebas, melainkan sebagai pemikiran dan kepercayaan yang tentunya berakhir pada kehancuran nilai-nilai agama. Kesenangan yang ditawarkan dalam budaya hedonisme tidak lain bersifat fana dan menipu. Apa yang kini dianggap modern belum tentu berbuah baik bagi kehidupan manusia. Narkoba, seks bebas, musik, korupsi, dan lain sebagainya adalah bagian dari beberapa tindak kriminal yang dilakukan karena hanya ingin mencari kenikmatan dan kesenangan. Hedonisme selalu berakibat buruk bagi kehidupan manusia. Aspek aqidah, prilaku, sistem ekonomi, politik, sosial, dan kesehatan, akan menjadi hancur dan kacau akibat dampak dari gaya hidup yang egois ini.

Sikap Syi’ah Rafidhah Terhadap Para Shahabat Nabi

Sesungguhnya aqidah Syi’ah Rafidhah adalah aqidah yang berpijak di atas pencacian, pencelaan dan pengkafiran terhadap para shahabat Rasulullah. Lalu, mana buktinya?

al-Kulayniy ar-Rafidhiy berkata: “Seluruh shahabat sepeninggal Rasulullah telah murtad (keluar dari Islam), kecuali tiga orang, yaitu al-Miqdad bin al-Aswad, Abu Dzar al-Ghifariy dan Salman al-Farisiy!” (Furū’ al-Kāfī, hal. 115)

al-Majlisiy ar-Rafidhiy menukil perkataan hamba sahaya Ali bin al-Husain kepadanya (secara dusta): “Engkau berhak mendapatkan pelayananku, maka ceritakan kepadaku tentang Abu Bakar dan Umar?, maka ia menjawab: “Mereka berdua adalah kafir, dan orang yang mencintai keduanya termasuk kafir pula!” (Haqq al-Yaqīn, hal. 522)

al-Qummiy ar-Rafidhiy ketika menafsirkan firman Allah: “...dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan….” [QS. an-Nahl (16): 90], maka ia berkata: “al-Fahsya (perbuatan keji) adalah Abu Bakar, al-munkar adalah Umar dan al-baghy (permusuhan) adalah Utsman!” (Tafsir al-Qummiy, hal. 218)

Dalam kitab Miftāh al-Jinān mereka (Syi’ah) berdoa: “Ya Allah, limpahkanlah salam sejahtera kepada Muhammad dan keluarganya, dan laknatlah kedua patung Quraisy, kedua jibt dan thaghutnya (maksudnya Abu Bakar dan ‘Umar serta kedua anak perempuannya (‘Aisyah dan Hafshah)!” (hal. 114)

Pada tanggal 10 Muharram, mereka biasa membawa anjing yang diberi nama ‘Umar, kemudian beramai-ramai mereka memukulinya dengan tongkat dan melemparinya dengan batu sampai mati. Kemudian merekapun mendatangkan kambing betina yang diberi nama ‘Aisyah, kemudian mereka mulai mencabuti bulunya dan memukulinya dengan sepatu sampai mati! Merekapun gemar mengadakan pesta dalam rangka merayakan hari kematian ‘Umar bin al-Khaththab dan malah menyematkan penghargaan kepada pembunuhnya, Abu Lu’lu’ah al-Majusiy dengan gelar “Pahlawan Agama yang Gagah Berani”!

Saudaraku kaum muslimin....
Lihat, rasakan dan saksikanlah oleh kalian, betapa “menggelegar” kebencian dan dendam kesumat serta bejadnya mereka, kaum yang menyimpang dari agama, serta betapa keji dan kotornya mulut-mulut lancang mereka yang dialamatkan kepada generasi terbaik setelah para nabi dan rasul, generasi yang dipuji oleh Allah dan Rasul-Nya, dan umatpun telah sepakat terhadap keadilan dan keutamaan mereka, bahkan sejarah dan realita pun telah mencatat lembaran-lembaran kebaikan mereka dalam menegakkan agama dengan tinta emas!

Sebagai penutup, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata: “...akan tetapi orang-orang Yahudi dan Nashrani memiliki keistimewaan yang tidak dimiliki oleh orang-orang Syi’ah Rafidhah, yaitu: Apabila orang-orang Yahudi ditanya tentang siapakah sebaik-baik pemeluk agama kalian, maka mereka akan menjawab: “Para shahabat Musa!”, dan apabila orang-orang Nashrani ditanya tentang siapakah sebaik-baik pemeluk agama kalian, maka mereka akan menjawab: “Para shahabat setia ‘Isa!” Namun manakala orang Rafidhah ditanya tentang siapakah orang yang paling buruk dari pemeluk agama kalian, maka mereka akan menjawab: “Para shahabat Muhammad!” (Minhaj as-Sunnah: 1/24)

Semoga Allah meridhai seluruh shahabat Rasulullah dan para ummahāt al-mu’minīn, orang-orang terbaik, mulia dan agung. Dan semoga laknat Allah dilimpahkan kepada sekte Syi’ah Rafidhah, yang benar-benar hina lagi terhina!

Animisme dan Dinamisme

Pengertian Animisme
Kata animisme berasal dari bahasa latin, yaitu anima yang berarti 'roh'. Kepercayaan animisme adalah kepercayaan kepada makhluk halus dan roh. Keyakinan ini banyak dianut oleh bangsa-bangsa yang belum bersentuhan dengan agama wahyu. Paham animisme mempercayai bahwa setiap benda di bumi ini (seperti laut, gunung, hutan, gua, atau tempat-tempat tertentu), mempunyai jiwa yang mesti dihormati agar jiwa tersebut tidak mengganggu manusia, atau bahkan membantu mereka dalam kehidupan ini.

Banyak kepercayaan animisme yang berkembang di masyarakat. Seperti, kepercayaan masyarakat Nias yang meyakini bahwa tikus yang sering keluar masuk rumah adalah jelmaan dari roh wanita yang meninggal dalam keadaan melahirkan. Atau, keyakinan bahwa roh orang yang sudah meninggal bisa masuk kedalam jasad binatang lain, seperti babi hutan dan harimau. Biasanya, roh tersebut akan membalas dendam terhadap orang yang pernah menyakitinya ketika hidup. Kepercayaan semacam ini hampir sama dengan keyakinan reinkarnasi. Reinkarnasi sendiri tidak lain adalah pemahaman masyarakat Hindu dan Budha yang percaya bahwa manusia yang sudah mati bisa kembali lagi ke alam dunia dalam wujud yang lain. Jika orang tersebut baik selama hidupnya, biasanya ia akan ber-reinkarnasi dalam wujud merpati. Namun, jika dikenal dengan perangainya yang buruk, maka ia akan kembali hidup dalam wujud seekor babi.

Pengertian Dinamisme
Perkataan dinamisme berasal dari bahasa Yunani, yaitu dunamos, sedangkan dalam bahasa Inggris berarti dynamic dan diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia dengan arti kekuatan, daya, atau kekuasaan. Definisi dari dinamisme memiliki arti tentang kepercayaan terhadap benda-benda di sekitar manusia yang diyakini memiliki kekuatan ghaib.

Dalam Ensiklopedi umum, dijumpai defenisi dinamisme sebagai kepercayaan keagamaan primitif yang ada pada zaman sebelum kedatangan agama Hindu di Indonesia. Dinamisme disebut juga dengan nama preanimisme, yang mengajarkan bahwa tiap-tiap benda atau makhluk mempunyai daya dan kekuatan. Maksud dari arti tadi adalah kesaktian dan kekuatan yang berada dalam zat suatu benda dan diyakini mampu memberikan manfaat atau marabahaya. Kesaktian itu bisa berasal dari api, batu-batuan, air, pepohonan, binatang, atau bahkan manusia sendiri.

Dinamisme lahir dari rasa kebergantungan manusia terhadap daya dan kekuatan lain yang berada di luar dirinya. Setiap manusia akan selalu merasa butuh dan harap kepada zat lain yang dianggapnya mampu memberikan pertolongan dengan kekuatan yang dimilikinya. Manusia tersebut mencari zat lain yang akan ia sembah yang dengannya ia merasa tenang jika ia selalu berada di samping zat itu. Sebagai contoh, ketika manusia mendapatkan bahwa api memiliki daya panas, maka ia akan menduga bahwa apilah yang paling berhak ia sembah karena api telah memberikan pertolongan kepada mereka ketika mereka merasa dingin. Ia mengira bahwa api memiliki kekuatan misteri yang tidak mungkin dimiliki oleh manusia sehingga ia akan menyembahnya. Atau contoh lainnya, seperti penyembahan masyarakat Jepang terhadap matahari. Mereka sangat mengagungkan dan menghormati matahari karena mereka percaya bahwa matahari-lah yang pantas disembah disebabkan kekuatan sinarnya yang memancar ke seluruh dunia. Karena sebab itulah, mereka menyembah sesuatu selain Allah. Mereka menyembah Allah karena mereka bodoh dan jahil dalam mengenal Tuhan.

Sejarah Lahirnya Paham Animisme dan Dinamisme
Keberadaan paham atau aliran animisme dan dinamisme ini tidak terlepas dari sejarah bangsa Indonesia. Sebagaimana telah diketahui bersama bahwa Hindu dan Budha telah hadir lebih awal dalam peradaban nusantara. Masyarakat kita telah mengenal kedua agama budaya daripada agama Islam. Namun, sebelumnya ada periode khusus yang berbeda dengan zaman Hindu-Budha. Masa itu adalah masa pra-sejarah. Zaman ini disebut sebagai zaman yang belum mengenal tulisan. Pada saat itu, masyarakat sekitar hanya menggunakan bahasa isyarat sebagai alat komunikasi.

Di zaman itulah, masyarakat belum mengenal agama. Mereka belum mengerti tentang baik dan buruk. Mereka juga belum mengerti tentang aturan hidup karena tidak ada kitab suci atau undang-undang yang menuntun kehidupan mereka. Tidak ada yang istimewa pada zaman ini kecuali kepercayaan primitif mereka tentang animisme dan dinamisme. Disebutkan oleh para sejarawan bahwa nenek moyang bangsa Indonesia berasal dari kawasan tengah benua Asia. Ada yang mengatakan bahwa mereka bersebelahan dengan masyarakat Tiongkok. Ada juga yang menyebut nenek moyang bangsa Indonesia berasal dari kawasan selatan Mongol. Yang pasti, para sejarawan tersebut sepakat bahwa nenek moyang bangsa Indonesia berasal dari kawasan Asia.

Menurut sejarah, diceritakan bahwa nenek moyang bangsa Indonesia tersebut berpindah-pindah mengikuti aliran sungai di India. Sampai pada abad ke-40 SM, mereka pindah dan kemudian menetap di kawasan nusantara. Mereka tersebar di sepanjang pesisir pulau Sumaterera dan Jawa. Ada juga yang menempati daerah pedalaman Kalimantan dan Sulawesi. Penyebaran ini tidak terjadi dengan proses yang cepat. Pertumbuhan masyarakatnya pun tidak begitu pesat. Hal ini disebabkan karena sedikitnya alat transportasi untuk menghubungkan satu pulau dengan pulau yang lain. Ditambah dengan tidak adanya bahasa yang disepakati antara mereka sehingga menyulitkan mereka dalam berkomunikasi dengan pihak luar.

Nenek moyang bangsa Indonesia ini tidak hanya membawa barang-barang kuno sebagai perbekalan hidup mereka. Di samping itu, mereka juga membawa budaya, tradisi, ataupun kepercayaan yang sebelumnya telah mereka dapati dari bangsa lain di luar nusantara. Menurut sejarah, banyak terjalin interaksi di antara manusia saat itu. Mereka yang dulu mendiamai bumi nusantara telah menjalin interaksi dengan bangsa Tiongkok, Mongol, Aria, dan suku-suku di kawasan India. Dari interaksi inilah, nenek moyang Indonesia banyak mengadopsi pemikiran dan kepercayaan dari bangsa luar, seperti Cina dan India.

Walaupun Hindu dan Budha belum menguasai bumi nusantara, banyak di antara mereka yang sudah melakukan proses ritual-ritual tertentu. Kepercayaan animisme dan dinamisme telah tumbuh dan berkembang pesat di sekitar lingkungan mereka. Dari kepercayaan inilah, mereka membangun sebuah masyarakat. Mereka mengangkat seorang kepala adat sebagai pemimpin. Baik pemimpin kemasyarakatan ataupun pemimpin dalam proses-proses ritual.

Kepercayaan animisme dan dinamisme itu didapat dari pengaruh bangsa lain yang telah menjalin interaksi dengan mereka. Ada yang mengatakan bahwa paham ini berasal dari ajaran Taonisme yang lahir di kawasan Tiongkok. Ada juga yang mengatakan bahwa ia lahir dari ajaran bangsa Aria. Yang pasti, saat itu masyarakat awal Indonesia sudah mengenal istilah dewa, roh jahat dan roh baik, dan kesaktian atau kekuatan luar biasa. Misalnya, mereka sudah percaya pada kekuatan matahari dan bulan atau disebut dengan kepercayaan pada Adityachandra.

Tidak hanya itu, masyarakat awal Indonesia juga sudah mengenal tentang bagaimana cara menghormati orang yang sudah mati. Kepercayaan bahwa manusia yang hidup masih bisa menjalin komunikasi dengan para leluhur mereka yang sudah mati. Untuk itulah, mereka melakukan ritual-ritual tertentu dalam rangka menghormati arwah para leluhur dan menjauhkan diri dari roh jahat. Setiap benda yang dianggap ajaib atau mengesankan, maka mereka akan menganggapnya sebagai benda yang memiliki kesaktian. Matahari dipercaya sebagai dewa, bulan diyakini sebagai dewi, langit dianggap sebagai kerajaan, bumi beserta segala isinya disebut sebagai pelindung atau pengawal manusia.

Jika ditelusuri, kepercayaan semacam ini tidak hanya berkembang di Indonesia. Di Jepang atau Cina misalnya, masih banyak masyarakat setempat yang menganut paham animisme dan dinamisme. Begitupun dengan masyarakat India. Bahkan, sebagian masyarakat Eropa dan Asia Barat pun masih percaya pada animisme dan dinamisme. Warga Jepang masih menganut paham Shinto. Mereka sangat menghormati matahari. Masyarakat Cina menganut Konghucu, mereka menyembah para dewa langit dan bumi. Yang dan Ying disebut-sebut sebagai Tuhan. Di India, setiap binatang tertentu seperti sapi memiliki kekuatan. Sapi adalah binatang suci bagi masyarakat India, bahkan pemerintah setempat melarang penyembelihan sapi.

Di kawasan Jazirah Arab, sebagian masyarakat masih percaya pada kekuatan sungai Nil atau kesaktian padang Sahara. Fir'aun masih diyakini sebagi sosok yang masih memiliki kekuatan walaupun jasadnya telah rusak. Bahkan di Eropa, kepercayaan terhadap dewa-dewa Yunani atau roh-roh jahat seperti vampir dan zhombie, masih ramai diyakini oleh mereka. Dari semua penelusuran ini dapat disimpulkan bahwa lahirnya kepercayaan animisme dan dinamisme di Indonesia adalah berasal dari pengaruh bangsa lain.

Teori-Teori Animisme dan Dinamisme
Banyak para pemikir atau kalangan intelektual yang berbicara tentang teori-teori animisme dan dinamisme. Mereka menjadikan paham atau aliran ini sebagai bahan perbincangan dan penelitian sehingga animisme dan dinamisme mendapatkan perhatian di tingkat akademisi seperti perguruan tinggi. Walau tidak ada mata kuliah khusus yang menjadikan animisme dan dinamisme sebagai pembelajaran, namun pembahasan tentang hal ini marak dibicarakan.

Pemikiran Animisme
Sigmund Freud, psikolog sekuler, mengatakan bahwa Animisme menjelaskan konsep-konsep psikis teori tentang keberadaan spiritual secara umum. Animisme sebenarnya berasal dari wawasan bangsa-bangsa primitif yang luar biasa tentang alam semesta dan dunia. Bangsa-bangsa primitif menempati dunia bersama-sama dengan begitu banyak roh. Bangsa primitif ini mampu menjelaskan keterkaitan proses gerakan alam dengan gerakan roh-roh ini. Mereka juga memercayai bahwa manusia juga mengalami ’animasi’. Manusia memiliki jiwa yang bisa meninggalkan tempatnya dan memasuki makhluk lain. Karena itulah, manusia bisa menjelaskan mengenai mimpi, meditasi, atau alam bawah sadar. Animisme adalah suatu sistem pemikiran yang tidak hanya memberikan penjelasan atas suatu fenomena saja, tetapi memungkinkan manusia memahami keseluruhan dunia. Menurutfilosof lain seperti Tylor dan Comte, mereka menyebutkan bahwa animisme adalahtahap pertama pembentukan agama. Dalam istilah mereka, peradaban itu dimulaidengan adanya pemikiran animisme, kemudian berkembang menjadi agama.

Dalam pandangan Tylor, manusia memiliki substansi yang sama yaitu keinginan untuk mengetahui keberadaan di sekitarnya. Manusia primitif berusaha memahami dan menjelaskan berbagai fenomena-fenomena yang aneh dan suara-suara yang dahsyat melalui pemikirannya. Tentunya, pengetahuan yang mereka maksudkan bukan sekedar menyaksikan suatu fenomena yang aneh atau mendengarkan suara yang dahsyat, tapi pengetahuan itu dihasilkan ketika hal tersebut menjadi pandangan. Misalnya, jika sekedar mendengar petir, maka hal ini tidak bisa disebut sebagai pengetahuan. Tapi, mendengar petir dan meyakininya sebagai murka dari dzat tertentu, maka hal inilah yang disebut sebagai pengetahuan.

Dari pengalaman-pengalaman yang manusia dapatkan seperti di antara hidup dan mati atau di antara tidur dan sadar, ia kemudian membedakan adanya dua hal yang berbeda; yaitu ruh dan badan atau jiwa dan materi. Kemudian ia meyakini bahwa manusia memiliki dua keberadaan yang bisa berpisah dan bersatu lagi. Badan dianggap hidup jika ruh berada bersamanya. Kapan saja ruh berpisah dari badannya maka badan tersebut tidak memiliki aktivitas sama sekali, ruh-lah yang merupakan sumber kehidupan dan aktivitas manusia.

Keyakinan ini berlanjut menjadi khurafat atau takhayul. Kepercayaan bahwa ruh adalah sumber gerak manusia melahirkan pemikiran lain. Timbullah keyakinan bahwa ruh orang yang sudah meninggal bisa memasuki jasad manusia lain atau bahkan memasuki jasad binatang. Selain itu, lahir pula keyakinan bahwa ruh manusia bisa melakukan apapun terhadap manusia yang masih hidup atau alam di sekitarnya, apalagi jika ruh tersebut berasal dari jasad manusia yang terhormat.

Pemikiran Dinamisme
Manusia mulai menganalisa setiap peristiwa yang terjadi di sekitarnya. Sebelumnya, manusia primitif mulai mengeluarkan teori-teori tentang hakikat benda atau materi. Ia mulai menggabungkan antara keberadaan ruh manusia dengan keberadaan benda lain seperti air, udara, api, dan tanah.

Animisme berkembang lebih awal daripada dinamisme. Animisme menitikberatkan pada perkembangan ruh manusia. Mulai dari sini, manusia primitif menyimpulkan bahwa setiap materi yang memiliki sifat yang sama, maka memiliki substansi yang sama pula. Jika manusia mati dan hidup, tidur dan terjaga, kuat dan lemah, diam dan bergerak, kemudian manusia diyakini memiliki ruh, maka pepohonan, binatang, laut, api, matahari, bulan, dan materi-materi lainnya pun memiliki ruh seperti manusia.

Menurut mereka, setiap materi memiliki kesamaan sifat dengan manusia. Sebagai contoh, api memiliki sifat yang sama dengan manusia. Api memiliki kekuatan untuk membunuh atau melenyapkan apapun dengan panasnya sebagaimana manusia mampu membunuh binatang dengan kekuatan tangannya. Karena itulah, api mempunyai ruh. Bagi manusia primitif, menyembah api adalah proses menghormati keberadaan api itu sendiri. Penyembahan tersebut dilakukan agar tidak terjadi kebakaran seperti kebakaran hutan, sedangkan kebakaran diyakini sebagai bentuk kemurkaan api. Selanjutnya, berkembanglah paham banyak tuhan, banyak roh, banyak dewa, atau banyak kekuatan ghaib. Setiap kawasan bumi, hutan, sungai, laut, atau bahkan ruang angkasa, semuanya diyakini memiliki kekuatan tersendiri.

Sinkretisme agama dan sisa-sisa animisme-dinamisme
Animisme dan dinamisme adalah kepercayaan kuno yang tumbuh lebih awal sebelum kedatangan Islam di nusantara. Walaupun pada hakikatnya, agama Islam adalah kepercayaan yang pertama kali ada dalam kehidupan manusia. Nabi Adam adalah manusia pertama yang menganut Islam. Oleh karena itu, animisme dan dinamisme tidak lain adalah salah satu bentuk dari penyelewengan ajaran Allah. Namun bagaimanapun juga, penyebaran Islam di nusantara memang tidak bisa dipungkiri akan adanya perpaduan atau percampuradukan antara ajarannya yang agung dengan kepercayaan animisme dan dinamisme.

Dampak dari adanya sinkretisme agama ini terlihat nyata di sekeliling kita. Sebagai contoh, adanya penghormatan khusus terhadap roh nenek moyang yang menjadi leluhur kita. Atau adanya pemujaan khusus terhadap Ratu Pantai Selatan. Atau bahkan menyebarnya cerita-cerita khurafat yang berkembang di tengah-tengah masyarakat muslim. Selain itu, menyebarnya praktik sihir dan perdukunan adalah produk asli dari animisme dan dinamisme. Terlebih, sinkretisme telah melegalkan bahwa praktik perdukunan adalah ajaran Islam juga. Hal ini terlihat dengan meluasnya praktik-praktik sihir yang dilakukan oleh orang-orang yang bertitel ’kyai’. Semua ini adalah realita yang nyata akibat sinkretisme agama.

Sebenarnya, banyak beberapa sisa-sisa animisme dan dinamisme, terutama di nusantara, baik ajaran tersebut masih murni ataupun telah ada pembauran dengan Islam. Berikut beberapa contoh sisa-sisa animisme dan dinamisme:

Upacara dan Ritual Adat
Banyak masyarakat kita yang masih mempertahankan beberapa macam upacara atau ritual yang masih murni berkaitan dengan animisme dan dinamisme atau telah mengalami pembauran dengan Islam. Salah satu contohnya dalah upacara kelahiran dan kematian. Hampir di setiap daerah nusantara menggelar upacara kelahiran dan kematian dengan ritual-ritual berbeda. Contoh, di Aceh terdapat upacara Peugot Tangkai. Upacara ini adalah perajahan barang/benda dengan membacakan mantera untuk dipakai pada wanita hamil empat bulan.

Tentang acara ritual kematian dalam adat masyarakat Aceh yang sampai sekarang ini masih diamalkan seperti, apabila ada kematian di sebuah keluarga, maka semua pakaian dan kain-kain yang menyelimuti mayat tadi disimpan pada suatu tempat. Kain-kain ini disebut dengan reuhab. Biasanya disimpan di atas tempat tidur untuk selama empat puluh hari atau empat puluh empat hari. Setelah selesai upacara penguburan tadi, mulai malam pertama sampai dengan malam ketiga diadakan samadiah atau tahlil. Masih banyak lagi ritual-ritual aneh seperti membakar kemenyan pada malam jum’at kliwon dan selasa kliwon. Menyediakan sesaji pada hari kelahiran bayi. Di kamar bayi yang baru lahir digantungkan keris dan kain merah. Atau sesaji di bawah pohon beringin.

Kesenian Budaya
Di bumi nusantara ini, masih terdapat beberapa macam kesenian yang jelas berasal dari budaya animisme dan dinamisme. Satu contoh seperti Tarian Kuda Lumping di Jawa Barat. Biasanya, sebelum pertunjukkan dimulai, para peserta wajib dibekali mantera-mantera tertentu oleh sang dukun sebagai pengendali acara. Setelah itu, sang penari kuda kesurupan dan bertingkah aneh layaknya orang gila. Para penari itu terlihat lincah memainkan kuda mainan dan bahkan mereka makan pecahan kaca atau beberapa ekor ayam yang masih hidup. Para penari tidak merasakan sakit akibat pecahan kaca yang mereka makan atau merasa jijik dengan daging ayam yang dimakan hidup-hidup, semuanya karena ada roh lain yang merasuk dalam diri mereka. Roh itulah (jin) yang mengendalikan si penari.

Mitos
Cerita-cerita mitos yang menyesatkan memang masih merebak luas di tengah masyarakat. Masih banyak yang percaya bahwa ruh orang yang mati terbunuh akan menjelma menjadi hantu. Ada yang menyebutnya dengan istilah pocong, genderewo, dan lain-lain. Yang pasti, hantu tersebut akan gentayangan ke setiap tempat untuk membalas dendam. Jika yang mati adalah orang jahat, maka ia akan menjelma menjadi babi atau kera. Jelmaan ini akan mengganggu warga sekitar yang masih hidup.

Lebih lanjut, terdapat pula sisa-sisa animisme dan dinamisme yang berkembang. Seperti, mitos bulan Safar yang dianggap membawa sial. Mitos ini sangat dikenal oleh masyarakat kita, terutama masyarakat muslim. Adanya mitos demikian, sehingga terdapat ritual tertentu yang dijalankan untuk menolak bala di bulan Safar.

Di masyarakat Parahyangan dan Jawa, tersebar mitos-mitos yang berkembang sesuai dengan perkembangan budayanya. Dalam konsep ketuhanan orang Sunda sebelum Hindu, Hyang (sanghyang, sangiang) diyakini sebagai Sang Pencipta (Sanghyang Keresa) dan Yang Esa (Batara Tunggal) yang menguasai segala macam kekuatan, kekuatan baik ataupun kekuatan jahat yang dapat mempengaruhi roh-roh halus yang sering menetap di hutan, sungai, pohon, atau di tempat-tempat dan benda-benda lainnya. Ketika muncul proses Islamisasi di Nusantara, istilah sembahyang pun lahir dari tradisi menyembah Hyang (Yang Tunggal).

Sepuluh Kriteria Aliran Sesat Versi MUI

Majelis Ulama Indonesia (MUI) pusat akhirnya mengeluarkan pedoman berisi 10 kriteria untuk mengidentifikasi suatu ajaran termasuk aliran sesat. Kesepuluh kreteria itu termasuk kriteria yang menyimpang dari aqidah, rukun iman dan rukun Islam.
Ketua Panitia Pengarah Rapat Kerja Nasional (Rakernas) MUI 2007, Yunahar Ilyas, mengatakan, ”Suatu paham atau aliran keagamaan dapat dinyatakan sesat apabila memenuhi salah satu dari 10 kriteria tersebut.”
Kesepuluh kriteria itu adalah

1. Mengingkari Rukun Iman dan Rukun Islam
2. Meyakini dan atau mengikuti akidah yang tidak sesuai dalil syar’i (al-Qur’an dan as-Sunnah)
3. Meyakini turunnya wahyu setelah al-Qur’an
4. Mengingkari otentisitas dan atau kebenaran isi al-Qur’an
5. Melakukan penafsiran al-Qur’an yang tidak berdasarkan kaidah tafsir.
6. Mengingkari kedudukan hadist Nabi sebagai sumber ajaran Islam
7. Melecehkan dan atau merendahkan para nabi dan rasul
8. Mengingkari Nabi Muhammad sebagai nabi dan rasul terakhir
9. Mengubah pokok-pokok ibadah yang telah ditetapkan syariah
10. Serta mengkafirkan sesama muslim tanpa dalil syar’i.

Berdasarkan kriteria yang dibuat oleh MUI Pusat tersebut dapat dipahami bahwa aliran-aliran aneh seperti al-Qiyadah, al-Quran suci, Hidup di balik Hidup, Lia Eden dan sebagainya termasuk aliran-aliran sesat. Demikian pula sekte-sekte yang telah muncul sejak dahulu (klasik) seperti: syi’ah, Ahmadiyah, Tijaniyah, Kebatinan (Bathiniyah), dan Bahaiyah. Termasuk yang tidak diragukan kesesatannya adalah JIL, Ingkar Sunnah, Isa Bugis dan LDII.

Disatu sisi, munculnya aliran-aliran sesat ini sangat menyedihkan dan memprihatinkan ummat. Tetapi disisi yang lain, ini adalah bukti kebenaran Rasulullah. Sebab, beliau telah mengabarkan kita sejak 15 abad yang silam bahwa ummatnya kelak akan berselisih dan berpecah belah menjadi 73 golongan. Semuanya berada di neraka kecuali satu golongan yang selamat yaitu Ahlus Sunnah wal Jama’ah.

“Sesungguhnya Bani Israil telah berpecah-belah menjadi 72 kelompok keagamaan, dan umatku akan berpecah belah menjadi 73 kelompok keagamaan. Seluruhnya berada di api neraka, kecuali satu kelompok. Mereka (para sahabat) bertanya: ‘Siapakah satu kelompok itu wahai Rasulullah?’, maka beliau menjawab: ‘Mereka yang mengikuti jejakku dan jejak para sahabatku.” (HR. Tirmidzi, Hakim dan Lalika’i)

Sebab utama dari penyimpangan firoq dollah (kelompok sesat) itu sebenarnya berakar pada dua hal, yaitu:

• Tidak mengikuti metode sahabat dalam memahami al-Qur’an dan as-Sunnah.
• Berpedoman kepada sumber-sumber lain selain al-Kitab dan as-Sunnah dalam mengambil hukum-hukum Islam, seperti akal dan lain-lainnya.

Sedangkan kedua sebab tersebut dilahirkan oleh hawa nafsu dan kejahilan (kebodohan)

Orang Besar dan Orang Kecil

Orang besar adalah orang yang sepenuh hidupnya untuk kepentingan ummat. Sedangkan orang kecil adalah orang yang hanya memikirkan pribadinya sendiri atau ia menjadi sampah masyarakat. Orang macam kedua ini tak ubahnya seperti manusia yang mati. Hidupnya tidak menghasilkan manfaat apapun untuk ummat. Karena, yang ia pikir hanya dirinya. Yang ia pikir adalah bagaimana dirinya kenyang, bagaimana dirinya puas, bagaimana dirinya senang, dan bagaimana dirinya bahagia.

Sedangkan orang besar bukan berarti ia lupa pada dirinya. Justru, bekerja dan berkorban untuk ummat berarti berjuang untuk kepentingannya juga. Karena, ia merasa bahwa ummat adalah bagian hidupnya atau merasa bahwa ia adalah bagian dari ummat. Oleh karena itu, ia selalu berpikir agar dirinya dan orang-orang di sekelilingnya selamat, bahagia, sejahtera, aman, dan senang.

Manusia terbagi menjadi tiga golongan. Pertama, manusia yang menjadi sampah masyarakat. Orang semacam ini matinya lebih baik daripada hidupnya. Mungkin. Kedua, orang yang menjadi pelengkap masyarakat. Orang semacam ini tidak ditangisi ketika matinya dan tidak diharapkan di dalam hidupnya. Sedangkan yang ketiga, ialah orang yang menjadi teladan masyarakat. Orang semacam inilah yang dirindukan keberadaannya dan disayangkan kepergiaannya.

Dari ketiga golongan tersebut, hanya satu yang membawa kabaikan bagi ummat dan orang semacam inilah yang disebut dengan orang besar. Maka dari itu, jangan sedih jadi aktivis! Jangan malu menjadi pemerhati! Jangan sungkan menjadi guru! Jadilah manusia yang bermanfaat karena itulah yang diperintahkan oleh Rasul kita. Itulah yang Allah ingginkan. Ya, Ia menciptakan manusia dan menjadikannya bersuku-suku, berbangsa-bangsa, atau bahkan berbeda agama. Semua itu memiliki makna dan hikmah. Dan mutiara hikmah itu tidak lain adalah agar setiap diri-diri kita menjadi bermanfaat untuk ummat.

Wednesday, September 2, 2009

Kami dengar dan kami taat

Refreshed by this dialog:

Jhoni : “Gw benci banget ama laki-laki yang biarin jenggotnya tumbuh, atau cewek yang pake jilbab lebar and cadar. Sok suci gitu keliatannya. Lagian, kan nggak sesuai dengan budaya masyarakat kita. Lebay tau nggak”

Mike : “Jangan gitu! Jangan menghakimi sebelum kita dah tahu kebenaran yang sesungguhnya. Toh, kita juga bukan orang suci. Tau nggak kamu, melihara jenggot itu sunnah Nabi. Pake jilbab, apalagi pake cadar bagi cewek, juga merupakan ajaran Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam.”

Jhoni : “Ah, tapi kan itu sudah kuno. Lagian, jenggotan itu nggak modis. Apalagi soal cadar, di masyarakat kita, cadar itu keliatannya aneh and asing.”

Mike : “Astaghfirullah. Eh, Jhon, yuk kita benahin diri agar nggak gampang merendahkan orang!

Jhoni : “Iya sih, tapi kan kesannya kaya teroris.”

Mike : “Masya Allah, teroris yah teroris, apa hubungannya? Eh Jhon, sebelum ada teroris pun, sunnah melihara jenggot dan wajibnya berjilbab itu sudah ada dari dulu. Gini lho Jhon, sebagai muslim kita harus menyandarkan semua pendapat kita pada al-Qur’an dan Hadits. Jangan turuti hawa nafsu! Kita nggak berhak melangkahi ucapan Allah dan Rasul-Nya. Jika Allah dan Rasul berkata begini dan begitu, maka terima saja! Soal mengamalkan atau tidak, ya harus berusaha dong. Terus, kalau nggak cocok sama adat masyarakat, bearti kita kudu memberi tahu masyarakat kita.

Jhoni : “Iya-ya.. Bener juga lho.. Astaghfirullah!“

Mike : “Nah begitu Jhon. Yang benar pantas ditiru dan yang salah pantas diluruskan. Tak usah kotori hati dengan membenci. Cukup perbaiki diri dan ajak orang lain untuk melangkah bersama. Surga itu bukan milik pribadi. Paham? Hehe...

“Sesungguhnya, jawaban orang-orang mukmin bila mereka diseru kepada Allah dan Rasul-Nya agar Rasul mengadili di antara mereka ialah ucapan, ‘Kami mendengar dan kami patuh’. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (An-Nuur: 51)

Tuesday, September 1, 2009

TAHLILAN (bag. 2)

Para Ulama Yang Menolak Perjamuan Tahlilan
Pada umumnya, ketika menolak/melarang terhadap pelaksanaan prevalensi perjamuan tahlilan, para ulama tersebut menggunakan argumen naqly yang sama, yaitu berdasarkan Hadits Mauquf (Atsar) yang diterima dari shahabat Jarir bin ‘Abdullah al Bajali. Namun meskipun demikian, kami kutip pula komentar-komentar yang diberikan oleh para ulama, sebagai penjelas terhadap argumen naqly tersebut.

Madzhab Hanafiyah

• Hasyiyah Radd al Muhtar’ala al Dar al Mukhtar (Hasyiyah ibn ‘Abidien)
“Dimakruhkan hukumnya menghidangkan makanan oleh keluarga mayit, karena hidangan hanya pantas disajikan dalam moment bahagia, bukan dalam moment musibah, hukumnya bid’ah yang buruk apabila hal tersebut dilaksanakan. Imam Ahmad dan Ibnu Majah meriwayatkan sebuah Hadits dengan sanad yang shahih dari shahabat Jarir bin ‘Abdullah, beliau berkata: kami semua (para sahabat) menganggap kegiatan berkumpul di rumah keluarga mayit berikut penghidangan makanan oleh mereka, adalah merupakan bagian dari nihayah. Dan dalam kitab al Bazaziyah dinyatakan bahwa makanan yang dihidangkan pada hari pertama, letiga, serta seminggu setelah kematian adalah makruh hukumnya”.

• Hasyiyah al Thahthawy ‘ala Maraqi al Falah
“Hidangan dari keluarga mayit hukumnya adalah makruh, dikatakan dalam kitab al Bazaziyah bahwa hidangan makanan yang disajikan pada hari pertama, ketiga, serta seminggu setelah kematian adalah makruh hukumnya”.

• Syarh Fath al Qadir
“Dimakruhkan hukumnya menghidangkan makanan oleh keluarga mayit, karena hidangan hanya pantas disajikan dalam moment bahagia, bukan dalam moment musibah, hukumnya bid’ah yang buruk apabila hal tersebut dilaksana-kan. Imam Ahmad dan Ibn Majah meriwayatkan sebuah Hadits dengan sanad yang shahih dari shahabat Jarir bin ‘Abdullah, beliau berkata: kami (para shahabat) menganggap kegiatan berkumpul di rumah mayit serta penghidangan makanan oleh mereka, adalah merupakan bagian dari perbuatan meratapi mayit”.

Madzhab Malikiyah

• Hasyiyah al Dasuqy
“Adapun berkumpul di dalam rumah keluarga mayit yang menghidangkan makanan hukumnya adalah bid’ah yang dimakruhkan”.

• Mawahib al Jalil
“Adapun penghidangan makanan oleh keluarga mayit dan berkumpulnya masyarakat dalam acara tersebut adalah dimakhruhkan oleh mayoritas ulama, bahkan mereka menganggap perbuatan tersebut sebagai bagian dari bid’ah, karena tidak adanya keterangan naqly mengenai perbuatan tersebut, dan moment tersebut tidak pantas untuk dijadikan walimah (pesta)…… adapun apabila keluarg amayit menyembelih binatang di rumahnya kemudian dibagikan kepada orang-orang fakir sebagai shadaqah untuk mayit, adalah diperbolehkan selama hal tersebut tidak menjadikannya riya, ingin terkenal, bangga, serta dengan syarat tidak boleh mengumpulkan masyarakat”.

Madzhab Syafi’iyah

• Mughny al Muhtaj
“Adapun penghidangan makanan oleh keluarga mayit dan berkumpulnya masyarakat dalam acara tersebut, hukumnya adalah bid’ah yang tidak disunnahkan”.

• Hasyiyah al Qalyuby
“Guru kita al Ramly telah berkata: sesuai dengan apa yang dinyatakan di dalam kitab al Raudi (al Nawawy), sesuatu yang merupakan bagian dari perbuatan bid'ah munkarah yang tidak disukai mengerjakannya adalah yang biasa dilakukan oleh masyarakat berupa menghidangkan makanan untuk mengumpulkan tetangga, baik sebelum, maupun sesudah hari kematian”.

“Adapun penghidangan makanan oleh keluarga mayit berikut berkum-pulnya masyarakat dalam acara tersebut adalah tidak ada dalil naqli-nya, dan hal tersebut adalah merupakan perbuatan bid’ah yang tidak disunnahkan”.

• Tuhfah al Muhtaj
“Dan sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan dari pada penghidangan makanan oleh keluarga mayit, dengan tujuan untuk mengundang masyarakat, hukumnya adalah bid’ah munkarah yang dimakruhkan, berdasarkan keterangan shaih dari shahabat Jarir bin ‘Abdullah”.

• I’anah al Thalibin
“Dan sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan dari pada penghidangan makanan oleh keluarga mayit, dengan tujuan untuk mengundang masyarakat, hukumnya adalah bid’ah yang dimakruhkan, seperti hukum mendatangi undangan tersebut, berdasarkan keterangan shahih dari shahabat Jarir ibn ‘Abdullah”.

• Al Aqkirmany
“Adapun makanan yang dihidangkan oleh keluarga mayit pada hari ketiga, keempat, dan sebagainya, berikut berkumpulnya masyarakat dengan tujuan sebagai pendekatan diri serta persembahan kasih sayang kepada mayit, hukumnya adalah bid’ah yang buruk dan merupakan bagian dari perbuatan jahiliyah yang tidak pernah muncul (dikerjakan) pada abad pertama Islam, serta bukan merupakan bagian dari pekerjaan yang mendapat pujian (dianggap baik) oleh para ulama. Justeru para ulama berkata: tidak pantas bagi orang muslim mengikuti perbuatan-perbuatan yang biasa dilakukan oleh orang kafir. Seharusnya setiap orang melarang keluarganya untuk menghadiri acara-acara tersebut”.

• Al Iqna’ li al Syarbiny
“Adapun kebiasaan keluarga mayit menghidangkan makanan dan berkumpulnya masyarakat dalam acara tersebut, hukumnya adalah bid’ah yang tidak disunnahkan”.

• Raudlah al Thalibien
“Adapun penghidangan makanan oleh keluarga mayit dan pengumpulan masyarakat terhadap acara tersebut adalah tidak ada dalil naqli-nya, bahkan perbuatan tersebut hukumnya bid’ah yang tidak disunnahkan”.

Madzhab Hanabilah

• Al Mughny
“Adapun penghidangan makanan untuk orang-orang yang dilakukan oleh keluarga mayit, hukumnya adalah makruh. Karena dengan demikian berarti telah menyerupai apa yang biasa dilakukan oleh orang-orang jahiliyah. Dan diriwayatkan ‘bahwa Jarir mengunjungi ‘Umar, kemudian ‘Umar berkata: Apakah kalian suka meratapi mayit?. Jawab Jarir: Tidak, ‘Umar berkata: Apakah kalian suka berkumpul bersama keluarga mayat yang kemudian menghidangkan makanan? Jawab Jarir: Ya. Berkata ‘Umar: Hal tersebut termasuk meratapi mayat’. Namun apabila hal tersebut dibutuhkan (ada hajat), maka diperbolehkan , seperti karena diantara pelayat terdapat orang-orang yang jauh tempatnya kemudian ikut menginap, sementara tidak memungkinkan mendapat makanana kecuali dari hidangan yang diberikan dari keluarga mayat”.

Demikian penjelasan para ulama' dari 4 madzhab tentang tradisi tahlilan. Kesimpulannya adalah tahlilan bertentangan dengan petunjuk Rasulullah dan para Shabatnya.

TAHLILAN (bag. 1)

Makna Tahlilan
Telah kita maklumi bersama, perjamuan tahlilan adalah merupakan upacara ritual (seremonial) memperingati hari kematian yang biasa dilakukan oleh umumnya masyarakat Indonesia, terutama masyarakat pedesaan. Acara tersebut diselenggarakan ketika salah seorang/sebagian dari anggota keluarga telah meninggal dunia. Secara bersama-sama, setelah proses penguburan selesai dilakukan, seluruh keluarga, handai taulan, serta masyarakat sekitar berkumpul di rumah keluarga mayit untuk menyelenggarakan acara pembacaan beberapa surat al-Qur’an, dzikir, berikut doa-doa yang ditujukan untuk mayit di “alam sana”. Karena dari sekian materi bacaannya terdapat kalimat tahlil yang diulang-ulang (seratus kali), maka acara tersebut biasa dikenal dengan istilah “tahlilan”.

Pada saat itu pula, keluarga mayit menghidangkan makanan serta minuman untuk menjamu orang-orang yang sedang berkumpul di rumah tersebut. Biasanya acara seperti itu terus berlangsung setiap hari sampai menginjak hari ketujuh dari saat kematian, atau terkadang ada yang menyelenggarakannya hanya pada hari pertama, ketiga serta ketujuh saja. Setelah itu, untuk sementara kegiatan dihentikan, baru setelah menginjak hari keempat puluh, acara diselenggarakan kembali dengan materi hidangan yang lebih istimewa. Kemudian pada hari keseratus, acara diselenggarakan kembali dengan menu hidangan yang biasanya lebih istimewa dari hari keempat puluh. Untuk selanjutnya acara baru diselenggarakan kembali apabila saat kematian telah menginjak tempo setahun serta tiga tahun.

Model hidangan yang disajikan di setiap acara biasanya selalu variatif, tergantung adat yang biasa berjalan di tempat tersebut, namun pada dasarnya, menu hidangan tersebut “lebih dari sekedarnya”, bahkan cenderung tidak berbeda dengan menu hidangan yang biasa disajikan pada acara-acara lainnya yang berbau “kemeriahan”. Sehingga secara sepintas acara tersebut layaknya sebuah pesta kecil-kecilan. Bahkan tidak jarang (mungkin tidak disadari?) dengan sendirinya muncul senda gurau dan gelak tawa di dalam acara tersebut, memang demikianlah kenyataannya.

Turun temurun, entah telah berapa abad lamanya acara tersebut biasa diselenggarakan, hingga secara tanpa disadari telah terformulasikan menjadi sebuah tradisi (kelaziman). Sebagai konsekuensinya, sangat jarang dijumpai keluarga yang tidak menyelenggarakan acara tersebut, dengan alasan mempunyai semacam ketakutan moral diasingkan dari arena sosial, karena dianggap telah bersikap acuh-tak acuh terhadap anggota keluarga yang telah meninggal dunia, serta telah melanggar adat, dan setumpuk tuduhan lain yang dilemparkan oleh masyarakat umum. Bahkan lebih jauh, acara tersebut bukan saja telah berhasil membangun imaji norma, namun juga telah berhasil menciptakan imaji hukum, bahwa acara tersebutmemiliki muatan hukum sunnah untuk dilaksanakan serta bid’ah apabila ditinggalkan.

Berikut adalah kutipan dari majalah al Mawa’idz yang diterbitkan oleh organisasi NU pada tahun 30-an, menyitir perkataan Imam al Khara’ithy yang dikutip oleh Kitab al Akqirmany: “Al Khara’ithy menyebutkan dari Hilal bin Hibban, beliau berkata:

"Penghidangan makanan oleh keluarga mayit adalah merupakan bagian dan perbuatan orang-orang jahiliyah (bodoh)’. Kebiasaan tersebut oleh masyarakat sekarang sudah dianggap sunnah, dan meninggalkannya berarti bid’ah, maka telah terbalik suatu urusan dan telah berubah suatu kebiasaan”.

Dewasa ini, arus (sepihak) pandang masyarakat terhadap muatan hukum tradisi perjamuan tahlilan telah sedemikian kuatnya, sehingga memunculkan opini publik yang memberikan kesimpulan bahwa tradisi tahlilan telah me-nasional (apalagi setelah acara tersebut pernah dilaksanakan oleh salah seorang presiden Indonesia, pada waktu isterinya meninggal dunia, yang dihadiri oleh banyak ulama dari berbagai kalangan yang mempunyai latar belakang berbeda-beda, sehingga secara tidak langsung acara tersebut telah terlegitimasi oleh kehadiran ulama-ulama tersebut), sementara masyarakat Indonesia pada umumnya adalah merupakan penganut madzhab Syafi’i.

Berangkat dari kenyataan tersebut, melalui tulisan ini, kita kaji kedudukan hukum tradisi perjamuan tahlilan, dengan menitik beratkan kepada proses-proses perjamuannya.

Aspek Historis Tahlilan
Tersebutlah suatu ajaran penyembahan terhadap Tuhan “Yang”, diperkirakan muncul sekitar tahun 5000 sebelum Masehi. “Yang” adalah merupakan dewa langit sebagai pemberi, berlambangkan warna merah dan bersifat jantan. Kebanyakan penyembah Tuhan “Yang” tidak mengakui akan keberadaan surga dan neraka, walaupun mereka percaya akan adanya pembalasan di alam Akhirat.

Di alam Akhirat tersebut terdapat tempat hukuman dan terdapat tempat kebahagiaan, tempat hukuman itu berupa penjara yang di dalamnya terdapat bermacam jenis siksaan, sebaliknya tempat kebahagiaan itu berupa ketentraman kembali hidup di alam Akhirat, tidak terganggu dan serba berkecukupan.

Untuk menghormati atau menghargai, serta mendoakan orang yang telah meninggal dunia, para penyembah Tuhan “Yang” biasa menyelenggarakan upacara peringatan kematian dengan tata urutan waktu sebagai berikut:

• Upacara Sehari Kematian
• Upacara Tiga Hari Kematian
• Upacara Tujuh Hari Kematian
• Upacara Sembilan Hari Kematian
• Upacara Lima Belas Hari Kematian
• Upacara Empat Puluh Hari Kematian
• Upacara Seratus Hari Kematian
• Upacara Setahun Kematian, dan
• Upacara Tiga Tahun Kematian

Di dalam perkembangan selanjutnya, ajaran penyembahan terhadap Tuhan “Yang” banyak mengalami sinkretisasi (pembauran) dengan agama lain. Untuk Wilayah Indonesia pada umumnya, terdapat sinkretisasi antara ajaran penyembahan terhadap Tuhan “Yang” dengan agama Hindu, Budha, serta Islam.

Di daerah seperti Aceh, Sumatra Barat, Kalimantan Selatan, Sumbawa, Sulawesi Selatan, dan Jawa, meskipun terdapat pula sinkretisasi, namun nilai-nilai keislamannya masih jauh lebih menonjol dibandingkan dengan nilai-nilai dari ajaran lainnya, dan pembaurannya pun relatif masih dapat dikenali, yaitu hanya dalam bidang upacara adat dan upacara memperingati hari kematian saja.

Namun meskipun peringatan upacara kematian biasa dilakukan oleh umat Islam, tetapi praktis lapangannya tidak sama persis dengan upacara peringatan kematian yang biasa dilakukan oleh penganut agama lain, proses pembakaran kemenyan dan penyediaan sesaji dihilangkan (walaupun di sebagian tempat, hal tersebut masih ada yang biasa dilakukan), bahkan di dalamnya dapat kita jumpai bacaan beberapa ayat al Qur’an, dzikir-dzikir, shalawat berikut doa-doa.

Setelah melalui berbagai perubahan berikut penambahan, maka jadilah upacara peringatan hari kematian itu seperti tampak sekarang, yaitu Tradisi Tahlilan.

Tahlilan Menurut Perspektif Ulama
Terhadap kedudukan hukum tradisi perjamuan tahlilan, pandangan para ulama ahli fikih terpetakan kedalam dua kubu pendapat, yang satu sama lain saling bertentangan secara diametral, yaitu pendapat ulama yang menolak/melarangnya versus pendapat ulama yang menerima/memperbolehkannya. Melalui penelitian kepustakaan, pendapat para ulama tersebut, berdasarkan pernyataan-pernyataannya yang terpresentasikan di dalam kitab-kitabnya.

Ulama yang menolak/melarang pelaksanaan perjamuan tahlilan melandaskan pendapatnya dengan menggunakan argumen ‘aqly (logika) dan argumen naqly (al Hadits). Pada dasarnya, baik argumen ‘aqly maupun argumen naqly, keduanya memiliki akar yang sama, yaitu hendak menghilangkan atau menghindari pembebanan terhadap “kelapangan” hukum asal di dalam agama Islam. Hal tersebut sesuai dengan inti muatan pesan dari Hadits.

“Sesungguhnya agama ini (Islam) adalah mudah”. (HR. Bukhari)

Menurut argumen ‘aqly, prevalensi perjamuan tahlilan harus ditolak dan tidak boleh dilaksanakan karena:
• Di dalamnya terdapat unsur memberatkan kepada pihak keluarga mayit.
• Mengandung ekses negatif (tidak jarang acara tersebut pada akhirnya menimbulkan konflik di antara anggota keluarga mayit yang diakibatkan karena masalah harta yang dipakai sebagai biaya pelaksanaan prevalensi tersebut).

Adapun argumen naqly yang digunakan untuk menolak/melarang prevalensi perjamuan tahlilan didasarkan kepada beberapa hadits:

• Yang diterima dari shahabat Jarir bin ‘Abdullah al Bajaly, kemudian dikeluarkan oleh Imam Ahmad bin Hambal dan Ibn Majah, yaitu: “Kami (para sahabat) menganggap kegiatan berkumpul di rumah keluarga mayit, serta penghidangan makanan oleh mereka adalah merupakan bagian dari niyahah (meratapi mayit)”. (HR. Ahmad dan Ibnu Majah).

• Yang diterima dari Thalhah, yaitu: “Shahabat Jarir mendatangi ‘Umar, ‘Umar berkata: Apakah kamu sekalian suka meratapi mayit? Jarir menjawab: Tidak, ‘Umar berkata: Apakah di antara wanita-wanita kalian semua suka berkumpul di rumah keluarga mayit dan memakan hidangannya? Jarir menjawab: Ya, ‘Umar berkata: Hal demikian itu adalah sama dengan niyahah”. (HR. Ibnu Abi Syaibah).

• Yang diterima dari Sa’id bin Jabir dan dari Khaban (Abu Hilal) al Bukhtary, kemudian dikeluarkan oleh ‘Abd al Razaq. Hadits tersebut, dengan lafazh berbeda dikeluarkan pula oleh Ibn Aby Syaibah melalui perjalanan sanad:Fudhalah bin Hashien, ‘Abd al Karim, Sa’id bin Jabbier, yaitu: “Tiga perkara yang merupakan perbuatan orang-orang jahiliyah adalah niyahah, hidangan dari keluarga mayit, dan menginapnya para wanita di rumah keluarga mayit”.

Ulama yang menerima atau memperbolehkan pelaksanaan tradisi tahlilan melandaskan pendapatnya dengan menggunakan argumen ‘aqly. Argumen ‘aqly yang mereka gunakan adalah berdasarkan Istihsan, menurut mereka di dalam pelaksanaan tersebut setidaknya terdapat nilai-nilai shadaqah (ibadah) melalui pembagian makanan serta dzikir-dzikir dan doa-doa (ibadah). (bersambung)