Monday, August 24, 2009

Ledakan Penduduk, Antara Agama dan Ekonomi

Sebagaimana yang telah banyak tercantum dalam ayat-ayat al-Qur’an, dijelaskan bahwa orang-orang kafir tidak akan pernah mau menerima kehadiran agama Islam dan kaum muslimin. De-ngan segala daya dan upaya, mereka tidak akan segan-segan menghancurkan kita, kaum muslimin. Rencana-rencana telah dipersiapkan, strategi-strategi telah disiagakan, mungkin hanya menunggu waktu yang tepat saja. Satu di antara rencana-rencana jahat mereka adalah dengan mencipakan suatu rasa takut kepada manusia dengan sebuah doktrin yang menyatakan bahwa manusia saat ini dihadapkan pada bencana populasi penduduk yang berlebihan. “Over population” atau ledakan penduduk, itulah slogan-slogan yang mereka tanamkan di benak-benak manusia.

Tentu saja, orang-orang kafir ini tahu betul bagaimana caranya menghancurkan Islam dan kaum muslimin. Jika dengan senjata, mereka merasa kesulitan, mungkin dengan cara perang pemikiran adalah cara halus yang jauh lebih efektif. Benar saja, munculnya jargon-jargon yang tertuju pada anjuran untuk mengurangi populasi penduduk, telah berhasil melumpuhkan kekuatan kaum muslimin. Simak saja dengan jargon-jargon seperti “terjadinya kesulitan barang dan jasa akibat terjadinya ledakan penduduk, selamatkan nyawa ibu dari kehamilan, keluarga kecil yang sejahtera, cukup dua anak saja, dan lain sebagainya”.

Secara historis, ketakutan ini berawal dari sebuah teori kontrol populasi yang dicetuskan oleh Thomas Robet Malthus (1798). Dia adalah seorang pemikir berkebangsaan Inggris yang saat itu diakui akan kepintarannya dalam bidang teologi dan ekonomi. Teori tersebut menyatakan bahwa “Jumlah penduduk dunia akan cenderung melebihi pertumbuhan produksi (barang dan jasa). Oleh karenanya, pengurangan ledakan penduduk merupakan suatu keharusan, yang dapat tercapai melalui bencana kerusakan lingkungan, kelaparan, perang atau pembatasan kelahiran”.

Nampaknya perlu untuk kita ketahui bahwa upaya-upaya mengontrol jumlah populasi sebenarnya telah dilakukan secara terang-terangan pada era 60-an oleh para pemimpin Amerika dan Eropa. Sejak saat itu, ada beberapa negara yang sudah menjadi pengikut program dari Eropa dan Amerika ini. Mesir dan India misalnya, kedua negara ini telah lama menerapkan program ini dalam rangka mengurangi jumlah penduduk. Terlebih bagi India yang memang sejak dulu dikenal sebagai negara yang paling padat penduduknya.

Jelasnya, upaya untuk mengurangi jumlah penduduk dengan membatasi kelahiran ini, telah mendapat sambutan hangat dari beberapa organisasi geraja serta lembaga-lembaga swasta yang dengan sengaja mengucurkan dana dalam membantu program ini. Jika diperhatikan secara seksama, hampir semua program ini berlaku penuh di negara-negara muslim. Ya, program-program pembatasan jumlah penduduk banyak dicanangkan di negara-negara yang mayoritas penduduknya adalah muslim. Jika bukan karena keinginan mereka untuk menghancurkan Islam dan kaum muslimin, tentu mereka tidak akan melakukannya.

Kita bisa saksikan beberapa kesepatakan atau hasil-hasil deklarasi yang dengan nyata bertujuan untuk menjalankan program ini, seperti Kesepakatan Roma, Lembaga Ford Amerika (yang memiliki jargon kesehatan keluarga), Lembaga Imigrasi Inggris (salah satu lembaga yang berkedok cinta lingkungan namun mewajibakan progam pembatasan jumlah penduduk dengan alasan menjaga lingkungan hidup dari ancaman manusia).

Hal yang paling mencengangkan lagi adalah terkuaknya beberapa dokumen Amerika Serikat pada tahun 1991. Pada kasus tersebut, pemerintah Paman Sam ini telah menyatakan sikapnya terhadap umat Islam. Terbukti dari dokumen-dokumen tersebut yang menyatakan pandangan Amerika bahwa ancaman bagi Negara Amerika adalah negara-negara ketiga, dalam hal ini adalah negara-negara kaum muslimin. Mengenai soal kependudukan negara-negara ketiga ini, Amerika dengan tegas menyatakan bahwa negara-negara tersebut wajib menerapkan program pembatasan kelahiran. Jelasnya, negara-negara ketiga itu antara lain adalah Mesir, Pakis-tan, Turki, Nigeria, Indonesia, Irak, dan Palestina.

Lebih mengharukan lagi tentang kondisi Palestina saat ini. Lihat saja, Amerika tidak pernah mau membantu Palestina dari penjajahan Israel. Bahkan sebalikya, Amerika begitu pasti mendudung langkah Negara Israel dalam menduduki wilayah Palestina. Bagaiamana tidak, bagi Amerika, kematian warga Palestiana-lah yang diharapkan. Dengan begitu, secara tidak langsung jumlah kaum muslimin semakin berkurang. Pembantaian demi pembantaian yang dilakukan Israel, tidak pernah digubris oleh Amerika. Sebaliknya, jika satu nyawa orang Israel tewas di tangan warga Palestina, tentu ini akan menjadi alasan bagi Amerika untuk menyerang Palestina.

Lebih lanjut,apa yang terjadi di Pa-lestina ini, pun dialami pula oleh Negara Irak dan Afghanistan. Upaya pendudukan yang dilakukan oleh Amerika dan sekutu-sekutunya atas negara-negara kaum muslimin ini, sebenanya tidak murni bertujuan hanya untuk menegakkan demokrasi semata. Di balik itu, ada upaya lain yang ditujukan untuk mengurangi jumlah penduduk kaum muslimin.

Kembali ke soal dokumen-dokumen Amerika tadi, satu hal yang perlu diketahui adalah bahwa dokumen-dokumen tersebut menjelaskan beberapa sarana atau cara agar langkah-langkah mengurangi populasi kaum muslimin semakin menurun. Sebagai langkah awal, mereka dengan sengaja memepengaruhi pola pikir beberapa tokoh masyarakat yang berpengaruh. Caranya banyak sekali dan satu di antaranya adalah dengan menawarkan beberapa program pendidikan di negara-negara Eropa dengan gratis. Perlahan tapi pasti, tentu saja banyak orang-orang yang ikut serta mengikuti program pendidikan ini. Setelah itu, mereka yang lulus kemudian pulang ke negara asalnya. Tidak berhenti sampai di sana, lulusan-lulusan ini kemudian menjadi kaki tangan Amerika dan Eropa di negaranya. Selanjutnya, mereka yang asli pribumi ini, secara terus menerus, mencuci otak para pemimpin dan tokoh masyarakat mereka dengan ide-ide yang diharapkan oleh Amerika dan Eropa.

Sebagai puncaknya, PBB atau Per-serikatan Bangsa-Bangsa yang tentunya banyak terpengaruh oleh kebijakan-kebijakan Amerika Serikat, mengadakan konferensi di Ibu Kota Mesir, Kairo, pada tahun 1994. Konferensi tingkat internasional itu memiliki agenda pembahasan mengenai upaya atau cara kontrol dalam menghadapi fertilitas (kelahiran). Memang sempat terjadi sedikit perdebatan di antara negara-negara peserta, namum pada akhirnya mereka sepakat ‘memerangi’ ledakan penduduk. Salah satu upaya yang disepakati itu ialah penggunaan alat kontrasepsi, baik yang temporal seperti kondom, atau yang permanen seperti vasectomy (pemotongan saluran sperma bagi pria) dan tubectomy (pengikatan atau pemo-tongan saluran telur bagi wanita)

Di Indonesia sendiri, pemerintah sudah cukup berperan aktif dalam rangka mengurangi jumlah penduduk. Program KB atau Keluarga Berencana misalnya, sudah lama gencar mensosialisasikan pentingnya mengurangi populasi pen-duduk. Salah satu sloganya adalah 4-Ter, yaitu Terlalu Muda, Terlalu Tua, Terlalu Sering, dan Terlalu Dekat. Untuk kalangan pria, diarahkan untuk tidak berpoligami karena poligami dipandang ‘berbahaya’ bagi populasi manusia. Untuk para remaja, dilarang menikah pada usia di bawah 18 tahun meski mereka sudah melewati masa baligh.

Lebih lanjut, ada satu program lagi yang diberlakukan khusus untuk para remaja. Program ini dinamakan dengan DAKU atau Dunia Remajaku Seru. Program ini diadopsi dari program The World Start With Me dari Uganda. Kemudian selanjutnya, Thailan, Cina, Pakistan, Afrika Selatan, Mongolia, Kenya, serta Indonesia, mengikuti langkah ini.

Lalu bagaimana Islam menyikapi persoalan ini?
Bagaimanapun juga, teori Malthus tentang ledakan penduduk yang menjadi akibat hancurnya ekonomi, adalah batil dan keliru besar. Karena, kemerosotan ekonomi, seperti kurangnya pangan dan jasa, diakibatkan karena ketidakadilan dan keserakahan segelintir manusia seperti penyelewengan distribusi pangan atau penimbungan yang dilakukan dengan skala besar. Sebagai bukti saja, 80 % barang dan jasa dunia, dinikmati oleh negara-negara kapitalis yang jumlah penduduknya hanya sekitar 25 % penduduk dunia (Rudolf H. Strahm, Kemiskinan Dunia Ketiga: Menelaah Kegagalan Pembangunan di Negara Berkembang, Jakarta: Pustaka Cidesindo, 1999). Jadi, merosotnya ekonomi sama sekali tidak ada kaitannya dengan populasi mansuia. Bumi yang kita injak ini bukan bumi yang miskin dari sumber daya alam, tapi bumi yang miskin dari sumber daya manusia yang adil dan beradab.

Kemudian bagaimana Islam menilai beberapa program yang dicanangkan dalam rangka mengurangi jumlah penduduk seperti program KB? Jawabannya adalah bahwa KB yang dimaksud memiliki dua arti. Dua arti itu adalah:

Tahdid An-Nasl (membatasi jumlah populasi penduduk)
KB dalam arti ini hukumnya haram. Tidak boleh ada aturan yang membatasi jumlah penduduk di suatu wilayah. Program KB semacam ini bertentangan dengan Aqidah Islam, yang menjelaskan bahwa Allah menjamin rizki seluruh hamba-hambanya. Allah berfirman:
"Dan tidak ada satu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rizkinya." (QS. Huud: 6)

Tanzhim an-Nasl (mengatur kelahiran)
KB dalam arti ini hukumnya mubah selama program ini tidak dikampanyekan kepada seluruh masyarakat. Artinya, program ini hanya berlaku secara individu dan bukan negara. Dalil dibolehkannya hal ini adalah sebuah riwayat dari Jabir yang berkata,"Dahulu kami melakukan ‘azl pada masa Rasulullah sedangkan al-Qur`an masih turun." (HR Bukhari). ‘Azl adalah senggama terputus, artinya terhalangnya proses pembuahan karena sperma pria tidak masuk ke dalam kandung telur wanita. Namun hal ini tidak boleh dilakukan dengan alasan takut miskin jika punya anak, atau alasan-alasan lain yang bertentangan dengan aqidah. Adapun alasan karena ingin menjaga jarak antara anak pertama dengan kedua dan selanjutnya, maka hal ini sah-sah saja.

Begitulah, Islam amat bijak menyikapi hal ini. Amat bodoh jika memiliki anggapan bahwa sengsara dan sejahteranya manusia berdasarkan dari banyak atau sedikitnya jumlah manusia. Namun konspirasi tetaplah konspirasi. Adanya teori ledakan penduduk yang membahayakan ekonomi dunia, hanyalah sebuah ide awal untuk menghancurkan ummat Islam dari negara-negara sekuler.

Ya, semuanya berawal dari negara-negara Eropa dan Amerika serta semua-nya berdasar pada kebencian mereka terhadap Islam dan kaum muslimin. Awalnya hanya sebuah teori, tentu saja teori yang dimaksud adalah teori yang sesat lagi menyesatkan. Dari teori ini, kemudian menjadi konspirasi yang dilancarkan lewat gerakan-gerakan pemikiran. Proses ini berjalan begitu lancar dan tersusun rapi. Sedikit demi sedikit banyak pemimpin di beberapa negeri kaum muslimin yang terpengaruh dengan pemikiran ini. Lambat laun, upaya menekan dan mengurangi jumlah kaum muslimin pun digencarkan. Populasi umat Islam dibatasi oleh pemimpin-pemimpin dari kalangan umat Islam sendiri. Karena memang sudah tercuci otaknya, jadi wajar saja jika banyak kaum muslimin yang ‘terbunuh’ dengan cara yang begitu halus. Bahkan jika perlu, peperangan pun bisa dipermain-kan antara penjajah dan yang terjajah. Asalkan, yang terjajah yaitu kaum muslimin karena yang terpenting adalah punahnya umat Islam. Titik!

No comments:

Post a Comment