Thursday, August 27, 2009

KENA-kan kondom atau KENA !!!

Boleh jadi kita semua sudah pernah mendengar sebuah iklan penyuluhan masyarakat yang slogannya adalah Kenakan Kondom atau Kena. Slogan itu merupakan sebuah bentuk anjuran kepada masyarakat untuk terhindar dari penyakit-penyakit yang disebabkan oleh aktivitas seksual.

Slogan ini dan slogan-slogan sejenis lainnya memang sudah sering digencarkan kepada masyarakat sejak diproduksinya kondom, yang saat itu marak terjadi wabah-wabah penyakit seksual seperti HIV-AIDS. Memang, awalnya banyak orang yang memberi dukungan terhadap produksi kondom ini. Bagaimana tidak, banyak para pakar kesehatan yang merekomendasikan penggunaan kondom. Alasannya cukup singkat, yaitu kondom bisa mencegah penularaan virus HIV AIDS.

AIDS, virus hasil budaya Free Sex
Penduduk bumi dihebohkan dengan virus mematikan ini. Bagaimana tidak, virus yang awalnya tidak ada kemudian menjadi ada dan sekarang amat sangat berbahaya. Parahnya, virus ini tidak bisa diberantas karena belum ada obat atau penangkalnya yang efektif. Namun anehnya, prilaku masyarakat yang serba bebas, seperti bebas melakukan hubungan seksual dengan siapapun, dibiarkan begitu saja. Padahal sejatinya, prilaku free sex inilah yang mengundang datangnya sang virus. Tragisnya lagi, virus AIDS pun akan menyerang siapa saja yang terjalin kontak dengan si pengidap AIDS. Baik itu lewat jarum suntik, hubungan seksual, atau ASI dari seorang Ibu yang mengidap AIDS ke-pada bayinya.

AIDS belum bisa diobati secara medis. Namun AIDS bisa dicegah. Sayangnya, banyak kalangan yang masih percaya bahwa penggunaan kondom adalah sebuah bentuk pencegahan. Maka dari itu, muncul kampanye-kampanye untuk menggunakan kondom di saat melakukan hubungan seksual. Memang, produksi kondom ini awalnya untuk kontrasepsi. Namun seiring berjalannya waktu, kondom dipercaya sebagai alat pe-nangkal virus AIDS.

Pro-Kontra Kampanye Kondom
Kampanye-kampanye penggunaan kondom menimbulkan beragam reaksi dari masyarakat, terutama dari kalangan aktivis peduli AIDS. Sebetulnya para aktivis peduli AIDS sadar betul bahwa penularan AIDS yang paling efektif adalah lewat hubungan seksual yang tidak aman. Maksudnya tidak aman adalah berganti-ganti pasangan. Budaya kawin di luar nikah ini, memang sudah menjadi trend di kalang-an sebagian pemuda untuk bersenang-senang menikmati kebebasan seksual.

Dari sini, para pakar dan aktivis peduli AIDS, berusaha mencari cara bagaimana bisa mencegah penularan AIDS tanpa harus menghentikan hubungan seksual yang bebas. Dan akhirnya, kondom diyakini mampu mencegah penularan HIV-AIDS.

Seberapa Kuat Kondom Mencegah HIV-AIDS?
Latex atau sejenis karet merupakan senyawa hidrokarbon dan polimerisasi yang dijadikan sebagai bahan dasar pembuatan kondom. Semua bahan senyawa hidrokarbon dan polimerisasi itu berserat dan berpori. Besar dan bentuk pori-pori itu tergantung jalur dan lajur serat.

Tebalnya kira-kira sekitar 1/10 mm atau sama dengan 100 mikron. Diameter serat latexnya sekitar 0,5 sam-pai 1,5 mikron. Jalur dan lajur serat itu seperti tenunan kain tapi tak beraturan, seperti kain berlapis yang mencapai 100 hingga 200 lapisan. Jika terjadi rembesan, pori dari lapis atas atau lapisan pertama merembes ke pori lapis kedua sampai lapis ke seratus atau dua ratus. Makin meregang seratnya, makin panjang poriporinya dan makin pipih seratnya, sehingga celah antar lapisan makin terbuka lebar.

Serat-serat kondom punya ion yang sejenis sehingga saling tolak-menolak. Akibat ion yang saling tolak-menolak itulah terbentuk pori. Jika meregang pori lebih banyak berbentuk elips memanjang, sehingga pori lapisan pertama akan berhubungan dengan pori lapisan seterusnya. Sehingga, proses perembesan relatif lebih besar dan cepat. Bila ada cairan di satu sisi akan lebih mudah merembes ke sisi yang lainnya. Kesimpulannnya, virus HIV-AIDS akan cepat sekali merembes pada pori-pori kondom.

Dari uraian itu, jelas kondom tidak 100% aman untuk mencegah penularan atau penyebaran penyakit HIV-AIDS. Mengingat, perilaku seksual (baca: perzinahan) tak berubah bahkan makin menjadi-jadi.

Kampanye Kondom, sarat nuansa Bisnis Sesat
Bisnis memproduksi dan mendistribusikan kondom, amat sangat menggiurkan. Ibarat jualan es batu di padang pasir. Bagaimana tidak, prilaku seks bebas semakin menggila namun kebanyakan mereka takut tertular HIV-AIDS. Tentu saja, mereka akan terus memburu kondom. Terlebih, penggunaan kondom itu sifatnya sekali pakai. Artinya, kondom tidak bisa digunakan untuk kedua kalinya. Setelah digunakan sekali, ya harus dibuang. Kalau mau coba lagi, ya beli lagi. Menguntungkan produsen, kan?

Tidak hanya itu, untuk melancarkan penjualan kondom ini, para produsen mengajak para ahli dan aktivis peduli AIDS untuk bisa ‘membantu’. Bantuan yang diharapkan biasanya berbentuk penyuluhan-penyuluhan dan kampanye kepada masyarakat hingga mereka tertarik membeli kondom. Di-buatlah LSM-LSM yang ‘peduli’ dengan penularan HIV-AIDS. LSM-LSM ini membuat beberapa program tertentu untuk ‘memikat’ para pecandu seks agar menggunakan kondom.

Ada program "A,B,C". "A" itu ber-arti Abstinentia sexual yang artinya puasa seks, "B" itu adalah Be Faithful yang artinya setia pada pasangan dan tak berselingkuh. Jika program "A" dan "B" gagal, program berikutnya adalah "C" yaitu Condom. Ya, kondom adalah solusinya. Jika dipikir-pikir, mana ada yang mau ‘puasa seks’ dan ‘setia pada pasangan’ kecuali hanya sedikit orang. Artinya, program A dan B hanyalah ‘formalitas’ belaka yang intinya penjualan kondom bisa diterima oleh semua kalangan.

Kondomisasi versus HAM
Atas nama HAM, manusia berhak melakukan apapun, termasuk melakukan hubungan seks bebas. Dengan dalih itu, mereka menghalalkan hubungan seksual dengan siapa saja, di mana saja, dan kapan saja, sepanjang tak menggauli anak kecil. Ya, menggauli anak di bawah umur adalah bentuk pelecehan seksual yang melanggar HAM. Siapapun bisa terjerat hukum jika menggauli anak di bawah umur.

Adapun dengan kondomisasi, itu tidak akan menyelesaikan akar permasalahan. Kondomisasi yang mereka jalankan itu karena mereka tidak tahu jalan keluar yang efektif dari masalah ini. Mereka terbentur dengan dalih kebebasan seks atau sex right serta HAM atau human right. Dengan dalih “sex and human right” itu, mereka menjunjung tinggi kebebasan individu melebihi kepentingan masyarakat banyak. Sebagaimana kita maklumi, masyarakat barat memiliki karakter yang permisif (serba boleh), individualistis, materialistis dan sekular. Moral, etika, dan agama tidak mendapat tempat terhormat di tatanan masyarakat yang serba hedonis ini. Karena itu, mereka mengkampanyekan kondom sebagai cara pencegah-an penularan HIV/AIDS yang ujung-ujungnya menjadi bumerang bagi mereka.

Jual Kondom, Jual Kematian
Siapapun yang sengaja mengkampanyekan kondom, hendaknya jujur kepada masyarakat bahwa penggunaan kondom dalam seks bebas, berisiko terinfeksi virus HIV/AIDS. Ibaratnya seperti ini, menjual kondom sama saja memberi peluang kepada para pecandu seks bebas dari terjangkiti virus AIDS. Ini sama saja dengan membunuh, menyiksa, dan menyebarkan penyakit. Bahkan perbuatan ini jauh lebih biadab daripada sekedar membunuh karena sejatinya, perbuatan ini malah mengundang kematian secara massal dan berkelanjutan.

Baiklah, memang kondom awalnya untuk kontrasepsi. Tapi lihatlah realita yang ada, angka pemakaian kondom untuk kontrasepsi jauh lebih kecil dibanding angka pemakaian kondom untuk aktivitas seks bebas. Dengan kata lain, kondom lebih banyak dibeli oleh orang-orang di luar nikah daripada yang sudah menikah. Lalu pertanyaannya adalah, “Untuk apa para ‘bujangan dan bujangawati’ itu membeli kondom, jika bukan untuk berzinah?

Ini semua adalah tanggung jawab kita sebagai khalifah di muka bumi. Ada kewajiban pada diri kita masing-masing untuk menyelamatkan manusia dari jurang api neraka. Tentu saja, ada banyak faktor mengapa mereka terjun ke dalam jurang kehinaan itu. Sedikitnya karena tiga kemiskinan; miskin iman, miskin pengetahuan, dan miskin materi. Miskin iman membuat seseorang bebas melakuan sesuatu tanpa ada aturan, miskin pengetahuan menjadikan seseorang buta dari ancaman kehancuran termasuk bahaya AIDS, sedangkan miskin materi mendorong seseorang melakukan apapun demi uang, termasuk ‘menjual diri dan ke-hormatan’.

No comments:

Post a Comment