Monday, August 31, 2009

KEMISKINAN, Wajah Lama Indonesia

Di Indonesia, kemiskinan begitu mudah ditemukan. Tidak hanya di desa-desa, di kota-kota besar pun, kemiskinan sudah menjadi tontonan biasa yang kian hari kian bertambah. Lihatlah, berapa banyak rumah-rumah kumuh berderet di sepanjang bantaran kali. Atau lihatlah pula di hampir setiap sudut kota Jakarta, di sana terdapat beberapa pemukiman padat yang tidak jarang mengganggu lingkungan sekitar. Parahnya lagi, jalan-jalan dan fasilitas umum, nampaknya sudah menjadi tempat tersendiri bagi kaum migran yang sedang mengadu nasib. Hampir tidak ada ruang yang kosong di Jakarta. Semuanya padat. Padat karena disesaki orang-orang yang bermukim di sana.

Belum lagi dengan para pengemis jalanan dan kaum gelandangan yang sibuk mencari uang siang dan malam. Mereka terus memadati ruang yang memang telah padat sebelumnya, hanya untuk mencari sesuap nasi. 'Sesuap nasi', sebuah uangkapan yang tidak realistis memang, namun begitulah kenyataannya.

Sayangnya, jumlah mareka justru bukan berkurang. Secara statistik kependudukan, jumlah penduduk di Ibu Kota dan sebagian kota-kota besar lainnya semakin tahun semakin bertambah. Namun, bertambahnya jumlah penduduk ini tidak diimbangi dengan bertambahnya lapangan pekerjaan. Justeru, bertambahnya penduduk diiringi dengan bertambahnya angka pengangguran.

Mengapa? Diakui atau tidak, semua ini terjadi akibat sistem ekonomi kita yang cenderung bepihak pada kapitalisme. Mau tidak mau, yang punya banyak modal akan mudah menguasai pasar dan suka atau tidak suka, si miskin yang hanya punya sedikit modal untuk bekerja, tidak akan lama lagi akan gulung tikar. Itulah prinsip kapitalisme.

Tidak hanya mengakibatkan kemiskinan, kapitalisme juga telah mengakibatkan tingginya angka kesenjangan antara yang kaya dengan yang miskin. Perputaran uang tidak menentu. Benar kata orang, yang kaya semakin kaya dan yang miskin semakin miskin. Uang mengalir hanya di kawasan orang-orang kaya. Sedangkan orang-orang miskin, hanya mendapatkan sebagiannya saja. Itupun diperebutkan oleh yang lainnya dengan jumlah yang banyak. Hampir 80 % "roda uang" berputar di setiap tangan-tangan konglomerat sedangkan 20 % nya lagi, berputar di setiap tangan-tangan orang melarat. Padahal, jumlah orang kaya di Indonesia masih tergolong sedikit dibanding dengan jumlah orang-orang miskin. Ironis memang.

Satu hal yang unik lagi adalah, kapitalisme memandang bahwa problem ekonomi disebabkan oleh adanya kelangkaan barang dan jasa, sementara populasi dan kebutuhan manusia terus bertambah. Akibatnya, sebagian orang terpaksa tidak mendapat bagian, sehingga terjadilah kemiskinan. Tentu saja, pandangan ini keliru, dan bertentangan dengan fakta.

Mari kita renungkan, jumlah kekayaan alam yang disediakan oleh Allah untuk manusia pada dasarnya adalah cukup. Lihatlah di Indonesia, semua ada dan semua tersedia. Negeri ini memiliki banyak kekayaan alam yang terhampar luas. Hanya saja, apabila kekayaan alam ini tidak dikelola dengan benar, tentu akan terjadi ketimpangan ekonomi. Jadi, faktor utama penyebab kemiskinan adalah buruknya pengelolaan kekayaan. Dari sinilah pentingnya sebuah sistem atau aturan yang jelas dan sempurna untuk mengelola anugerah Allah ini.

Islam memandang Kemiskinan
Allah berfirman: "Setan menjanjikan (menakut-nakuti) kamu dengan kemiskinan?" (QS. Al-Baqarah: 268).

Pada ayat tadi, jelaslah bahwa kemiskinan adalah salah satu hal yang dijadikan setan sebagai ancaman bagi manusia. Buktinya, hampir setiap manusia jatuh miskin. Karena itulah, Islam sebagai risalah paripurna dan sebuah ideologi yang shahih, memiliki perhatian khusus terhadap masalah kemisikinan dan upaya-upaya untuk mengatasinya.
Dalam Islam, seorang miskin adalah orang yang tidak mempunyai kecukupan harta untuk memenuhi kebutuhan pokoknya, baik pangan, sandang ataupun papan.

Islam menjadikan kebutuhan pokok tersebut sebagai standar untuk membedakan apakah dia termasuk golongan miskin atau golongan yang berkecukupan (kaya).

Allah berfirman: "Kewajiban ayah memberikan makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma"ruf? (QS. Al-Baqarah: 233).

"Tempatkanlah mereka (para istri) di mana kamu bertempat tinggal sesuai dengan kemampuanmu?" (QS. Ath-Thalaq: 6).

Rasulullah bersabda: "Dan kewajiban para suami terhadap para istri adalah memberi mereka belanja (makanan) dan pakaian?" (HR. Ibn Majah dan Muslim dari Jabir bin Abdillah).

Sebagai kebutuhan pokok, maka ketiga hal tersebut harus terpenuhi secara keseluruhan. Artinya, kebutuhan pangan, sandang, dan papan tidak berarti sekadar apa adanya, melainkan harus mencakup hal-hal yang berkaitan dengannya. Sebagai contoh, kebutuhan pangan juga termasuk peralatan dapur, minyak tanah, atau gas, rak piring, dan lain-lain. Kebutuhan sandang adalah apa-apa yang diperlukan seperti peralatan berhias bagi istri, lemari pakaian, alat setrika, cermin dan lain-lain. Adapun kebutuhan papan termasuk juga tempat tidur dan perabotan rumah tangga. Tentu saja, semua ini tergantung dari pandangan umum masyarakat sekitar.

Lebih dari itu, Islam pun ternyata menjelaskan kepada kita bahwa tolak ukur kemiskinan itu tidak hanya berkisar antara pangan, sandang, dan papan. Ada hal lain juga yang termasuk kebutuhan pokok seperti kesehatan, pendidikan, dan keamanan. Hanya saja, pemenuhan kebutuhan tersebut tidak dibebankan kepada individu, melainkan langsung menjadi tanggungjawab negara yang memerintah.

Dari pemaparan ini, kita sedikit memahami bahwa untuk mengentaskan atau mengurangi angka kemiskinan, diperlukan upaya keras yang saling terkait antara individu-individu masyarakat dengan pemerintah sebagai aparatur negara.

Islam mewajibkan laki-laki yang mampu dan membutuhkan nafkah, untuk bekerja dalam rangka memenuhi kebutuhannya. Rasulullah bersabda, "Salah seorang diantara kalian pergi pagi-pagi mengumpulkan kayu bakar, lalu memikulnya dan berbuat baik dengannya (menjualnya), sehingga dia tidak lagi memerlukan pemberian manusia, maka itu baik baginya daripada dia mengemis pada seseorang yang mungkin memberinya atau menolaknya." (HR. Muslim, Ahmad, dan Tirmidzi)

Hadits di atas menunjukan adanya kewajiban bagi laki-laki untuk bekerja mencari nafkah. Bagi para suami, syara' juga mewajibkan mereka untuk memberi nafkah kepada anak dan istrinya. Adapun jika terdapat beberapa laki-laki yang tidak punya kemampuan untuk bekerja mencari nafkah seperti lanjut usia atau cacat, maka Islam mewajibkan kepada kerabat dekat yang memiliki hubungan darah, untuk membantu mereka.

Allah berfirman: "Dan kewajiban ayah memberikan makan dan pakaian kepada pada ibu dengan cara yang ma'ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupanya. Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya, dan seorang ayah karena anaknya. Dan ahli warispun berkewajiban demikian" (QA. Al-Baqarah: 233).

Maksudnya, seorang waris berkewajiban sama seperti seorang ayah, dari segi nafkah dan pakaian. Jadi jelas, jika seseorang secara pribadi tidak mampu memenuhi kebutuhannya, maka kewajiban memenuhi nafkah, beralih ke kerabat dekatnya.

Lalu bagaimana jika seseorang yang tidak mampu ini, ternyata tidak memiliki kerabat, atau dia memiliki kerabat, namun hidupnya pun tidak tercukupi? Dalam kondisi semacam ini, kewajiban memberi nafkah beralih ke Baitul Mal (kas negara). Dengan kata lain, negara melalui Baitul Mal, berkewajiban untuk memenuhi kebutuhannya. Anggaran yang digunakan negara untuk membantu individu yang tidak mampu, pertama-tama diambilkan dari kas zakat. Allah berfirman: "Sedekah (zakat) itu hanya diperuntukkan bagi para fakir miskin" (QS. At-Taubah: 60).

Adapun yang terakhir, maka kewajiban memenuhi kebutuhan orang miskin terletak pada kaum muslimin yang lain secara kolektif. Allah berfirman: "Di dalam harta mereka, terdapat hak bagi orang miskin yang meminta-minta yang tidak mendapatkan bahagian." (Qs. adz-Dzariyat [51]: 19).

Rasulullah bersabda, "Tidaklah beriman kepada-Ku, siapa saja yang tidur kekenyangan, sedangkan tetangganya kelaparan, sementara dia mengetahuinya." (HR. al-Bazzar).

Begitulah, bagaimana Islam memandang dan memberi solusi kepada kita dalam menilai kemiskinan. Ternyata, letaknya bukan pada kekuatan modal atau kehebatan akan menguasai pasar. Letaknya hanya pada kemampuan dan keikhlasan kita dalam mengelola sumber daya alam yang ada untuk kita pribadi, keluarga, dan masyarakat.

ISRAEL, Militer Yang Tangguh?

Israel, sebuah negara ilegal yang telah berdiri di tanah milik kaum muslimin sejak tahun 1948, kini dipercaya bahwa negara tersebut adalah negara yang tidak tertandingi. Anehnya, mitos semacam ini tidak berasal dari Israel sendiri, namun didongengkan oleh para pemimpin kaum muslimin yang loyal kepada mereka serta orang-orang bodoh yang hanya ikut-ikutan saja.

Panggung pertunjukan militer Israel dalam peperangan melawan bangsa-bangsa Muslim di kawasan tersebut pada 1948, 1956, 1967, dan 1973, sudah lama dianggap sebagai bukti kehebatan militernya. Namun sesungguhnya, semua peperangan ini hanya sebuah cara mereka untuk mencaplok tanah-tanah kaum muslimin. Semua konflik militer dengan bangsa Arab, hanya sebatas cara agar mereka bisa membuat hubungan yang akrab antara Israel dan negara-negara Arab. Setelah mereka puas bertempur, maka mereka akan melakukan gencatan senjata atau bahkan perdamaian. Tentu hal ini akan berujung pada pengakuan kedaulatan Israel sebagai negara yang sah.

Rekayasa Perang 1948
Pemicu utama terjadinya perang 1948 adalah akibat diploklamirkannya negara Israel sebagai negara yang sah dan merdeka. Sejak itu pula, meletuslah sebuah perang yang melibatkan Israel dengan pasukan gabungan bangsa Arab. Saat itu, pasukan bangsa Arab mencapai kurang lebih 40 ribu tentara sedangkan Israel hanya sekitar 30 ribu.

Namun sangat tidak masuk akal, bagaimana negara-negara Arab dengan jumlah penduduknya yang hampir mencapai 40 juta orang ini tidak mampu mengalahkan tentara Israel dan orang-orang Yahudi yang hanya berjumlah sekitar 600 ribu orang saja. Ternyata memang, hampir semua pemimpin bangsa Arab saat itu, sudah dirangkul oleh Israel dan tidak berniat untuk mengusir mereka dari tanah Palestina.

Para pemimpin-pemimpin besar seperti Raja Abdullah dari Yordania, Raja Farouk dari Mesir, dan Mufti Palestina, adalah para pemimpin lemah yang sebelumnya selalu diperdaya oleh Inggris. Semua orang tahu bahwa Raja Abdullah dan Ben Gurion, Perdana Menteri Israel yang pertama menjabat, pernah sama-sama belajar sebagai mahasiswa di Istanbul.

Raja Abdullah sendiri pernah memiliki sebuah Legiun Arab –yaitu unit tentara terlatih yang berkekuatan 4.500 orang– yang dikomandani langsung oleh seorang Inggris yang bernama Jenderal John Glubb. Se-dangkan Glubb sendiri pernah meng-akui bahwa dirinya berada dalam naungan dan perintah kolonial Inggris meski ia memimpin tentara Arab.

Adapun Mesir, negara ini justru sengaja memperlemah serangannya ke Israel. Tindakan yang bodoh ini terjadi di saat Nakrashi Pasha, Perdana Menteri Mesir, sengaja tidak menggunakan unit-unit militer mereka, namun hanya mengirim tentara sukarelawan saja yang baru dibentuk pada bulan Januari pada masa perang itu. Tidak hanya itu, Yordania juga menunda keberangkatan tentara Irak di wilayahnya. Dengan kata lain, Yordania telah menahan diri dalam menyerang tentara Israel.

Meski disebutkan bahwa tentara Arab berjumlah hampir 40 ribu orang, namun hanya 10 ribu saja dari mereka yang benar-benar tentara terlatih. Israel berkekuatan 30 ribu orang tentara. Dari jumlah itu, 10 ribu adalah tentara pertahanan dan 20 ribu lainnya adalah penjaga pemukiman. Tentara Israel ini dibekali dengan persenjataan terbaru dan disokong oleh dana agen-agen Zionis di AS dan Inggris. Terlepas dari kesiapan Yahudi dalam perang itu, sikap yang tidak berani dari para pemimpin Muslim adalah faktor penentu jejak Yahudi di Palestina.

Perebutan Terusan Suez 1956
Apa yang terjadi saat itu, sebenarnya bukan konflik perang dalam mencapai kemerdekaan Palestina atas penjajahan Israel. Konflik ini hanyalah sebuah pergulatan kecil antara Amerika Serikat dan Inggris dalam mengendalikan terusan Suez yang memiliki arti penting dalam jalur perdagangan dunia.

Dalam upaya menanamkan pengaruhnya di Timur Tengah, Amerika menilai bahwa Mesir harus menjadi sekutu penting bagi Amerika. Melalui CIA, Amerika merekayasa sebuah kudeta untuk menjatuhkan Raja Farouk pada 1952 karena Raja Farouk adalah boneka Inggris yang berpengaruh di Mesir. Setelah itu, Amerika menempatkan sekelompok perwira yang dipimpin Gamal Abdul Nasser. Mike Copeland, kepala operasi CIA, menjelaskan bahwa CIA mem-butuhkan seorang pemimpin kharismatik yang akan mampu mengalihkan sikap Anti Amerika menjadi sikap Pro Amerika. Itulah kenapa Raja Farouk dikudeta oleh Nasser atas bantuan CIA karena CIA dan Nasser memiliki kesepahaman yang sama tentang Israel. Bagi Nasser, Israel bukanlah soal dan pembicaraan tentang Israel tidak ada sangkut paut dengan dirinya. Baginya, musuh utama Mesir adalah Inggris.

Pada tahun 1956, Nasser menjalankan pesan Amerika untuk melakukan nasionalisasi Terusan Suez. Apa yang dilakukan oleh Nasser ini tentu mendapatkan respon dari Inggris. Saat itu juga, Inggris melibatkan Perancis dan Israel ke dalam pertempuran melawan Mesir. Konflik Suez ini dijelaskan oleh Corelli Barnet di dalam bukunya ‘The Collapse of British Power’. Dalam buku tersebut dijelaskan bahwa Perancis marah kepada Nasser karena Mesir mem-bantu pemberontak di Aljazair, dan merasa memiliki Terusan Suez padahal Terusan Suez ini dibuat oleh Perancis. Adapun dengan Israel, sebelumnya Israel sudah kesal kepada Nasser karena blokade yang dilakukan Mesir atas Selat Tiran. Maka dari itulah, Sir Anthony Eden, Perdana Menteri Inggris saat itu, membuat skenario dengan Perancis dan Israel. Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa Israel akan menyerang Mesir melalui semenanjung Sinai. Di saat yang sama, Inggris dan Perancis akan menyerukan kepada Israel dan Mesir untuk menghentikan peperangan, atau mereka (Inggris dan Perancis) akan campur tangan dalam me-lindungi Terusan Suez.

AS dan Uni Soviet melakukan tekanan diplomatik untuk memaksa Inggris dan Perancis menarik diri. Besarnya tekanan internasional waktu itu, memaksa Inggris dan Perancis angkat kaki dan kehilangan jejaknya di Mesir. Amerika bertindak tegas dengan mengancam akan memberikan sanksi ekonomi kepada Israel jika mereka tidak menarik diri dari kawasan-kawasan yang diram-pasnya dari Mesir. Tentu saja, ancaman Amerika ini adalah sesuatu yang akan membawa malapetaka bagi Israel bila benar-benar terjadi. Setelah krisis Suez mereda, Amerika muncul sebagai kekuatan sentral yang menguasai Timur Tengah.

Perang 1967
Perang yang dikenal dengan Perang Enam Hari ini juga merupakan episode lain dari konflik Anglo-Amerika dalam memperebutkan pengaruh di kawasan Timur Tengah. Selama 11 tahun berlangsung, yakni sejak perang 1956, Inggris masih menyisakan sedikit pengaruh melalui para agennya di Yordania, Suriah, dan Israel. Sebagai langkah dalam memperlemah Nasser, Inggris sengaja menjebak Israel agar menarik Mesir, Suriah, dan Yordania ke dalam perang. Pada tanggal 5 Juni 1967, Israel melakukan serangan awal dan menghancurkan 60% kekuatan Angkatan Udara Mesir serta 66% mesin tempur Suriah dan Yordania.

Israel merebut Tepi Barat dan Yerusalem Timur dari tangan Yordania. Hanya dalam waktu 48 jam saja, Israel telah sepenuhnya menduduki seluruh kota di Tepi Barat. Dengan cara yang sama pula, Israel menduduki Dataran Tinggi Golan pada hari ke-6. Pasukan Suriah yang berada di Dataran Tinggi Golan mendengar sendiri berita jatuhnya kawasan Golan ke tangan Israel, padahal mereka jelas-jelas menduduki kawasan itu. Israel juga memberikan pukulan hebat kepada Nasser dengan mengambil alih Sharm El Sheikh dan mengamankan jalur perairan Selat Tiran dari blokade Mesir. Upaya memperlemah rezim Nasser pun tercapai, sehingga menambah pengaruh Inggris ke kawasan tersebut. Israel pun mampu memperluas wilayahnya.

Perang 1973
Perang yang dilancarkan Mesir dan Suriah kepada Israel pada awal Oktober 1973, menunjukkan bahwa tujuan yang hendak mereka capai bersifat terbatas dan sama sekali tidak ada sangkut-pautnya dengan kemerdekaan Palestina. Tujuan perang yang sesungguhnya adalah memperkuat posisi Anwar Sadat dari Mesir dan Hafez al-Assad dari Suriah. Keduanya merupakan pemimpin yang relatif baru di masing-masing negara dan berkuasa karena kudeta. Terlebih bagi Sadat, secara khusus ia telah menduduki posisi yang rentan karena ia menggantikan posisi Nasser yang cukup kharismatik di Mesir.

Anwar Sadat sama sekali tidak berkeinginan mengalami perang dengan Israel. Itulah mengapa, ia mengajukan tawaran damai dengan Israel ketika tentaranya berada dalam posisi unggul di medan perang. Padahal semestinya, Mesir bisa mengalahkan Israel dan mengusir mereka dari Palestina jika benar-benar memiliki niat membebaskan tanah suci itu dari cengkeraman Yahudi.

Selama 24 jam pertama peperangan, Mesir memukul pertahanan Israel di Bar Lev, dengan hanya kehilangan 68 orang tentara. Sementara 2 divisi Suriah dan 500 tanknya menyapu ke arah Dataran Tinggi Golan dan menduduki kembali kawasan-kawasan yang direbut pada 1967. Dalam dua hari peperangan, Israel telah kehilangan 49 pesawat dan 500 tank. Di tengah kecamuk perang, Sadat mengirimkan pesan kepada Menteri Luar Negeri Amerika, Henry Kissinger, dengan mengatakan bahwa tujuan perang tersebut adalah mencapai perdamaian di Timur Tengah sepenuhnya. Maksudnya adalah, Mesir ingin menunjukkan kekuatannya dan menjadi penjaga kedamaian di Timur Tengah atas komando PBB dan Amerika dan sama sekali tidak berniat menghapuskan Israel dari peta dunia.

Demikian, peperangan demi peperangan antar bangsa Arab dengan Israel selama ini adalah sebuah gambaran yang menunjukkan bahwa para pemimpin kaum muslimin belum pernah serius, atau bahkan tidak serius, memerangi Israel demi kemerdekaan Palestina. Yang terjadi selama ini hanyalah pengkhianatan para pemimpin bermuka dua yang telah bergandengan tangan dengan Israel. Masing-masing perang dilancarkan demi tujuan tertentu, dan tidak ada satu pun yang dilancarkan demi kebebasan Palestina dari penjajahan Israel.

Sunday, August 30, 2009

Syarat Murah dan Mutunya Pendidikan

Bermutu memang identik dengan harga yang mahal. Bahkan ada satu frasa yang cukup dikenal luas oleh masyarakat kita bahwa 'uang tahu barang', artinya harga barang yang berkualitas tidak akan sama dengan harga barang yang tidak berkualitas. Tentu saja, barang yang bermutu tidak akan begitu saja dijual murah kepada pembeli.

Kondisi mengapa setiap produk yang berkualitas selalu mahal akan terlihat jelas setelah pembeli sebagai konsumen menawar produk itu dengan harga yang murah. Hal yang bisa dipastikan adalah munculnya argumen-argumen si penjual tentang alasan mengapa produk tersebut dijual mahal. Pertama, produk yang dimaksud termasuk produk langka yang jauh lebih baik dari produk-produk sama lainnya. Kedua, proses terciptanya produk dan alur distribusinya dirasa sangat baik dan terjamin. Ketiga, penjual tidak akan pernah mau rugi, setidaknya modal kembali datang meski keuntungan dirasa kurang.

Jika semua alasan tersebut sudah disampaikan, namun si pembeli masih mencoba untuk menawar produk tersebut, jangan kaget jika si penjual malah 'mengusirnya'. "Kalau mau berkualitas, ya pake duit. Kalau nggak mampu, nggak usah maksa. Kalau nggak mau juga, toh masih ada yang suka. Uang tahu barang, begitu kan?" Itulah mungkin beberapa ungkapan si penjual nantinya.

Ilustrasi tadi hanya sebuah gambaran kecil betapa sulitnya mendapatkan sesuatu yang berkualitas dengan harga yang murah. Murah dan Mutu, memang nampak sulit untuk disatukan, terlebih jika sesuatu yang dicari itu lebih kompleks dari sekedar barang dagangan. Pendidikan misalnya. Pendidikan tidak sesederhana produk yang dijual produsen atau distributor kepada konsumen. Artinya, polemik pendidikan jauh lebih rumit daripada sebatas menghasilkan barang kemudian menjualnya. Untuk menciptakan pendidikan yang bermutu tidak mudah, dan untuk menghargai pendidikan bermutu dengan harga murah membutuhkan pertimbangan-pertimbangan yang matang.

Meski demikian, pilihan mutu namun tetap murah masih bisa diwujudkan. Jika kembali pada ilustrasi tadi, boleh jadi si penjual akan memberikan produk tersebut dengan harga murah dengan cara menghemat biaya produksi dan distribusi, atau mencari dana tambahan untuk menutupi kekurangan tanpa menurunkan mutu barang yang dihasilkan.

Dari semua ilustrasi tadi, yang menjadi prioritas dan titik tekannya adalah pada mutu, bukan murah. Bagaimanapun juga, mutu harus dinomorsatukan. Namun hal ini tidak menghalangi cara bagaimana menghadapai permasalahan pendidikan di Indonesia agar lebih bermutu dan murah secara bersamaan.

Pada dasarnya, pendidikan yang baik harus memiliki standar mutu minimal yang jelas dan mampu dihadapkan pada era globalisasi. Setidaknya, ada empat sektor utama yang menjadi poros berjalannya pendidikan yang saling menguatkan. Keempat sektor itu adalah pengajar, sarana belajar, sistem pembelajaran, dan pelajar.

Sekolah dan perguruan tinggi, yang bertindak sebagai lembaga pendidikan, harus menyiapkan tenaga-tenaga pendidik yang berkualitas, kompetitif, dan loyal pada bidang ilmu yang dikuasainya. Penting untuk dipahami bahwa loyalitas seorang pengajar pada bidang ilmu yang dikuasainya, harus diperhatikan karena loyalitas akan menciptakan kreatifitas ke arah yang lebih baik bagi pendidikan. Jika hal ini kurang mendapat perhatian, maka akan banyak guru dan dosen yang mengajar tanpa dedikasi yang tinggi pada pendidikan.

Setelah itu, perlu disediakan sarana dan prasarana yang menunjang dalam proses belajar mengajar. Setidaknya beberapa laboratorium masing-masing disiplin ilmu dan ruang perpustakaan harus ada. Bagaimanapun juga, keberadaan laboratorium dan perpusatakaan adalah sarana penting yang harus dimiliki oleh setiap lembaga pendidikan. Karena, laboratorium dan perpustakaan bertindak sebagai 'jantung' pendidikan. Keduanya saling terkait, yang dimaksud adalah kaitan antara teori dan praktik, dan sangat berguna bagi setiap orang yang terlibat dalam proses belajar mengajar.

Selanjutnya ada sektor sistem atau konsep pendidikan. Pada sektor ini, kita dihadapkan pada banyak hal seperti kurikulum dan intevensi pemerintah, visi dan misi di setiap masing-masing lembaga pendidikan, sertifikasi sekolah dan guru, dan lain sebagainya. Banyak hal yang harus direformasi sehingga kita memiliki konsep dasar yang jelas dalam menjalankan proses pendidikan. Ketidak-jelasan konsep ini telah banyak menimbulkan kendala di kemudian hari.

Globalisasi pendidikan yang tidak mungkin dibendung ini, tentu menjadi alasan utama mengapa kita perlu memperkuat sistem dan konsep pendidikan kita. Bagaimanapun juga, masyarakat Indonesia harus mampu bersaing dengan masyarakat internasional lainnya. Namun untuk yang satu ini, ada rambu-rambu yang harus dijaga. Persaingan di era globalisasi pendidikan harus diperjelas maksud dan tujuannya. Karena jika tidak demikian, maka hasil dari persaingan ini hanya akan menimbulkan dekadensi moral yang jauh lebih buruk dari yang dibayangkan.

Persaingan dalam menghadapi globalisasi pendidikan, semestinya disikapi dengan sikap bahwa kita hidup sebagai 'universal human' atau manusia internasional. Artinya, kita telah diciptakan oleh Allah sebagai hamba sekaligus sebagai khalifah yang bermuamalah atau bersosialisasi dengan komunitas lainnya. Glo-balisasi harus disikapi dengan sikap yang positif sehingga akan melahirkan persaingan yang positif juga. Tidak hanya menjadi konsumen produk global yang hanya menikmati barang-barang luar negeri namun kosong dari wawasan internasional, tidak tahu menahu kondisi kaum muslimin di Palestina atau bahkan tidak memiliki loyalitas sebagai muslim dan masyarakat dunia. Bukan itu yang kita maksud sebagi manusia universal. Sama sekali bukan itu!

Memang, tidak ada salahnya jika kita belajar dari negara lain jika mereka menguasai ilmu tersebut dan sudah dipertimbangkan soal lingkungan dan budaya setempat yang mungkin berbeda dengan lingkungan kita. Tapi jika kembali pada persoalan bagaimana kita meningkatkan kualitas pendidikan di negeri kita, maka yang terpenting adalah bagaimana menciptakan tenaga-tenaga pendidik yang berkualitas setaraf internasional. Maka dari itu, mungkin mahasiswa tidak perlu lagi belajar ke Saudi jika ingin belajar agama karena sudah banyak ulama-ulama di negara sendiri, atau tidak perlu lagi pergi ke Jepang jika ingin belajar teknologi karena sudah banyak ilmuwan-ilmuwan handal di negara ini. Sudah barang tentu, ini akan menghemat biaya para pelajar sehingga tidak perlu repot-repot mengeluarkan biaya, baik biaya transportasi maupun biaya hidup sehari-hari.

Yang menjadi masalah sekarang memang aneh, pelajar-pelajar yang mencari ilmu ke luar negeri tidak banyak yang menularkan ilmunya di negeri sendiri. Justru, tidak sedikit di antara mereka yang bekerja di negara luar setelah mereka berhasil sehingga tidak banyak perubahan di negeri sendiri. Tentu ini menjadi problem yang serius bagi masyarakat Indonesia kedepannya. Bagaimana tidak, program meningkatkan kualitas guru yang profesional tidak berjalan lancar karena orang-orang pintarnya malah bekerja di luar negeri.

Tapi untuk menyalahkan 'kesalahan' ini, tidak serta merta menjadi tanggung jawab mereka yang belajar dan bekerja di luar negeri. Banyak hal yang memicu mengapa kesalahan ini terjadi dan yang menjadi faktor utamanya adalah rendahnya dukungan pemerintah pada mereka yang sukses belajar di luar negeri. Dukungan yang dimaksud tidak hanya sebatas dukungan moril, tapi juga butuh dukungan materi. Memang agak terkesan materialistik, tapi itulah yang dibutuhkan. Bagaimanapun, rendahnya upah yang tidak sebanding dengan pekerjaan, seperti rendahnya upah guru, akan berdampak pada lemahnya kinerja guru. Mereka yang sudah sukes belajar di luar negeri, mungkin akan berpikir dua kali jika harus mengajar di dalam negeri dengan bayaran yang murah.

Dengan kata lain, tidak ada cara lagi selain meningkatkan anggaran bagi pendidikan yang sudah dijanjikan oleh pemerintah sebesar 20 persen itu. Kualitas pendidikan harus diwujudkan semaksimal mungkin. Kita bisa belajar dari sejarah di saat ummat Islam memegang kekhalifahan. Banyak dari kalangan kaum muslimin saat itu yang menjadi ulama, mujtahid, ilmuwan, tabib, dan profesi-profesi lainnya. Bahkan, mereka-lah yang menjadi cikal bakal peradaban selanjutnya. Seperti aljabar misalnya, ia adalah hasil karya dari seorang matematikawan muslim, al-Khawarizimi, yang kemudian berkembang pesat di seluruh dunia.

Jika ditelaah, kebanyakan dari mereka adalah kaum dhuafa yang mungkin 'mustahil' bisa begitu pintar dan mampu menjadi master. Jika bukan karena keseriusan para pemimpin kaum muslimin saat itu, mungkin para ilmuwan yang pintar ini tidak pernah ada.

Baghdad sebagai contoh. Di masa kekhalifahan Abbasiyah, ia adalah kota ilmu pengetahuan bagi seluruh masyarakat dunia. Di sana terdapat sebuah perpustakan yang menyimpan buku-buku pengetahuan, baik pengetahuan agama maupun pengetahuan umum, dan beberapa lembaga pendidikan lainnya. Mereka yang belajar di Baghdad, bukanlah orang-orang kaya yang mampu secara materi. Justru, pemerintahlah yang kaya raya hingga mampu membiayai pendidikan bagi kaum muslimin.

Kondisi ini terjadi karena pemerintah mampu dan serius mengelola sumber pemasukan bagi negara yang dijadikan sebagai anggaran bagi pendidikan. Pemerintah benar-benar serius dalam meningkatkan kualitas pendidikan. Tentu saja, jika tidak serius dan berkualitas, mana mungkin ada ilmuwan-ilmuwan handal seperti Imam Syafi'i, Ibnu Taimiyah, Ibnu Qayyim al-Jauziyah, Ibnu Khaldun, al-Khawarizmi, dan lain sebagainya.

Berkaca dari sejarah ini, pemerintah Indonesia harus lebih serius lagi dalam meningkatkan kualitas pendidikan yang murah bagi rakyat. Anggaran sebesar 20 persen jangan hanya sebatas janji yang hanya sebatas wacana. Perlu keseriusan dan ketulusan dalam menyukseskannya. Harus ada tokoh-tokoh yang siap berlelah-lelah dan mengerahkan waktunya untuk urusan ini, dan tentu saja harus ada kerjasama yang terjalin utuh satu sama lain. Pendidik, pelajar, dan pemerintah, harus bekerjasama dalam menyukseskan pendidikan yang bermutu dan berkualitas. Budaya cinta ilmu harus ditingkatkan di masing-masing pihak. Inilah kunci yang akan membangkitkan semangat yang mungkin telah mati akibat cinta dunia. Dengan tumbuhnya budaya cinta ilmu, semua pihak akan bekerja sesuai dengan kemampuannya masing-masing. Yang berpangkat tidak akan terlena dengan jabatannya, yang kaya tidak akan terbuai dengan bisnisnya semata, yang sudah berhasil tidak hanya memikirkan dirinya sendiri, dan yang kurang materi tdak pernah pantang menyerah. Jika semuanya sudah mencintai ilmu, maka semuanya bisa bekerja dengan serius dan tulus.

Friday, August 28, 2009

Seandainya Tauhid diresapi, pasti hidup ini Indah

Siapa yang akan kau seru jika kau tersesat sendiri di tengah hutan? Siapa yang akan kau seru jika kau terjebak sendiri dalam kobaran api yang menyala-nyala? Siapa pula yang akan kau seru jika kau tenggelam di arus sungai sedang tiada satupun yang tahu keberadaanmu?

Siapapun ia, pasti akan menyeru Tuhannya. Dalam kondisi itu, manusia akan sangat membutuhkan pertolongan-Nya. Terlebih sebagai muslim, ia sadar akan eksistensinya sebagai makhluk yang hina lagi lemah, kemudian sadar akan eksistensi Allah Yang Besar dan Kuasa.

Ini sudah menjadi konsep kehidupan. Di saat manusia berada pada titik terlemah dalam hidupnya, maka hati nuraninya akan bicara bahwa ia sangat membutuhkan kekuatan Tuhan, Dzat Yang telah menciptakannya.

Orang yang sudah mengenal Allah, maka Dia-lah yang akan menjadi sandaran hidupnya. Ia akan beralih kepada titik fitrahnya, yakni sebagai makhluk yang tidak lebih hanya gumpalan daging dan tulang. Hingga ia akan merasa bahwa hidupnya sama sekali tidak berguna tanpa kasih sayang Allah.

Inilah konsep Tauhid yang sejujurnya, dimana manusia benar-benar ditempatkan sebagai makhluk yang hina dan Allah ditempatkan sebagai Dzat Yang Agung lagi Mulia. Inilah konsep yang telah melahirkan manusia2 hebat (para nabi, rasul, shiddiqiin, shalihin, dan mujahidin). Merekalah yang tidak pernah takut akan kesengsaraan dunia karena hatinya sudah tertancap panji-panji Tauhid. Musibah, penderitaan, kepedihan, dan kemiskinan tidak menjadikan mereka berkeluh kesah karena jiwanya mengenal Allah Yang Kuasa lagi Maha Kaya. Pun mereka tidak pernah takut akan musuh-musuh penyeru kebatilan karena keimanannya kepada Dzat Yang Maha Hebat. Kalaupun harus mati, maka kematian mereka adalah kabar gembira dan akhir yang sangat bahagia bagi diri mereka.

Resapilah Firman Allah berikut!
“Ingatlah wali-wali Allah itu, tidak ada rasa takut pada mereka, dan mereka tidak bersedih hati. (Yaitu) orang-orang yang BERIMAN dan senantiasa BERTAKWA. Bagi mereka berita gembira dalam kehidupan di dunia dan di akhirat...” (Yunus: 62-64)

Semoga Allah menjadikan kita bagian dari wali-wali itu yang hati serta jiwanya diliputi keimanan yang kuat dan mengakar. Amin Ya Rabb al-Alamin....

3 Macam Tauhid

Uluhiyah:
Mengesakan Allah dalam peribadatan dengan menjadikan Allah sebagai satu-satunya Dzat yang disembah. Seperti sujud kepada Allah, ruku’ kepada Allah, berdoa kepada Allah, berthawaf kepada Allah, berkurban/menyembelih binatang karena Allah, takut/cinta/harap/ hanya kepada Allah.

Rububiyah:
Mengesakan Allah dalam arti penciptaan dengan menjadikan Allah sebagai satu-satunya Dzat yang mencipta, mengatur, memberi segala-galanya. Seperti meyakini bahwa Allah-lah yang menciptakan langit dan bumi, menjaga laut dan samudera, mengokohkan gunung dan bukit-bukit, menghidupkan dan mematikan, serta memberi rizki atau menyempitkan rizki.

Asma wa Shifat:
MENETAPKAN semua Nama-Nama yang Allah dan Rasul-Nya tetapkan juga menetapkan semua Sifat-Sifat yang Allah dan Rasul-Nya tetapkan. Seperti meyakini bahwa Allah memiliki nama ar-Rahman, ash-Shobar, dll ; menyakini bahwa Allah bersemayam di atas Arsy (Langit Ketujuh), turun ke langit dunia di sepertiga malam, menciptakan Adam dengan Kedua Tangan-Nya, atau menampakkan Wajah-Nya di Surga kelak. Ingat, semua Nama dan Sifat Allah ini adalah sesuai dengan keagungan dan kebesaran Allah.
SERTA MENOLAK semua Nama dan Sifat yang tidak Allah dan Rasul-Nya tetapkan. Seperti menyebut Allah sebagai Gusti, Pangeran, Romo, Bapa, (semua julukan-julukan itu adalah keliru karena tidak pernah ditetapkan oleh Allah dan Rasul-Nya) atau meyakini bahwa Allah ada di mana-mana.

Demikianlah. Semoga bermanfaat. Wallahu ‘alam

Kapan kesyirikan pertama kali terjadi ??

Bismillah. Setelah Puji dan Shalawat.
Pada era Nabi Adam hingga Nabi Idris, semua makhluk beriman kepada Allah. Namun setelah itu, kesyirikan mulai muncul. Saat itu, Nabi Idris sudah wafat, para ulama yang setia kepada ajaran Nabi Idris tinggal sedikit. Lambat laun, para ulama ini meninggal dan yang tersisa tinggal orang-orang bodoh. Bertahun-tahun mereka hidup dalam kebodohan. Meski telah mengenal Allah, mereka tidak tahu bagaimana harus menyembah-Nya. Mereka tidak mengerti bagaimana cara beribadah kepada Allah, Tuhan yang telah mereka kenal dari ulama-ulama mereka.

Ratusan tahun berganti, mereka semakin bodoh dan bodoh. Di saat kondisi itulah, iblis beserta bala tentaranya membisik-bisiki manusia agar tersesat sejauh-jauhnya. Setan-setan itu membisikkan agar manusia membuat monumen-monumen berupa patung-patung para pendahulu mereka, yakni para ulama, dengan alasan sebagai bentuk penghormatan terhadap jasa-jasa mereka. Kemudian di antara manusia saat itu ada yang mengikuti bisikan setan dan mereka mengira bahwa perbuatan tersebut (yakni membuat monumen ulama-ulama nenek moyang) adalah perbuatan yang positif.

Beberapa patung yang dibuat adalah patung Wadda, Suwa, Yaghuth, Yauq, dan Nash; yang tidak lain adalah nama-nama para ulama terdahulu yang masih sejalan dengan ajaran Nabi Idris.

Awalnya hanya membuat patung, kemudian lambat laun mereka pun ber-thawaf (mengelilingi) patung-patung itu hingga akhirnya mereka menjadikan patung-patung itu sebagai alat ritual ibadah mereka, sebagai cara untuk mengisi jiwa spiritual mereka. Lambat laun, mereka pun berdoa dan bersujud di hadapan patung-patung itu.

Keadaan ini sebagaimana yang Allah sampaikan dalam al-Qur’an:
”Dan mereka berkata, ‘Jangan sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) tuhan-tuhan kamu dan jangan pula sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) terhadap Wadd, dan jangan pula Suwa, Yagus, Yauq, dan Nasr (QS. Nuh: 23)

Kondisi ini terus terjadi beratus-ratus tahun lamanya hingga Allah mengutus Nabi Nuh, seseorang yang tidak lain adalah dari kerabat mereka sendiri, untuk menyadarkan kaumnya dari kesyirikan itu. Beliulah Rasulullah (utusan Allah) pertama yang menyeru manusia kepada Tauhid, peng-Esaan Allah.

Elaborasi Syahadat Muhammad Rasulullah

Bismillah. Alhamdulillah washalatu wasalaamu a’la Rasulillah.

Saudaraku, Nabi Muhammad Shallallaahu alaihi wasallam adalah utusan Allah terakhir yang menutup risalah kenabian. Sebagai umatnya, kita diperintahkan untuk bersyahadat (bersaksi) bahwa beliau adalah Hamba dan Utusan Allah.

Dua konsep yang berasal dari syahadat ini adalah:

1. Nabi Muhammad Shallallaahu alaihi wasallam adalah HAMBA. Beliau layaknya manusia biasa yang butuh makan, minum, tidur, wafat, dan sebagainya. Dari konsep ini, umat Islam tidak berhak menuhankan beliau (tidak seperti orang-orang Nashrani yang menuhankan Yesus atau orang-orang sesat yang berdoa kepada beliau seperti ucapan Ya Muhammad, tolonglah kami..! Ya Muhammad, selamatkan kami..! ) karena beliau adalah hamba. Sedangkan perkara ibadah (seperti berdoa) hanya pantas bagi Allah.

2. Nabi Muhmmad Shallallaahu alaihi wasallam adalah UTUSAN. Beliau yang menyampaikan risalah Allah yang hadits-haditsnya adalah benar lagi tiada keraguan. Dari konsep ini, umat Islam wajib mengikuti beliau tanpa ada satupun dari risalahnya yang ditolak atau dibenci. Semua perkataan manusia bisa diterima atau ditolak, kecuali perkataan Allah dan Rasul-Nya ini, yakni wajib diimani dan diikuti. Bagi seorang muslim, tidak ada ruang pada hatinya untuk membenci beliau; tidak ada satu ucap pada lidahnya untuk menghina beliau; dan tidak ada satu amal pun yang menyudutkan beliau.

Dari kedua konsep ini, posisi kita sebagai muslim terlihat jelas bahwa kita sangat menghormati beliau dengan penghormatan yang pantas dan tidak berlebih-lebihan. Demi Allah Yang Menggengam langit dan bumi, tiada manusia pun yang pantas dicintai dan diteladani sepenuh hati melainkan sosok yang lahir dari perut Aminah ini. Bahkan, jiwa dan harta kita pantas direlakan demi kemuliannya dan keagungan risalah yang dibawanya. Semoga Allah mempertemukan kita dengan nabi kita tercinta ini, Muhammad Rasulullah Shallallaahu alaihi wasallam. Amien...

Dua syarat diterimanya Ibadah

الحمد لله والصلاة والسلام على رسول لله

Menurut penjelasan para ulama, dua syarat sahnya ibadah ialah:

• Al-Ikhlash
• Al-Mutaba’ah

Al-Ikhlas berarti memurnikan tauhid kepada Allah, maksudnya mengharap keridhaan Allah beserta ganjaran-Nya tanpa mengharap yang selain Diri-Nya. Dalam hal ini, banyak orang yang kurang memperhatikan makna Ikhlash. Mereka hanya menafsirkan Ikhlash sebagai sesuatu yang dilakukan tanpa beban. Padahal, makna Ikhlash yang sebenarnya adalah MEMURNIKAN Tauhid kepada Allah. Contoh, seseorang yang mengirim sesaji untuk jin tidaklah disebut ikhlash meski ia melakukannya tanpa beban.

Al-Mutaba’ah adalah SESUAI dengan ajaran Rasulullah saw. Ibadah yang benar adalah ibadah yang sesuai dengan ajaran Rasulullah dan tidak menyimpang dari ajaran beliau, seperti menambah-nambah atau mengurang-ngurang, baik dari segi isi, waktu, kadar, maupun cara pelaksanaannya. Berarti, ibadah yang benar adalah ibadah yang isi, waktu, kadar, dan cara pelaksanaannya sesuai dengan apa-apa yang dicontohkan oleh Rasulullah. Jika ada ibadah baru, maka ibadah itu adalah haram.

Syaikh Fudhail bin Iyad berkata:
“Apabila sebuah ibadah dikerjakan dengan Ikhlash namun tidak Mutaba’ah, niscaya amal itu tidak akan diterima. Begitupula jika sebuah ibadah dilakukan dengan Mutaba’ah namun tidak Ikhlash, maka tidak akan diterima hingga ibadah itu dikerjakan dengan Ikhlas dan Mutaba’ah. Ikhlash berarti amal tersebut karena Allah semata, sedangkan Mutaba’ah berarti amal tersebut berdasarkan Sunnah (ajaran Rasulullah).”

Hikmahnya, beribadah dengan Ikhlas adalah bentuk dari ketaatan kepada Allah. Adapun beribadah dengan Mutaba’ah adalah bentuk dari ketaatan kepada Rasulullah.

Thursday, August 27, 2009

KENA-kan kondom atau KENA !!!

Boleh jadi kita semua sudah pernah mendengar sebuah iklan penyuluhan masyarakat yang slogannya adalah Kenakan Kondom atau Kena. Slogan itu merupakan sebuah bentuk anjuran kepada masyarakat untuk terhindar dari penyakit-penyakit yang disebabkan oleh aktivitas seksual.

Slogan ini dan slogan-slogan sejenis lainnya memang sudah sering digencarkan kepada masyarakat sejak diproduksinya kondom, yang saat itu marak terjadi wabah-wabah penyakit seksual seperti HIV-AIDS. Memang, awalnya banyak orang yang memberi dukungan terhadap produksi kondom ini. Bagaimana tidak, banyak para pakar kesehatan yang merekomendasikan penggunaan kondom. Alasannya cukup singkat, yaitu kondom bisa mencegah penularaan virus HIV AIDS.

AIDS, virus hasil budaya Free Sex
Penduduk bumi dihebohkan dengan virus mematikan ini. Bagaimana tidak, virus yang awalnya tidak ada kemudian menjadi ada dan sekarang amat sangat berbahaya. Parahnya, virus ini tidak bisa diberantas karena belum ada obat atau penangkalnya yang efektif. Namun anehnya, prilaku masyarakat yang serba bebas, seperti bebas melakukan hubungan seksual dengan siapapun, dibiarkan begitu saja. Padahal sejatinya, prilaku free sex inilah yang mengundang datangnya sang virus. Tragisnya lagi, virus AIDS pun akan menyerang siapa saja yang terjalin kontak dengan si pengidap AIDS. Baik itu lewat jarum suntik, hubungan seksual, atau ASI dari seorang Ibu yang mengidap AIDS ke-pada bayinya.

AIDS belum bisa diobati secara medis. Namun AIDS bisa dicegah. Sayangnya, banyak kalangan yang masih percaya bahwa penggunaan kondom adalah sebuah bentuk pencegahan. Maka dari itu, muncul kampanye-kampanye untuk menggunakan kondom di saat melakukan hubungan seksual. Memang, produksi kondom ini awalnya untuk kontrasepsi. Namun seiring berjalannya waktu, kondom dipercaya sebagai alat pe-nangkal virus AIDS.

Pro-Kontra Kampanye Kondom
Kampanye-kampanye penggunaan kondom menimbulkan beragam reaksi dari masyarakat, terutama dari kalangan aktivis peduli AIDS. Sebetulnya para aktivis peduli AIDS sadar betul bahwa penularan AIDS yang paling efektif adalah lewat hubungan seksual yang tidak aman. Maksudnya tidak aman adalah berganti-ganti pasangan. Budaya kawin di luar nikah ini, memang sudah menjadi trend di kalang-an sebagian pemuda untuk bersenang-senang menikmati kebebasan seksual.

Dari sini, para pakar dan aktivis peduli AIDS, berusaha mencari cara bagaimana bisa mencegah penularan AIDS tanpa harus menghentikan hubungan seksual yang bebas. Dan akhirnya, kondom diyakini mampu mencegah penularan HIV-AIDS.

Seberapa Kuat Kondom Mencegah HIV-AIDS?
Latex atau sejenis karet merupakan senyawa hidrokarbon dan polimerisasi yang dijadikan sebagai bahan dasar pembuatan kondom. Semua bahan senyawa hidrokarbon dan polimerisasi itu berserat dan berpori. Besar dan bentuk pori-pori itu tergantung jalur dan lajur serat.

Tebalnya kira-kira sekitar 1/10 mm atau sama dengan 100 mikron. Diameter serat latexnya sekitar 0,5 sam-pai 1,5 mikron. Jalur dan lajur serat itu seperti tenunan kain tapi tak beraturan, seperti kain berlapis yang mencapai 100 hingga 200 lapisan. Jika terjadi rembesan, pori dari lapis atas atau lapisan pertama merembes ke pori lapis kedua sampai lapis ke seratus atau dua ratus. Makin meregang seratnya, makin panjang poriporinya dan makin pipih seratnya, sehingga celah antar lapisan makin terbuka lebar.

Serat-serat kondom punya ion yang sejenis sehingga saling tolak-menolak. Akibat ion yang saling tolak-menolak itulah terbentuk pori. Jika meregang pori lebih banyak berbentuk elips memanjang, sehingga pori lapisan pertama akan berhubungan dengan pori lapisan seterusnya. Sehingga, proses perembesan relatif lebih besar dan cepat. Bila ada cairan di satu sisi akan lebih mudah merembes ke sisi yang lainnya. Kesimpulannnya, virus HIV-AIDS akan cepat sekali merembes pada pori-pori kondom.

Dari uraian itu, jelas kondom tidak 100% aman untuk mencegah penularan atau penyebaran penyakit HIV-AIDS. Mengingat, perilaku seksual (baca: perzinahan) tak berubah bahkan makin menjadi-jadi.

Kampanye Kondom, sarat nuansa Bisnis Sesat
Bisnis memproduksi dan mendistribusikan kondom, amat sangat menggiurkan. Ibarat jualan es batu di padang pasir. Bagaimana tidak, prilaku seks bebas semakin menggila namun kebanyakan mereka takut tertular HIV-AIDS. Tentu saja, mereka akan terus memburu kondom. Terlebih, penggunaan kondom itu sifatnya sekali pakai. Artinya, kondom tidak bisa digunakan untuk kedua kalinya. Setelah digunakan sekali, ya harus dibuang. Kalau mau coba lagi, ya beli lagi. Menguntungkan produsen, kan?

Tidak hanya itu, untuk melancarkan penjualan kondom ini, para produsen mengajak para ahli dan aktivis peduli AIDS untuk bisa ‘membantu’. Bantuan yang diharapkan biasanya berbentuk penyuluhan-penyuluhan dan kampanye kepada masyarakat hingga mereka tertarik membeli kondom. Di-buatlah LSM-LSM yang ‘peduli’ dengan penularan HIV-AIDS. LSM-LSM ini membuat beberapa program tertentu untuk ‘memikat’ para pecandu seks agar menggunakan kondom.

Ada program "A,B,C". "A" itu ber-arti Abstinentia sexual yang artinya puasa seks, "B" itu adalah Be Faithful yang artinya setia pada pasangan dan tak berselingkuh. Jika program "A" dan "B" gagal, program berikutnya adalah "C" yaitu Condom. Ya, kondom adalah solusinya. Jika dipikir-pikir, mana ada yang mau ‘puasa seks’ dan ‘setia pada pasangan’ kecuali hanya sedikit orang. Artinya, program A dan B hanyalah ‘formalitas’ belaka yang intinya penjualan kondom bisa diterima oleh semua kalangan.

Kondomisasi versus HAM
Atas nama HAM, manusia berhak melakukan apapun, termasuk melakukan hubungan seks bebas. Dengan dalih itu, mereka menghalalkan hubungan seksual dengan siapa saja, di mana saja, dan kapan saja, sepanjang tak menggauli anak kecil. Ya, menggauli anak di bawah umur adalah bentuk pelecehan seksual yang melanggar HAM. Siapapun bisa terjerat hukum jika menggauli anak di bawah umur.

Adapun dengan kondomisasi, itu tidak akan menyelesaikan akar permasalahan. Kondomisasi yang mereka jalankan itu karena mereka tidak tahu jalan keluar yang efektif dari masalah ini. Mereka terbentur dengan dalih kebebasan seks atau sex right serta HAM atau human right. Dengan dalih “sex and human right” itu, mereka menjunjung tinggi kebebasan individu melebihi kepentingan masyarakat banyak. Sebagaimana kita maklumi, masyarakat barat memiliki karakter yang permisif (serba boleh), individualistis, materialistis dan sekular. Moral, etika, dan agama tidak mendapat tempat terhormat di tatanan masyarakat yang serba hedonis ini. Karena itu, mereka mengkampanyekan kondom sebagai cara pencegah-an penularan HIV/AIDS yang ujung-ujungnya menjadi bumerang bagi mereka.

Jual Kondom, Jual Kematian
Siapapun yang sengaja mengkampanyekan kondom, hendaknya jujur kepada masyarakat bahwa penggunaan kondom dalam seks bebas, berisiko terinfeksi virus HIV/AIDS. Ibaratnya seperti ini, menjual kondom sama saja memberi peluang kepada para pecandu seks bebas dari terjangkiti virus AIDS. Ini sama saja dengan membunuh, menyiksa, dan menyebarkan penyakit. Bahkan perbuatan ini jauh lebih biadab daripada sekedar membunuh karena sejatinya, perbuatan ini malah mengundang kematian secara massal dan berkelanjutan.

Baiklah, memang kondom awalnya untuk kontrasepsi. Tapi lihatlah realita yang ada, angka pemakaian kondom untuk kontrasepsi jauh lebih kecil dibanding angka pemakaian kondom untuk aktivitas seks bebas. Dengan kata lain, kondom lebih banyak dibeli oleh orang-orang di luar nikah daripada yang sudah menikah. Lalu pertanyaannya adalah, “Untuk apa para ‘bujangan dan bujangawati’ itu membeli kondom, jika bukan untuk berzinah?

Ini semua adalah tanggung jawab kita sebagai khalifah di muka bumi. Ada kewajiban pada diri kita masing-masing untuk menyelamatkan manusia dari jurang api neraka. Tentu saja, ada banyak faktor mengapa mereka terjun ke dalam jurang kehinaan itu. Sedikitnya karena tiga kemiskinan; miskin iman, miskin pengetahuan, dan miskin materi. Miskin iman membuat seseorang bebas melakuan sesuatu tanpa ada aturan, miskin pengetahuan menjadikan seseorang buta dari ancaman kehancuran termasuk bahaya AIDS, sedangkan miskin materi mendorong seseorang melakukan apapun demi uang, termasuk ‘menjual diri dan ke-hormatan’.

Belenggu Aktivis dan Penguasa

Reformasi menjadi bukti betapa hebatnya kekuatan pemuda menjadi pegas penting dalam perubahan. Namun benarkah, kekuatan itu masih terasa sekarang?

Seorang bijak pernah berkata bahwa pemuda masa kini adalah pemimpin di masa depan. Ungkapan itu tidak masalah sama sekali. Betul memang, tugas kepemimpinan sebuah masyarakat berada pada pundak pemudanya. Mau tidak mau, generasi akan terus bergulir. Tentu saja, kepemimpinan pun tidak akan selalu bertumpu pada satu generasi saja.

Namun apa jadinya jika kepemimpinan dan kekuasaan sebuah negara menjadi alat untuk mereguk kenikmatan sesaat. Mereguk bagaimana lezatnya menikmati uang rakyat. Mereguk bagaimana rasanya menikmati sumber daya alam yang ada. Atau setidaknya merasa nyaman jika duduk di bangku-bangku pejabat.

Inilah yang mungkin kita alami. Tentu saja, ini menjadi bahan renungan bagi para pemuda yang dikenal memiliki semangat idealisme yang tinggi. Sepatutnya, kondisi yang harus diperbaiki atau direformasi ini, tidak boleh menjadi bumerang bagi mereka yang aktif dalam gelombang pergerakan.

Satu hal yang betul-betul kita sayangkan adalah tergelincirnya kaum muda kepada ‘nikmatnya kekuasaan’. Tidak sedikit di antara para aktivis muda yang kini malah terlena dengan arus politik yang ada. Mungkin tepatnya ‘termakan orasi sendiri’. Dulu selagi muda, orasi sana-sini menentang kebijakan pemerintah. Namun sekarang berbalik. Malah mereka yang kini ditentang kebijakannya.

Jika dulu mereka menggembar-gemborkan kepentingan rakyat dan membela mati-matian idealismenya semasa duduk di bangku kuliah, sekarang terlena di kursi-kursi pemerintahan. Bahkan tak sedikit di antara mereka yang berubah orientasi. Tidak lagi berjuang untuk kepentingan rakyat, tapi berjuang untuk kepentingan sesaat. Berubah haluan dari bergerak untuk idealisme menjadi otoritarianisme (gila kekuasaan).

Sebuah ironi memang. Kondisi ini patut disayangkan. Apakah semudah itu para aktivis ‘berkhianat’? Atau memang begitu hebatnya godaan menjadi pejabat-pejabat pemerintah?

Kita semua satu pendapat bahwa seorang aktivis adalah seorang intelektual. Namun, seorang intelektual tak selalu seorang aktivis. Padahal semestinya, seorang intelektual haruslah menjadi seorang aktivis. Karena ibarat pepatah, ilmu yang tidak diamalkan ibarat pohon yang buahnya matang namun tak ada yang memetik hingga buah itu busuk di pohonnya sendiri.

Aktivis berarti seseorang yang vokal menyuarakan aspirasi intelektualnya. Memang tidak ada batasan usia bagi seorang aktivis. Namun secara keumuman, para pemudalah yang ramai-ramai jadi aktivis. Menjadi aktivis adalah sebuah pilihan yang tepat, karena secara tidak langsung ia telah memposisikan dirinya sebagai bagian dari pusat masyarakat dan kemasyarakatan.

Pusat masyarakat berarti memposisikan diri sebagai tokoh, panutan, dan yang harus ditiru atau diikuti. Baik mudah maupun sulit, baik ringan maupun berat, karena menjadi pusat masyarakat tak semudah memimpin diri sendiri. Sedangkan pusat kemasyarakatan berarti memposisikan diri sebagai penyalur aspirasi dan pengubah sistem masyarakat yang ada ke arah yang lebih baik.

Waspadai Harta dan Kedudukan
Para aktivis muda biasanya tak terlalu risau dengan problematika harta. Pernyataan ini sama sekali bukan untuk menafikan keinginan seorang manusia, siapapun itu, terhadap harta. Harta tetaplah harta. Ia tentu saja diperlukan oleh siapapun untuk bertahan hidup. Namun masalahnya, pandangan seorang aktivis muda terhadap harta, tak selalu sama dengan pandangan seorang di luar aktivis, entah itu pejabat yang punya kedudukan atau masyarakat biasa.

Boleh jadi, kaum muda lebih mencintai hidup pas-pasan tapi kaya dengan ilmu dan kreatifitas. Atau menjadi seorang aktivis ‘proletar’ yang penuh dengan cita-cita mulia. Daripada hidup mewah borjuis dan memangku jabatan tinggi tapi miskin hati nurani dan jadi koruptor.

Namun pemuda tetaplah manusia. Namanya juga manusia, sedikit yang tahan dengan godaan harta dan kekuasaan. Hanya orang-orang yang teguh dan istiqamah-lah yang kokoh idealisme serta jalan hidupnya.

Lagi pula jika seorang aktivis adalah intelektual, toh intelektual pun tak selalu melek sosial. Kaum intelektual sejati adalah mereka yang mengusung nilai-nilai kebenaran mutlak. Tidak mengabdi pada kepentingan politik, apapun alasannya. Merekalah yang memiliki tanggung jawab sebagai pejuang kebenaran dan penjaga kebenaran itu.

Sedangkan para intelektual pengecut tak ubahnya seperti penjahat bersilat lidah. Merekalah yang telah mengkhianati keintelektualan mereka. Merekalah yang tenggelam pada politik praktis yang mengendalikan kebenaran dan keadilan atas kepentingan pribadi dan golongan. Padahal sejatinya, kebenaran dan keadilan tak bisa dikendalikan oleh politik karena dasar kepentingan sesaat.

Apalagi di zaman sekarang yang kian hari kian tak terkendali. Kondisi ekonomi semakin carut marut. Tapi situasi politik semakin menggila. Dana kampanye tersedia berjuta-juta padahal kondisi rakyat masih jauh dari yang diharapkan.

Wajar saja jika orang ramai-ramai jadi pejabat. Tak terkecuali dengan mereka yang dulu jadi aktivis. Mereka gencar mencari posisi kosong dan bangku empuk. Ada yang duduk di dewan pusat ada pula yang kebagian jatah di dewan daerah. Intinya kedudukan dan harta.

Padahal jika mengenang romantisme perjuangan mereka dulu, para aktivis muda ini rela berdesak-desakan untuk menyampaikan aspirasi di jalan-jalan kota. Bermandikan keringat sambil berteriak-teriak menyampaikan aspirasi.

Minum kopi satu gelas rame-rame sambil diskusi tentang kondisi politik saat itu, adalah bagian dari sekian romantisme para aktivis muda. Rela begadang tiap malam, lelah-lelahan selesaikan tugas kampus, terus rapat dengan kawan-kawan, menjadi satu bagian tersendiri dari pergerakan mereka.

Mungkin kita masih ingat dengan para aktivis ’98 yang berhasil menumbangkan rezim Orba. Merubah kepemimpinan otoriter menjadi pemerintahan reformasi. Patut kita banggakan ketika mereka bercita-cita menghapus budaya korupsi di kalangan elit politik di negeri ini.

Masa itu menjadi bukti betapa hebatnya kekuatan pemuda menjadi pegas penting dalam perubahan. Namun benarkah, kekuatan itu masih terasa sekarang? Sepertinya tidak, mungkin itu jawaban yang tepat untuk saat ini. Toh, di antara mereka yang dulu bergerak dalam peristiwa 98, tak seutuhnya murni dari semangat perjuangan.

Bahkan tak bisa dipungkiri, beberapa dari mereka ada juga yang hanya ikut-ikutan dan menyimpan maksud di balik keikutsertaannya. Inilah yang kita juluki sebagai pengkhianat aktivis muda yang sekarang mungkin duduk di bangku-bangku basah.

Jika orang-orang semacam ini tumbuh subur di Indonesia, tak bisa dibayangkan bagaimana hancurnya kondisi negeri ini. Kaum intelektual akan habis punah karena semuanya menjadi politisi-praktis yang punya target menduduki jabatan di birokrasi pemerintah. Kalau kaum intelektual dan aktivis muda, menggebu-gebu ingin menjadi kaum borjuis dan penguasa hedonis, daripada membangun peradaban dari dalam, maka kehancuran negeri ini sudah ada di depan pintu.

Saatnya para aktivis muda bangkit kembali. Bersatu dalam barisan mewujudkan nilai-nilai Islam untuk ummat dan masyarakat Indonesia. Jangan sampai uang dan kekuasaan meruntuhkan barisan itu. Karena sesungguhnya, musuh yang paling berat dihadapi adalah musuh dari dalam barisan sendiri.

Tetaplah berada pada barisan aktivis. Jangan terlena dengan fenomena kekuasaan yang terlihat menyenangkan. Satu hal lagi, jangan pernah terpedaya bahwa untuk merubah pemerintahan yang buruk, maka harus memperbaikinya dari dalam.

Sejarah banyak membuktikan bahwa perbaikan dari dalam itu biasa berakhir pada kesia-siaan. Jadi sebenarnya, jika ada orang yang masuk ke dalam sistem pemerintahan untuk merubah pemerintahan itu, maka sebenarnya ia adalah orang yang tidak percaya diri alias tidak punya nyali untuk berada di luar sistem.

Bagaimana mungkin ia akan mampu berjuang sedang ia sendiri terbelenggu dalam sistem yang menjadi musuhnya. Padahal untuk mengatakan kebenaran kepada penguasa zalim misalnya, dibutuhkan kesabaran, kebersihan hati, dan tentunya jarak antara dirinya dengan penguasa itu. Jadi, jangan mundur jadi aktivis!!!

PEMUDA, Sentral Perubahan

Tumbuhnya negeri ini tidak terlepas dari kebesaran jiwa dan semangat para pemuda kita. Yaitu para pemuda Islam yang gigih berjuang tiada pamrih. Bersih begerak tiada lelah dan letih. Berjuang bukan untuk memberontak. Bergerak bukan untuk menghancurkan. Tapi perjuangan ini dilakukan karena kecintaannya pada Islam dan Tanah Air.

Bulan Oktober ini menjadi saksi penting bagi sejarah bangsa Indonesia. Pada bulan tersebut, para pemuda negeri ini menjadi pelopor persatuan dan kesatuan bangsa. Mereka yang mengikrarkan Sumpah Pemuda, telah berupaya untuk mempersamakan visi dan misinya sebagai satu bagian dari warga Indonesia.

Terbentang dari Sabang hingga Merauke, ribuan suku bersatu dalam kebhinekaan satu. Beragamnya bahasa dan budaya, melebur dalam ikatan Tunggal Ika. Pemuda menjadi sorotan utama saat itu dan telah memberikan bukti bahwa mereka pun bisa menjadi bagian dari perubahan.

Dan sekarang, kita berada dalam sebuah pergerakan politik. Menuju era Indonesia Baru. Sebuah pergerakan yang mengarah pada perubahan. Menuju arah yang kita inginkan lebih Islami, adil, aman dan sejahtera. Para pemuda Islam, harus terus berjuang untuk tetap memprioritaskan Islam sebagai tujuan dari sebuah pergerakan. Islam dan segala konsekuensinya, menjadi batu sandaran dalam memperjuangkan Indonesia menjadi negara yang baldatun thayyibatun wa rabbun ghofuur (negeri yang baik dan Allah mengampuni, diridhai Allah)

Apalah arti dari kemakmuran sebuah negeri, jika kehidupan bangsa tersebut jauh dari nilai-nilai Islami. Apalah guna kesejahteraan bagi rakyat, jika mayoritas masyarakatnya penuh dengan prilaku maksiat.

Tentu ini menjadi sebuah tanggung jawab seluruh pemuda Islam. Mata internasional mengerti bahwa Indonesia adalah negara muslim terbesar. Di negeri inilah, harapan ummat Islam dunia tertuju. Sebuah harapan agar Indonesia menjadi poros kejayaan Islam. Serta, sebuah cita-cita agar negeri ini menjadi benteng persatuan ummat.

Dari literatur-literatur yang ada, disebutkan bahwa pemuda-pemuda kita dahulu, sangat gigih memperjuangkan aspirasinya sebagai pejuang kemerdekaan. Mereka kerahkan segala potensi yang dimiliki. Baik berjuang lewat organisasi-organisasi, diplomasi, atau intelektualitas.

Begitulah jiwa pemuda. Kesadaran heroismenya tumbuh dan semakin pesat seiring kondisi yang dihadapi seakan membuatnya harus terus bergerak. Berbeda dengan para pemuda lain yang berada pada situasi yang cukup nyaman dan aman. Biasanya, mereka yang berada pada posisi itu, semangat heroisme dan patriotiknya melemah.

Sebagai contoh, para pemuda Pa-lestina yang sehari-harinya diliputi dengan perasaan takut dan mencekam, semangat perjuangannya begitu terlihat kuat. Begitu pula dengan para pemuda lainnya di negara-negara muslim tertindas seperti Irak, Afghanistan, Kashmir, dan lain sebagainya.

Bandingkan dengan kita atau saudara-saudara kita yang kini berada dalam kondisi aman tenteram. Semangat patriotisme membela kemuliaan agama dan kejayaan ummat, terasa begitu lemah atau bahkan hilang sama sekali. Tak bisa dipungkiri, kondisi yang ada mampu mempengaruhi semangat pada jiwa.

Seharusnya dalam kondisi apapun, para pemuda bisa melahirkan inspirasi progesif dan produktif. Pemuda harus menjadi sentral perubahan dan kemajuan. Para pemuda harus menempatkan diri sebagai agen perubah ke arah yang lebih baik. Karena sesungguhnya, kemajuan dan kemuliaan agama serta masyarakat Islam, sangat terpengaruh dengan peran serta para pemudanya.

Jangan biarkan antek-antek Zionis merebut kejayaan ini. Jangan sampai pula kaki tangan-kaki tangan mereka mengambil alih kemuliaan ummat tercinta. Satu hal lagi, para pemuda yang bersih dari segala macam pemikiran rancu dan keyakinan jahiliyah, harus dijadikan asset bagi bangsa ini demi kemajuan di masa yang akan datang.

Banyak hal yang telah menjadi agenda utama para pemuda negeri ini. Di zaman sekarang, tugas berat menanti dan siap menyambut peran serta para pemuda. Sungguh memprihatinkan ketika para pemuda bangsa ini malah cenderung dengan kebebasan semu. Mereka yang sangat dinantikan kerja kerasnya, masih banyak yang terlena dengan kondisi yang ada. Padahal sejatinya, negeri ini dirundung duka dan masalah yang mendalam. Kemerdekan yang direguk, sejatinya hanyalah sebuah kenikmatan semu yang semua itu kosong dari nilai-nilai Ilahi.

Perjuangan demi perjuangan dilakukan oleh para pendahulu kita, namun apa yang kita rasakan sekarang, masih jauh dari kemerdekaan sejati. Yaitu sebuah pembebasan manusia dari penghambaan kepada selain Allah. Serta pembebasan sebuah ma-syarakat dari perbudakan thaghut dan hukum-hukumnya.

Kesedihan negeri ini masih terpampang jelas dengan merebaknya kemiskinan dan ketimpangan sosial. Budaya korupsi semakin menjadi-jadi di tengah kemiskinan yang menimpa rakyat. Budaya main uang haram ini, adalah satu dari sekian banyak masalah yang dihadapi bangsa ini.

Memang butuh waktu dan tenaga untuk mewujudkan sebuah impian besar, yaitu terwujudnya masyarakat Islami. Namun apapun alasannya, tidak ada waktu yang tidak digunakan untuk bergerak. Tidak ada ruang yang tidak digunakan untuk berjuang. Karena jika tidak sekarang, kapan lagi?

Masyarakat yang haus dengan nor-ma dan nilai-nilai Islam, menanti kepemimpinan kaum muda yang bersih dan progresif. Berpikir cerdas dan bebas dari kepentingan pribadi. Tujuannya jelas, yaitu mensejahterakan rakyat dengan menjadikan syariat seba-gai landasan pemerintahannya.

Belum lagi masyarakat kita yang merindukan keadilan dan kestabilan ekonomi. Hidup di bawah payung kemakmuran adalah cita-cita besar masyarakat negeri ini. Kaum bapak mengharap agar lowongan kerja senantiasa ada untuk mencari nafkah. Kaum ibu mengharap agar dapur kesayangannya tetap ‘ngebul’.

Tidak hanya itu, mereka juga me-nanti biaya pendidikan dan kesehatan yang tidak memberatkan. Itulah ke-inginan mereka. Sebuah keinginan sederhana meski nampaknya sulit terwujud. Namun bagi seorang pemuda muslim, tidak ada yang tidak mungkin jika Allah menghendaki. Apa yang mereka cita-citakan bukanlah sesuatu yang sulit bagi Allah. Semua itu sangat mudah.

Hanya saja, patutkah negeri ini mendapat kenikmatan sebagaimana yang kita inginkan tadi? Yaitu keamanan, keadilan, kesejahteraan, kemakmuran, dan lain sebagainya. Tentu jawabannya adalah patut. Tapi, jika jawabannya adalah patut, maka sepatutnya juga kita tunduk dan taat pada aturan dan risalah-Nya. Logis, kan?

***

Sejak berpuluh-puluh tahun lamanya, negeri ini telah mengalami kurang lebih enam kali kepemimpinan. Mulai dari kepemimpinan Orde Lama hingga masa Reformasi. Sejak itulah, beragam peristiwa dan kemelut negeri ini berganti. Tapi dari sejak bermula-nya kepemimpinan, rasanya kita sebagai ummat Islam tak pernah merasakan masa-masa bahagia untuk hidup di negeri tercinta ini.

Mungkin kita masih ingat bagaimana kelamnya rezim Orba yang menangkapi para ulama dan tokoh-tokoh agama kita. Mereka menangkapi para ulama tersebut hanya karena ‘tidak sependapat’ dengan pemerintah. Bahkan tak jarang dari bebe-rapa ulama yang tertangkap itu mereka bunuh. Kita pun mungkin pernah mengalami bagaimana sulitnya para wanita muslimah untuk mengenakan jilbab di institusi-institusi umum, baik pemerintah ataupun swasta. Para muslimah itu merasa takut untuk mengenakan jilbab karena ada peraturan pemerintah yang melarang hal itu.

Namun kita masih bisa bernafas lega, karena Allah masih menolong para pemuda dan pemudi Islam di negeri ini untuk tetap bertahan dan berjuang meski berat menghadapinya. Aksi-aksi demonstrasi terus bergulir untuk menentang kebijakan-kebijakan yang merugikan ummat. Dialog-dialog terbuka dengan pemerintah, terus diupayakan agar ada suatu kesadaran dari para pemimpin.

Begitulah, tumbuhnya negeri ini tidak terlepas dari kebesaran jiwa dan semangat para pemuda kita. Yaitu para pemuda Islam yang gigih berjuang tiada pamrih. Bersih begerak tiada lelah dan letih. Berjuang bukan untuk memberontak. Bergerak bukan untuk menghancurkan. Tapi perjuangan ini dilakukan karena kecintaannya pada Islam dan Tanah Air.

Geliat Racun Dunia

Dunia itu indah namun menipu. Rasanya manis namun sejatinya ibarat racun yang memabukkan. Siapa yang meminumnya pasti ia kecanduan. Sedikit sekali yang bisa bebas dari belenggu dunia. Yaitu, terbebas dari obsesi dan angan-angan semu. Salah satu geliat dunia yang sangat digandrungi para pemuda kita dikenal dengan istilah Hedonisme. Yakni sebuah gaya hidup yang sarat dengan nilai-nilai duniawi.

Berawal dari Sebuah Filsafat
Epicurus (341-270 SM) dan Aristippus of Cyrine (435-366 SM) adalah dua tokoh filsafat yang dikenal merintis paham Hedonisme. Mereka berpendapat bahwa kesenangan yang bersifat privat atau pribadi, pantas dituruti dan dipenuhi keinginannya. Paham hedonisme sendiri berarti suatu pemikiran yang menjadikan tujuan hidupnya adalah kesenangan materi. Kesenangan yang memuaskan jiwa dan batin setiap manusia. Epicurus berpendapat bahwa kenikmatan materi adalah tujuan utama dalam hidup.

Hedone (kenikmatan atau kesenangan) diperoleh dengan memuaskan keinginannya. Manusia harus bisa memilih keinginannya agar dapat mencapai kepuasan yang mendalam. Filosof Aristippus mengatakan bahwa kesenangan merupakan rasa dari watak yang lemah lembut dan tujuan kehidupan yang sebenarnya. Sebenarnya, tokoh-tokoh filsafat yang mendukung hedonisme tidak sedikit. Akan tetapi, mereka berdualah yang paling vokal dalam menyampaikan ide-ide hedonisme sehingga menyebar ke seluruh penjuru dunia.

Inti dari pemikiran mereka adalah kenikmatan yang menjadi tujuan sejati dari kehidupan manusia. Kenikmatan tersebut haruslah membawa kepuasan jiwa dan batin seseorang. Tidak peduli apakah kenikmatan itu bertentangan dengan nilai-nilai moral dan agama atau tidak. Yang pasti, kenikmatan adalah segala-galanya.

Akar dari filsafat ini pemikiran mereka yang mengatakan bahwa manusia adalah homo ludens (makhluk yang senantiasa bermain-main). Setiap manusia yang hidup dikaruniai nafsu. Nafsu itulah yang mendorong manusia untuk mencapai kepuasan. Dengan kata lain, keinginan manusia untuk mencapai kepuasan adalah hal yang wajar karena hal ini sudah menjadi bagian dari kehidupan. Menurut paham hedonisme, keberadaan nafsu tidak bisa dikendalikan dengan cara apapun. Oleh karena itu, menghalalkan segala cara untuk memuasakan nafsu adalah cara yang sah.

Hedonisme tidak lebih dari sekedar Racun Dunia
Paham hedonisme banyak membawa dampak buruk. Karena Ia tidak lain adalah racun dunia yang banyak diminum oleh manusia. Racun yang membawa kenikmatan semu yang hakikatnya menghancurkan jiwa dan pribadinya sendiri. Baiklah, mari kita ulas beberapa dampak dari mewabahnya gaya hidup cinta dunia ini. Di antaranya adalah pada bidang-bidang berikut:

Aqidah
Tidak bisa dipungkiri lagi bahwa budaya hedonisme sangat membahayakan aqidah seorang muslim. Aqidah seorang muslim akan terancam apabila ia tersusupi oleh budaya hedonisme. Sebagaimana telah kita ketahui bahwa hedonisme mengajarkan kita akan kenikmatan dunia sebagai tujuan hidup dan kesenangan akhirat hanyalah impian kosong. Jika hal ini sudah diyakini, maka seseorang bisa menjadi ingkar pada kehidupan surga dan neraka. Mereka yang terpengaruh pada pemikiran hedonisme terancam menjadi orang-orang yang kafir akan keberadaan akhirat.

Surga akan menjadi khayalan belaka dan neraka tidak akan menjadi cambuk bagi setiap perbuatan manusia. Baginya, kesenangan surga itu bisa didapat di dunia dan azab neraka itu hanyalah dusta. Neraka dipandang sebagai sosok yang hanya menakut-nakuti manusia untuk bersenang-senang.

Prilaku
Tingkah laku seseorang biasanya ditentukan dari pola pikir dan keimanan yang ia miliki. Sebagai contoh, orang yang percaya akan adanya dosa bagi setiap perbuatan tercela maka ia akan bersikap hati-hati dalam tingkah laku. Sebaliknya, orang yang sama sekali tidak meyakini akan adanya dosa maka ia senantiasa berbuat sekehendak dirinya.

Tentu, hedonisme akan menjadikan setiap manusia berbuat sesuka hati dan bertingkah laku sekehendak nafsu. Segala apapun akan ia perbuat demi keinginan syahwatnya. Jika ia butuh uang namun ia tidak bekerja maka mencuri bisa menjadi jalan pintas. Sedangkan jika sudah mendapatkan jabatan maka korupsi menjadi solusi singkat untuk merauk keuntungan berlipat. Jika nafsu birahinya menggelora namun ia enggan menikah maka pelacur bisa ia jadikan alat pemuas seketika. Sedangkan jika sudah berkeluarga maka selingkuh menjadi penyelewengan yang sah.

Musik dan suara hingar bingar lainnya menjadi bagian rutinitas yang harus ia lewati. Ia dengarkan lagu-lagu demi kepuasan jiwanya terhadap musik. Jika dirasa tidak memuaskan maka ia akan membesarkan volume suranya agar menggema di setiap ruang. Tak peduli apakah ada orang yang merasa terganggu dengan suara bising tersebut. Yang pasti, dengan volume suara yang besar, ia seakan menikmati konser musik yang memuaskan.

Selain itu, tentu kita bisa menilai bahwa pemikiran dan gaya hidup hedonisme ini adalah kotoran yang menodai kehormatan seseorang. Ya, nilai dan jati diri seorang manusia menjadi terhina dina. Seks bebas telah menghancurkan nilai-nilai kehormatan manusia. Busana-busana wanita yang jauh dari tradisi Islam telah menjatuhkan martabat kaum hawa ke dalam derajat yang rendah. Ketika hijab dianggap kuno maka rasa malu telah hilang dan lenyap dalam kehidupan bermasyarakat.

Namun, kebanyakan para wanita tidak peduli dengan permasalahan ini. Mayoritas dari mereka sudah termakan dengan gaya hidup seks bebas yang dianggap modern serta pengaruh fashion yang dianggap sebagai bentuk kemajuan zaman.

Ini hanya sebagian contoh kecil yang terjadi akibat pemikiran dan gaya hidup hedonisme. Ia hanya membentuk karakter manusia yang terbuai dan terlena, malas dalam mengerjakan tugas, menghacurkan norma-norma kesopanan dan kesusilaan, selalu tidak pernah bersyukur atas segala yang dikaruniakan, dan melemahkan mental seseorang.

Ekonomi
Sudah barang tentu, kita mengenal Kapitalis sebagai sistem yang berkembang pesat di hampir negara-negara dunia. Baik negara miskin, berkembang, maupun negara maju, semuanya menganut sistem Kapitalisme sebagai dasar pijakan dari bidang ekonomi di negara mereka.
Pilar-pilar kapitalisme mendorong setiap individu untuk meraih keuntungan sebanyak-banyaknnya. Dalam prinsip ini, modal yang kuat akan mampu menguasai pasar. Memonopoli pasar menjadi hal yang bisa terjadi bagi mereka yang memiliki modal besar. Orang yang miskin dan tidak memiliki modal kuat akan tersisihkan oleh para pemegang modal. Sehingga di beberapa dunia, negara-negara miskin tetaplah miskin karena mereka kalah saing dengan negara-negara maju.

Keadaan ekonomi suatu negara akan berpengaruh pada keadaan politik negara tersebut. Dominasi suatu negara asing terhadap negara tertentu dalam mengelola pasar akan menjadikan penjajahan baru yang berbentuk non-fisik. Sebagai contoh, kekuatan modal yang dimiliki Amerika mampu mendominasi pasar di hampir seluruh negara-negara dunia, baik negara muslim maupun negara kafir. Akibatnya, setiap kebijakan-kebijakan politik yang dikeluarkan oleh negara-negara tersebut tidak boleh bertentangan dengan kepentingan Amerika.

Jika salah satu negara-negara itu mengeluarkan kebijakan yang ditentang oleh Amerika maka sangsinya adalah boikot dari Amerika dan para sekutunya. Boikot ini secara tidak langsung akan melemahkan negara tersebut. Inilah bukti bahwa sistem ekonomi Amerika adalah sistem keserakahan yang berawal dari paham hedonisme yang mereka gemari.

Tidak hanya Amerika, negara-negara Eropa lainnya bahkan negara-negara yang masuk kategori negara miskin pun selalu ingin mencoba untuk melakukan apa yang telah dilakukan oleh Amerika. Mereka mengadopsi kapitalisme di berbagai sudut kehidupan ekonomi di negaranya.

Hal ini terlihat jelas dari adanya pengrusakan sumber daya alam yang dimiliki. Sebenarnya, negara-negara maju seperti Amerika dan negara-negara Eropa, mereka tidak memiliki sumber daya alam yang besar. Sebaliknya, negara-negara berkembang dan miskin, mereka memiliki sumber daya alam yang kaya dan melimpah.

Berawal dari sini, hedonisme menjiwai para pengusaha lokal yang hidup di beberapa negara miskin. Mereka meraih keuntungan yang banyak dengan cara menggali sumber daya alam tanpa batas. Tangan-tangan merekalah yang telah menggunduli hutan, mengotori sungai, mencemari ekosistem laut, dan penebar racun di udara. Para pengusaha lokal tersebut memperkaya diri mereka demi sebuah kesenangan hidup. Padahal secara tidak langsung, mereka telah menghancurkan keseimbangan alam dan menghilangkan mata pencaharian bagi orang-orang yang bergantung pada alam.

Kamanan sosial
Setiap jiwa manusia diselimuti oleh nafsu. Hal itu sudah menjadi naluri kehidupan. Islam menjelaskan bahwa nafsu itu selalu mengajak pada perbuatan yang buruk. Di sisi lain, kita sebagai manusia harus menjalin hidup bermasyarakat. Artinya, satu sama lain harus saling menjaga, melindungi, dan menghormati.

Kehidupan masyarakat akan menjadi kacau jika setiap individu selalu mementingkan keinginan pribadi. Jika keinginan pribadi tersebut bertentangan dengan norma-norma bermasyarakat maka hal ini menjurus pada tindakan kriminalitas.

Misalnya, seorang RT yang serakah dan tamak akan harta, bisa saja dia melakukan tindak korupsi dan menipu warganya. Seorang warga mencuri harta tetangganya demi meraih beberapa kekayaan yang diinginkannya. Atau, seorang remaja memperkosa gadis di kampungnya sendiri demi memuaskan hasratnya. Bukankah hal ini menandakan bahwa hedonisme yang merasuk setiap individu akan membawa petaka bagi kelangsungan hidup bermasyarakat?

Kesehatan
Hedonisme tidak pernah terlepas dengan dunia hiburan dan hura-hura. Seks bebas, zat-zat adiktif, musik, dan minuman keras, acapkali menjadi teman bagi kaum pencari kenikmatan semu. Padahal, itulah yang sebenarnya membahayakan jiwa mereka. Namun, jarang di antara mereka yang tersadar walaupun begitu banyak nyawa yang sudah melayang karena gaya hidup yang mereka tempuh.

Menyebarnya HIV dan AIDS
Akhir-akhir ini kita sering mendengar istilah AIDS. Ia adalah salah satu dari penyakit-penyakit mematikan yang diakibatkan oleh gaya hidup seks bebas. AIDS pertama kali menyebar di Amerika pada abad ke-20 dan sekarang telah menjadi wabah global. Organisasi kesehatan dunia WHO memperkirakan 2,8 - 3,5 juta jiwa meninggal dunia karena AIDS pada tahun 2004 saja.

Penularan AIDS yang paling sering terjadi ialah karena melakukan hubungan seks bebas. Hubungan seks bebas sangat rentan terhadap penularan virus HIV karena seringnya berganti pasangan. Jalur lain yang menjadi jalan mudah penularan HIV AIDS adalah jarum suntik bagi para pemakai narkoba. HIV ini bisa ditemukan pada air liur, air mata, air keringat, air tajin, dan sperma orang yang terinfeksi.

Di Asia, wabah HIV disebabkan oleh para pengguna obat penenang lewat jarum suntik, hubungan seks sejenis (homo) maupun dengan lawan jenis, baik dengan pekerja seks komersial (PSK) atau pasangan mereka.

Bahaya Narkoba
Istilah narkoba adalah kependekan dari narkotika dan obat-obatan berbahaya. Narkotika sendiri berasal dari bahasa Yunani narkotikos, yang berarti 'menggigil'. Ditemukan pertama kali berasal dari substansi-substansi yang dapat membantu orang untuk tidur.

Sejak dahulu kala, masyarakat sudah mengenal istilah madat sebagai sebutan untuk candu atau opium, yaitu suatu golongan narkotika yang berasal dari getah kuncup bunga tanaman Poppy yang banyak tumbuh di sekitar Thailand, Myanmar dan Laos (The Golden Triangle) serta di beberapa wilayah Pakistan dan Afganistan. Sejak Afghanistan diduduki oleh Amerika, Afghanistan menjadi produsen opium terbesar di dunia. Padahal, pada era Thaliban ladang-ladang opium tersebut telah dimusnahkan sebagian besarnya.

Selain Narkoba, istilah lain yang juga diperkenalkan, khususnya oleh Departemen Kesehatan RI, adalah NAPZA yaitu singkatan dari Narkotika, Pasikotropika dan Zat adiktif lainnya. Semua istilah ini sebenarnya mengacu pada sekelompok zat yang umumnya mempunyai risiko kecanduan (adiksi).

Narkoba atau NAPZA merupakan bahan atau zat yang bila masuk ke dalam tubuh akan mempengaruhi tubuh terutama susunan syaraf pusat atau otak. Sehingga, jika disalahgunakan bisa menyebabkan gangguan fisik, psikis, dan fungsi sosial.

Zat adiktif lainnya adalah alkohol atau metanol, tembakau (yang menjadi bahan dasar rokok), gas yang dihirup (inhalansia) maupun zat pelarut (solven). Pemakaian rokok dan alkohol cenderung menjadi pintu masuk penyalahgunaan Narkoba lainnya yang lebih berbahaya.

Minuman Keras
Minuman beralkohol adalah minuman yang mengandung etanol. Etanol adalah bahan psikoaktif dan bisa menyebabkan penurunan kesadaran. Bila dikonsumsi, minuman beralkohol dapat menimbulkan ganggguan mental organik (GMO), yaitu gangguan dalam fungsi berpikir, merasakan, dan berprilaku. Timbulnya GMO itu disebabkan reaksi langsung alkohol pada sel-sel saraf pusat. Karena sifat adiktif (kecanduan) alkohol itu, orang yang meminumnya akan menambah takaran sampai pada dosis keracunan atau mabuk.

Mereka yang terkena GMO biasanya mengalami perubahan perilaku, seperti ingin berkelahi atau melakukan tindakan kekerasan lainnya, tidak mampu menilai realitas, terganggunya fungsi sosial, dan terganggu pekerjaannya. Perubahan fisiologis juga terjadi, seperti cara berjalan yang tidak tegak, muka merah, atau mata juling. Perubahan psikologis yang dialami oleh konsumen misalnya mudah tersinggung, bicara tidak jelas, atau kehilangan konsentrasi.

Mereka yang sudah ketagihan biasanya mengalami suatu gejala yang disebut sindrom putus alkohol, yaitu rasa takut jika berhenti mengkonsumsi alkohol. Mereka akan sering gemetar dan jantung berdebar-debar, cemas, gelisah, murung, dan banyak ber-halusinasi.

Contoh-contoh prilaku Hedonisme
Kami akan paparkan beberapa contoh yang sangat lekat dengan gaya hidup hedonisme. Beberapa di antaranya adalah:

Pesta Tahun Baru
Pesta yang hingar bingar dan penuh dengan alunan-alunan musik menjadi suasana yang pasti dalam sebuah pesta tahun baru. Suara-suara terompet dan tabuhan alat-alat perkusi memeriahkan perhelatan yang senantiasa diadakan setiap tahun. Itulah pesta tahun baru yang selalu dinanti dan dimeriahkan. Seakan menjadi kewajiban bagi setiap manusia untuk merayakan upacara pergantian tahun itu.

Terkadang acara pesta tahun baru selalu didanai oleh pemerintah. Negara tidak pernah absen untuk mengeluarkan uang yang tidak sedikit hanya untuk memeriahkan pesta. Jika acara dirasa kurang menarik, ini menandakan bahwa uang negara sedang pas-pasan. Kalau sudah demikian, citra sebuah negara akan buruk di mata internasional. Tapi, negara mana yang rela mendapatkan citra buruk di mata dunia? Walau keadaan negara sedang kacau, penuh hutang, rakyat menderita, pesta tahun baru harus dilaksanakan.

Sebagai contoh di Indonesia, kita bisa saksikan betapa morat-maritnya keadaan ekonomi bangsa ini, kemiskinan semakin tak terbendung, harga sembako kian melambung, pengangguran terus bertambah, dunia pendidikan masih perlu biaya. Namun, semua itu seakan terlupakan dan uang berhamburan demi sebuah pesta tahun baru.

Ulang Tahun
Tidak sedikit uang yang dikeluarkan untuk mengadakan pesta ulang tahun. Biaya dikeluarkan untuk pendanaan konsumsi, kue ulang tahun, baju pesta, dekorasi ruang, dan surat undangan. Biaya akan lebih besar jika acara dilakukan di gedung mewah, sewa badut untuk menghibur para tamu undangan, dan tampilan dari para pemain musik seperti band dan orkes tunggal.

Acara ulang tahun selalu dimeriahkan oleh acara-acara menarik, nyanyian dari orang yang berulang tahun ataupun dari para tamu undangan. Mereka yang datang memberikan berbagai macam hadiah sebagai tanda selamat bagi yang berulang tahun. Bahkan, para tamu undangan pun terkadang mengenakan kostum-kostum yang menarik perhatian, seperti pakaian ala badut dan hantu.

Mungkin itu hanyalah sekelumit rangkaian biaya yang mesti dikeluarkan untuk acara ulang tahun. Padahal, acara ulang tahun adalah budaya orang-orang kafir yang ditiru oleh kebanyakan kaum muslimin. Sudah barang tentu bahwa perayaan tersebut adalah bentuk tasyabuh (meniru-niru kaum kafir).

Selain itu, yang kita cermati saat ini adalah biaya yang tidak sedikit untuk merayakan pesta ulang tahun. Perayaan ini begitu menjamur di semua kalangan masyarakat. Nuansa hedonisme begitu kental dalam pesta ini. Kemewahan ditampilkan di tengah-tengah keadaan yang memprihatinkan. Belum tentu mereka yang merayakan ulang tahun adalah orang yang mampu mengadakannya. Banyak di antara mereka yang berani berhutang demi sebuah acara ulang tahun.

Penyalahgunaan narkoba
Narkotika dan obat-obatan berbahaya atau yang kita kenal dengan narkoba, tidak lain adalah bom waktu yang siap menghancurkan generasi-generasi penerus. Hal ini terbukti dari beberapa informasi yang menyatakan bahwa para siswa SD pun sudah mengkonsumsi zat haram tersebut. Lalu bagaimana nasib masyarakat kita nantinya jika para generasi muda telah mengalami ketergantungan pada narkoba?

Namun, tidak hanya kalangan para pelajar saja yang mengalami hal demikian. Narkoba memang sudah menjadi gaya hidup bagi kebanyakan orang. Dari mulai kalangan pejabat, pengusaha, artis, seniman, dan pengangguran.

Tidak lain dan tidak bukan bahwa alasan mereka mengkonsumi barang itu adalah untuk mencari kenikmataan dan kesenangan. Narkoba menjadi barang pelarian dari setiap masalah yang mereka hadapi. Tujuannya agar mereka tidak dirundung kesedihan dan akhirnya diliputi dengan susana senang dan nikmat.

Berapapun uang yang akan mereka keluarkan untuk membeli narkoba, hal itu bukan masalah yang berarti. Jika tak punya duit maka mencuri menjadi cara cepat untuk mendapatkannya. Segala cara menjadi halal selama jalan itu menuju kenikmatan dan kesenangan.

Musik dan Seni
Dunia sepertinya sepi tanpa musik dan kehidupan seakan hampa tanpa seni. Itulah beberapa ungkapan para musisi dan seniman serta para penikmatnya.

Ya, musik dan seni sudah menjadi hal yang penting dalam kehidupan para hedonis. Jiwa dan perasaan mereka akan semakin nikmat dan 'melayang' jika mendengarkan musik. Pahatan-pahatan patung menjadi alat untuk dinikmati. Padahal, boleh jadi patung-patung itu adalah tokoh kaum kafir atau setidaknya menonjolkan unsur pornografi.

Seks bebas
Prinsip hedonisme telah menjadi semacam ‘alat massal penghancur moral' yang meluluhlantakkan tataran publik hingga kelapisan privat. Pornografi, seks bebas, dan penyimpangan seksual menjadi ritual baru umat manusia. Di Eropa, Denmark adalah Negara yang dengan terbuka memproklamirkan diri sebagai sentra pornografi dan prostitusi, dan Covenhagen sebagai ibu kota Negara, merangkap pusat akivitas seks bebas. Copenhagen dijuluki pusat pornografi, prostitusi, serta hiburan seks live di Eropa. Diperkirakan sekitar 1500 pekerja seks ‘beraksi’ setiap hari.

Pada kasus seks bebas lainnya, remaja di Kanada dan Amerika menduduki peringkat paling muda dalam melakukan hubungan seks, yakni pada usia 15 tahun. Selanjutnya adalah Inggris, Jerman, dan Perancis pada usia 16 tahun.

Jangan salah, Indonesia pun terbilang Negara yang bebas membuat dan mengkomsumsi pornografi serta seks bebas. Rata-rata, para remaja Indonesia mengaku pernah melakukan hubungan seks pranikah pada usia SMU. Bahkan, para remaja tersebut tidak segan-segan merekam adegan itu dan menyebarkannya.

Hedonisme tidak hanya sebuah gaya hidup yang serba bebas, melainkan sebagai pemikiran dan kepercayaan yang tentunya berakhir pada kehancuran nilai-nilai agama. Geliat Dunia yang ditawarkan dalam budaya hedonisme tidak lain bersifat fana dan menipu.

Apa yang kini dianggap modern belum tentu berbuah baik bagi kehidupan manusia. Narkoba, seks bebas, musik, korupsi, dan lain sebagainya adalah bagian dari beberapa tindak kriminal yang dilakukan karena hanya ingin mencari kenikmatan dan kesenangan.

Hedonisme selalu berakibat buruk bagi kehidupan manusia. Aspek aqidah, prilaku, sistem ekonomi, politik, sosial, dan kesehatan, akan menjadi hancur dan kacau akibat dampak dari gaya hidup yang egois ini. Semoga Allah melindungi kita dan anak keturunan kita dari gaya hidup cinta dunia.

Ummat Islam di Bawah Naungan Demokrasi

Demokratisasi adalah sebuah gerakan baru yang saat ini ramai terjadi di hampir setiap negara. Tidak hanya ramai di negara-negara barat yang memang dikenal sebagai nenek moyang demokrasi, sistem ini pun merambah pesat dan berkembang di negara-negara timur. Tentu jika kita menyebut negara timur dalam bahasan ini, yang dimaksud adalah negara-negara kaum muslimin.

Lalu bagaimanakah wajah ummat Islam di bawah naungan demokrasi? Seberapakah untungnya bagi ummat Islam dari sistem demokrasi ini? Dan sejauh manakah perkembangan yang terjadi selama ini bagi ummat Islam sejak demokrasi menaungi mereka?

Sebenarnya pertanyaan-pertanyaan semacam ini muncul ke permukaan sebagai bentuk keingintahuan kita tentang sepak terjang demokrasi dalam menaungi kaum muslimin. Tidak hanya itu, kita pun bisa menyaksikan sendiri bagaimana kondisi kaum muslimin di seluruh dunia setelah negara-negara mereka menganut sistem demokrasi.

Berawal dari sinilah, kita bisa menganalisa dan mampu memberikan penilaian yang kritis terhadap sistem demokrasi. Mengapa harus kritis? Tentu saja harus, karena bagaimanapun juga, demokrasi tidak lain adalah produk pemikiran manusia. Segala sesuatu yang dihasilkan oleh manusia, termasuk ide-ide demokrasi, memiliki kemungkinan salah dan benar, tepat dan keliru, atau bahkan bermanfaat dan berbahaya. Terlebih dengan kondisi masyarakat kita saat ini yang begitu menyanjung-nyanjung demokrasi, tentu sikap kritis dalam menilai demokrasi itu harus lebih digencarkan.

Belajar dari Aljazair
Agama Islam masuk ke Aljazair pada saat Daulah Khilafah Bani Umayah, sekitar pada tahun 682 M. Berawal dari kawasan Tunisia, tentara Islam terus berdakwah dan berjihad, serta bergerak terus menuju kawasan-kawasan di sebelah barat lainnya seperti Aljazair, Maroko, dan Libya. Kawasan-kawasan ini kemudian dibebaskan dari penjajahan Romawi, dan hidup di bawah naungan Islam. Agama Islam mendapat sambutan yang sangat luar biasa di daerah ini karena ajarannya yang rahmatan lil alamin. Selain membebaskan kawasan-kawasan ini dari penindasan Romawi, Islam menyeru mereka pada kalimat tauhid yang menyatukan seluruh suku bangsa di bawah ukhuwah Islamiyah.

Namun tak dapat dipungkiri, kejayaan Islam setelah itu mulai memudar dan menunjukkan gejala-gejala keruntuhan. Benar saja, akibat arus pemikiran-pemikiran yang sesat dari luar seperti sekularisme dan pemikiran dari dalam seperti sufisme, ajaran Islam yang murni semakin ditinggalkan. Saat itu di kawasan Aljazair, penjajah Prancis masuk ke wilayah ini, tepatnya pada tahun 1830 M.

Meski demikian, masih banyak kaum muslimin yang setia dengan ajarannya. Untuk menghadapi tentara penjajah, genderang jihad pun diserukan dan dikobarkan. Perlawanan demi perlawanan terus berlanjut sampai kemudian Prancis harus mengakui kemerdekaan Aljazair pada tahun 1962. Namun, seperti negara-negara kaum muslimin lainnya termasuk Indonesia, kemerdekaan ini menjadi semu karena yang berkuasa di Aljazair setelah kemerdekaan itu adalah agen-agen Prancis sendiri. Aljazair kemudian menjadi negara sekular dengan sistem republik yang dipimpin oleh boneka dan kader-kader binaan Prancis.

Dengan jadinya Aljazair sebagai negara sekular, negara ini sangat bergantung pada Prancis. Sistem sekular yang dianut Aljazair ini hanya menguntungkan negara asing dan para penguasa sekular. Hakikatnya, penjajahan masih berlangsung. Aljazair kemudian menjadi negara yang banyak berutang pada Prancis dan IMF. Tentu saja, sama dengan negara-negara kaum muslimin seperti Indonesia, IMF memaksa Aljazair melakukan liberalisasi radikal, memeras dengan bunga utang yang berlipat-lipat, serta ancaman-ancaman yang menyudutkan mereka agar tetap ‘setia’ kepada Prancis.

Kondisi ini semakin memperparah keadaan di Aljazair. Perekonomian menjadi hancur dan kondisi masyarakat semakin terpuruk. Kebobrokan terjadi di hampir segala aspek, termasuk budaya korupsi yang semakin mendarah daging.

Kondisi yang sangat menyedihkan akibat sistem sekular ini mendorong munculnya gerakan-gerakan Islam yang menyerukan kembali kepada ajaran dan aturan Islam. Sekularisme dianggap telah gagal dan berakibat buruk. Untuk itulah, jalan yang bisa menyelamatkan kaum muslimin hanyalah Islam. Gerakan-gerakan Islam ini menyuarakan bahwa Islam adalah solusi bagi setiap permasalahan. Ya, Islam is Solution, adalah opini-opini yang terus dibangun untuk mewujudkan Islam sebagai solusi bagi rakyat Aljazair.

Rakyat pun menyambut ajakan itu karena mereka menyaksikan dan merasakan sendiri, bagaimana sistem sekular telah gagal mensejahterakan rakyat. Apalagi negara ini pernah merasa bagaimana indah dan sejahteranya hidup di bawah naungan Islam, yakni saat mereka menjadi bagian dari negara Khilafah Islamiyah selama berabad-abad lamanya. Dengan kata lain, kaum muslimin Aljazair mulai merintis jalan Islam sebagai payung hukum di negara mereka.

Sayangnya, perjuangan untuk kembali kepada Islam ini, tidak semudah yang diharapkan. Kesulitan ini semakin terasa karena saat itu, arus demokrasi yang terjadi di negara-negara barat, berkembang pesat. Tentu saja, pemikiran demokrasi ini mempengaruhi rakyat dan pemerintah Aljazair. Benar saja, pengaruh demokrasi dari barat ini, semakin dirasakan oleh Aljazair.

Pada tahun 1980-an, pemerintah menjanjikan kebebasan politik yang lebih luas dan menawarkan sistem demokrasi untuk menanggapi ketidakpuasan rakyat. Untuk menyukseskan demokratisasi ini, pemerintah melakukan beberapa upaya politik seperti referandum nasional, revisi konstitusi yang menghapuskan sosialisme Aljazair, mengakhiri monopoli FLN sebagai partai pemerintah yang sifatnya tunggal, dan menawarkan sistem multipartai. Sebagai wujud kesukesan demokrasi ini, Aljazair menyelenggarakan pemilu nasional multipartai pada 26 Desember 1991. Ini adalah kali pertama Aljazair menyelenggarakan pemilu sepanjang sejarah.

Kemudian, kondisi politik dan sistem pemerintahan yang sudah berubah ini dipandang sebagai peluang emas oleh beberapa gerakan Islam, antara lain adalah FIS, salah satu partai berideologi Islam yang kemudian terjun ikut pemilu. Hasilnya memang sangat mengejutkan banyak pihak. FIS berhasil menang pada pemilu nasional putaran pertama. FIS memenangkan 47,54 persen suara atau mendapat 188 dari 231 kursi. Sisa kursi kemudian akan ditentukan dalam pemilu putaran kedua yang diyakini banyak pihak akan dimenangkan kembali oleh FIS.

Tentu saja, kemenangan FIS ini disambut gembira oleh kaum muslimin Aljazair. Terlebih, bagi mereka yang selama ini percaya bahwa jalan demokrasi bisa dijadikan sebagai wadah dalam merebut kekuasaan. Bisa dikatakan bahwa kemenangan FIS di Aljazair adalah sebuah kemenangan pertama gerakan Islam dunia yang terjadi lewat sistem demokrasi. Di beberapa negara seperti Indonesia, gerakan-gerakan Islam yang ikut pemilu hanya mendapat suara yang kecil. Terlebih saat ini, partai-partai yang berbasis Islam begitu banyak hingga tidak mampu menampung satu suara dalam satu partai.

Tidak lama setelah pemilu, kemenangan FIS menimbulkan kecaman dari kelompok-kelompok sekular. Mereka menganggap kemenangan FIS ini akan mengancam pemerintahan Aljazair. Dari anggapan itulah, muncul upaya-upaya dari beberapa kelompok yang tergabung sebagai lawan politik FIS, untuk menghentikan kemenangan FIS. Mereka menuduh FIS dan menyatakan bahwa partai ini telah membajak demokrasi untuk membangun pemerintahan fundamentalis Islam yang anti demokrasi. Mereka tidak memperdulikan soal kemenangan FIS yang menang secara demokratis.

Selanjutnya, dengan alasan mempertahankan keamanan dan stabilitas negara, militer dilibatkan oleh kelompok-kelompok yang menentang kemenangan FIS. Sebuah badan boneka militer kemudian dibentuk. Badan itu adalah Dewan Negara atau Dewan Keamanan Tertinggi. Sejak saat itulah, mulai terjadi penindasan terhadap FIS dan pihak-pihak yang dekat dengan FIS. Setelah memberlakukan keadaan darurat, hasil pemilu akhirnya dibatalkan. Sebagai puncaknya, FIS dinyatakan sebagai partai terlarang di Aljazair. Para pemimpin, anggota, dan orang-orang yang dicurigai sebagai simpatisan FIS, ditahan dan disiksa. Lembaga-lembaga sosial milik FIS ditutup, aset-aset mereka disita, dan ulama-ulama yang kritis diganti dengan ulama-ulama hasil binaan pemerintah.

Adapun sikap negara-negara barat terhadap kondisi di Aljazair saat itu, hanya sebatas komentar kosong. Jelas, mereka tentu saja mendukung upaya pemberangusan FIS meskipun partai ini nyata-nyata menang secara demokratis. Bagi Barat, demokrasi hanya berlaku jika menguntungkan kepentingan mereka. Sebaliknya, jika kemenangan sebuah demokrasi bisa menimbulkan ancaman bagi mereka seperti kemenangan partai yang bebasis Islam ini, maka mereka akan menghentikan kemenangan itu. Mereka tidak rela jika Islam memenangkan sebuah pemilu. Hal ini merupakan bukti nyata kebohongan demokrasi yang dikampanyekan oleh Barat. Singkatnya, demokrasi yang ditawarkan selama ini hanyalah sebuah kebebasan bersyarat yaitu tidak menjadikan Islam sebagai landasan hukum dan tidak mengganggu kepentingan barat. Titik!

Wajah Busuk Demokrasi
Sebagaimana sistem-sistem terdahulu seperti sekularisme atau sosialisme, ternyata demokrasi tidak lebih dari sekedar sistem yang dijadikan alat oleh negara-negara barat untuk merebut hati kaum muslimin, yang hakikatnya adalah menghancurkan Islam dan kaum muslimin itu sendiri.

Kita bisa melihat bagaimana kondisi Irak, Palestina, Afghanistan, dan negara-negara kaum muslimin lainnya, termasuk Indonesia. Jumlah kita sangat banyak, namun banyaknya jumlah itu ibarat buih di lautan. Sama sekali tidak menjanjikan kekuatan dan kejayaan Islam. Demokrasi yang dipilih, tidak lain hanya sebuah sistem yang tetap saja membatasi keinginan kaum muslimin secara utuh. Yang berkuasa tetaplah negara-negara yang menciptakan demokrasi. Adapun kita sebagai kaum muslimin, tidak lebih sebatas meramaikan kancah demokrasi.

Yang menjadi inti masalahnya hanya satu, yaitu jangan mengganggu kepentingan barat. Nah, selama ini Islam dipandang sebagai ajaran dan ideologi yang bisa mengancam kenyamanan negara-negara barat. Namun barat mengakui bahwa mereka akan sangat kesulitan jika menghancurkan Islam secara fisik seperti perang dengan senjata api. Untuk itulah, jalan pertama yang mereka tempuh adalah ‘merangkul kaum muslimin’ dalam sebuah wadah yang dinamakan demokrasi.

Untuk memudahkan penawaran demokrasi ini, mereka mengeluarkan ide-ide lainnya yang dirasa mampu menarik simpati kaum muslimin agar terjun kepada sistem demokrasi dan bekerja sama dengan barat. Ide-ide itu seperti kebersamaan, kerakyatan, kebebasan berpendapat, dan ide-ide lainnya yang sifatnya bisa diterima oleh semua kalangan manusia, entah itu muslim atau non-muslim.

Dalam demokrasi dinyatakan bahwa kekuasan sebuah negara berada di tangan rakyat. Suara rakyat bisa menentukan kekuasaan sebuah negara. Tentunya, suara rakyat ini adalah mutlak dan tidak bisa diganggu gugat. Kemudian setelah itu, tentu akan banyak para politisi Islam yang akan menilai bahwa demokrasi adalah jalan untuk menegakkan hukum Islam dengan cara yang relatif damai. Sayangnya mereka lupa, bahwa demokrasi sendiri diciptakan untuk mengelabui kaum muslimin agar bisa kerja sama dengan barat. Buktinya jelas, kalaupun ummat Islam -dalam hal ini tergabung dalam beberapa partai Islam- berhasil memenangkan pemilu -sebagai bagian dari demokrasi-, tentu kemenangan ini tidak akan menjadikan tegaknya hukum Islam di negara yang menyelenggarakan pemilu tersebut. Mengapa?

Alasannya hanya satu: Jika sebuah negara yang menganut sistem demokrasi menjadikan Hukum Islam sebagai payung hukum negara tersebut, maka hal itu sama saja melanggar sistem demokrasi. Karena pada hakikatnya, demokrasi itu berawal dari sebuah keragaman, apakah itu suku, bangsa, bahasa, atau agama. Kemudian keragaman itu tergabung dalam sebuah kebersamaan, yaitu satu hukum. Tentu saja, hukum yang dipilih adalah hukum yang mewakili semua keragaman itu. Bukan Hukum Islam.

Tahun Kerbau

Menurut kalender Cina, hampir setiap tahun memiliki shio-shio tersendiri. Nama-nama dari shio itu diambil dari beberapa nama binatang, seperti kerbau, tikus, macan, naga, dan lain sebagainya. Berdasarkan pengamatan para dukun Cina ini, untuk tahun 2009 nanti adalah tahun untuk shio kerbau.

Jumlah keseluruhan shio tersebut adalah 12 buah. Shio-shio tersebut akan berulang kembali. Jika shio ke-12 sudah dilewati, maka tahun selanjutkan akan menjadi shio yang ke-1 lagi. Begitu seterusnya. Lengkapnya, ini adalah beberapa daftar shio menurut penanggalan Cina: Tikus-Kerbau-Macan-Kelinci-Naga-Ular-Kuda-Kambing-Monyet-Ayam Jago-Anjing-Babi.

Nah, untuk tahun 2009 nanti, shionya adalah shio kerbau. Tentu saja, masyarakat musyrik Cina meyakini adanya sebuah kekuatan ghaib di hampir setiap shionya. Pun dengan shio kerbau, shio ini diyakini akan membawa keberuntungan. Tapi, ada juga yang meyakini bahwa shio kerbau ini justru akan membawa petaka.

Menurut paranormal, hewan kerbau melambangkan kemakmuran lewat keuletan dan kerja keras. Biasanya, orang-orang yang lahir di tahun shio kerbau ini, maka ia termasuk orang yang bisa diandalkan pada masa depannya. Ia akan mudah menjalani hidup karena jiwanya yang tenang dan penuh ketekunan. Mereka ini termasuk orang yang pekerja keras dan penuh kesabaran karena ia tidak pantang menyerah meski kehidupannya biasa-biasa saja. Ia akan selalu adil dalam memperlakukan orang lain dan menjadi pendengar yang baik. Namun negatifnya, ia kadang sulit merubah pendapatnya sebab ia memiliki watak keras kepala dan ego pada kehendaknya itu.

Karakter orang yang bershio kerbau biasanya memiliki karakter yang mantap pada pola pikirnya dan kuat pendirian. Ia tidak mudah goyah dengan pendapat-pendapat yang lain karena ia berpegang teguh pada pendapatnya itu. Menurut beberapa kalangan, orang-orang yang bershio kerbau-lah yang pantas memangku beberapa jabatan yang penuh dengan tanggung jawab besar.

Dalam hal prestasi karir dan pekerjaannya, orang yang bershio kerbau, tidak akan sering mendapatkan kekecewaan. Dengan kata lain, prestasinya akan terlihat baik dan ia akan dipandang pantas oleh kebanyakan orang. Jika ia bekerja pada suatu bidang, ia akan dipandang ahli dalam bidang tersebut. Dan jika ia memimpin sebuah pekerjaan, maka akan timbul aura karismatik pada dirinya.

Kerbau menggambarkan prilaku yang bersahaja namun tetap mengindahkan norma-norma kesopanan. Ia memiliki akal yang tajam namun berhati tetap. Tidak plin-plan dan tidak pernah ragu dalam melangkah. Kecakapannya dan kehebatannnya tersembunyi di balik penampilannya yang biasa-biasa saja. Karena, ia begitu pendiam dan tidak banyak menampakkan perasaan-perasaan lainnya selain tenang dan hati-hati. Wataknya yang kuat, akan mengantarkan dirinya menjadi orang yang mudah berkomunikasi dengan siapapun. Bahkan, ia bisa menjadi pembicara yang fasih meski nada-nadanya bernuansa memerintah, menyuruh, dan memperingati. Adapun jika terjadi kekacauan, ia mampu bertahan dan mengembalikan kondisi menjadi normal seperti awalnya. Ia mampu berjalan tegap dengan kepalanya yang tetap tegak.

Biasanya, orang yang lahir di bahwa shio ini akan sangat patuh pada nilai-nilai yang dianggapnya baik bagi masyarakat banyak. Ia tidak peduli apakah nilai-nilai itu memberatkan dirinya atau tidak. Singkatnya, ia bukan orang yang banyak menuntut apa-apa karena ia adalah orang yang realistis. Ia tidak banyak berimajinasi atau mengkhayalkan sesuatu. Ia mudah menerima kenyataan yang ada tanpa muluk-muluk mengharapkan apapun juga.

Mungkin orang akan mengkritiknya karena ia terkesan kaku dalam menjalani hidup-hidupnya. Ia dikritik karena jarang melakukan perubahan-perubahan yang monumental dalam dirinya. Tapi, si kerbau ini bukan tipe yang bodoh atau mudah termakan omongan orang. Ia tahu bahwa kesukesan itu bersanding dengan kebenaran nilai dan kebenaran nilai itu tidak akan pernah berubah meski kondisi masyarakatnya berubah.

Begitulah, ia memiliki dedikasi yang tinggi dalam hidup dan karirnya. Jika shio-shio yang lain cenderung mengutamakan akal bulus dan tipu muslihat, shio kerbau justru mengedepankan kerja keras dan semangat yang gigih.

Namun, waspadalah terhadap kesabaran kerbau karena perlu diperhitungkan jika sampai ia naik darah. Ia memang sabar, kesabaran itu tidak akan berarti jika ia marah terhadap sesuatu. Ia akan seperti banteng yang siap menyeruduk siapapun yang menghalangi langkahnya. Namun, kemarahan itu tidak akan berjalan lama jika orang-orang disekelilingnya mau mengalah padanya. Dengan kata lain, ia ibarat ari tenang yang menghanyutkan.

Benarkah?
Ini bukan soal benar atau tidak. Sebab, kedua hal itu bukanlah permasalahan intinya. Yang menjadi titik keseriusan kita dalam menyikapi permasalahan ini adalah keimanan dan keyakinan kita sebagai muslim. Ya, akidahlah yang harus akan kita bicarakan.

Menyikapi soal shio-shio yang nampaknya sudah menjamur ini, kita tidak ragu-ragu lagi menyatakan bahwa semua itu adalah kesyirikan yang nyata. Letak kesyirikannya adalah sebuah keyakinan akan adanya kekuatan magis pada setiap tahun yang dilewati setiap masanya. Kekuatan itu bersumber dan berasal dari masa yang dilewati, entah itu positif atau negatif. Padahal, Islam dengan jelas mengajarkan bahwa kebaikan dan keburukan itu bukan berasal dari masa.

Hari, bulan, atau tahun sekalipun, tidak ada yang mengandung unsur kekuatan positif atau negatif. Tidak ada tahun sial atau tahun naas. Tidak ada pula tahun 2009 adalah tahun kerbau yang bisa mendatangkan kebaikan. Kebaikan itu tidak berasal dari tahun 2009 atau dari shio kerbau-nya. Pun demikian, tidak ada tahun kelinci, tahun tikus, tahun macan, tahun naga, dan lain sebagainya yang bisa mendatangkan kebaikan atau keburukan.

Begitu pula, manusia yang berkarakter baik tidak berasal dari shio tahun kelahirannya. Atau sebaliknya, karakter buruk manusia tidak berasal dari shionya pula. Baik dan buruk, tidak terkait dengan waktu atau masa. Manusia menjadi malas atau rajin, kuat pendirian atau ragu-ragu, dan penyabar atau pemarah, semua itu bergantung dari pembelajaran dia dalam menyikapi kehidupan. Dan ingat, tidak ada kaitannya dengan penanggalan waktu.

Saudaraku, keyakinan ini dan keyakinan-keyakinan yang semacam dengannya adalah bagian dari kepercayaan jahiliah. Semua ini adalah kepercayaan yang bodoh dan benar-benar membodohi manusia. Akibat kepercayaan semacam ini, manusia menjadi hina dan tidak ada nilainya sama sekali di hadapan Allah. Bagaimana tidak, mereka yang meyakini shio-shio semacam ini sama halnya seperti makhluk hina yang beriman pada makhluk yang hina pula. Mereka beriman kepada dukun, paranormal, ahli fengshui, dan tokoh-tokoh lainnya yang sudah jelas diketahui kehinaannya. Demikian pula mereka meyakini sesuatu yang menghinakan mereka di hadapan Allah.

Perlu kita perhatikan bahwa kebaikan dan keburukan itu tidak berasal selain dari Allah semata. Allah-lah yang mendatangkan kebaikan dan Allah pula yang mendatangkan keburukan. Kebaikan yang dimaksud bisa berarti keselamatan, manfaat, kesehatan, kenyamanan, dan hal-hal lain yang menyenangkan jiwa manusia. Adapun keburukan yang dimaksud bisa berarti musibah, penyakit, bahaya, kekecewaan, dan hal-hal lain yang tidak menyenangkan jiwa manusia.

Allah-lah yang mendatangkan semua itu. Adapun kita, maka sesungguhnya kita-lah yang mengundang semuanya, entah kebaikan atau keburukan. Sebagai contoh, jika kita mau berusaha dengan sungguh-sungguh dan dibarengi dengan doa serta tawakal, inysa Allah, Ia akan mendatangkan kebaikan kepada kita. Pun sebaliknya, jika kita malas mana mungkin kita menuai hasil yang baik.

Ingatlah saudaraku bahwa shio-shio semacam itu adalah bersumber dari keyakinan orang-orang musyrik. Orang musyrik tidak lebih seperti makhluk yang hina dan bahkan lebih hina daripada hewan sekalipun. Kepercayaan semacam ini tidak pernah diyakini Rasulullah dan para sahabat beliau. Padahal, mereka adalah orang-orang pilihan dan patut diteladani. Akidah, akhlak, dan sifat-sifat mereka harus kita jadikan sebagai panutan. Jelas sudah bahwa akidah mereka berasal dari wahyu yang suci dan hadits yang murni. Keimanan mereka ibarat pohon yang akarnya menghunjam kuat di dalam tanah. Berawal dari keimanan itulah, mereka menjadi generasi-genarasi pilihan, manusia-manusia teladan sepanjang zaman, dan tokoh-tokoh panutan bagi seluruh ummat manusia.

Beriman kepada Allah dan meneladani Rasulullah, adalah kunci utama keselamatan manusia. Sungguh, tidak ada jalan keselamatan selain meniti jalan Islam. Agama ini adalah agama mulia. Tinggi dan tiada yang lebih agung selainnya. Buktikanlah, hanya orang-orang yang beriman kepada Allah sajalah yang akan bekerja keras, berusaha sungguh-sungguh, pantang menyerah, dan mampu menjadi pribadi yang baik sekaligus tauladan bagi masyarakat sekitarnya. Tentu, keimanan kepada Allah yang dimaksud adalah keimanan yang menghunjam kuat dan mengakar dalam jiwanya.